ALIRAN KALAM ASY'- ARIYAH

 

ALIRAN KALAM ASY’-ARIYAH

A.  


      A. PENGERTIAN ASY’-ARIYAH

Pengertian Asy'ariyah berasal dari nama pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Asy'ari. Aliran Asy'ariyah adalah aliran yang disandarkan pada Abu Hasan al-Asy'ari. Paham Asy'ariyah berlawanan dengan Muktazilah. Golongan ini berpendapat bahwa Allah memiliki sifat, di antaranya mempunyai mata, wajah, tangan, serta bersemayam di singgasana. Akan tetapi, semua itu dikatakan la yukayyaf wa la yuhadda (tanpa diketahu bagaimana cara dan batasnya).

 

B.    B.   SEJARAH MUNCULYA ALIRAN ASY’-ARIYAH

Pada mulanya, Abu Hasan al-Asy'ari adalah seorang Muktazilah. Beliau adalah murid kesayangan dari Syeikh al-Juba'i, seorang tokoh Muktazilah yang sangat ter kenal. Beliau adalah murid yang cerdas sehingga menjadi kebanggaan gurunya. Abu Hasan al-Asy'ari sering mewakili gurunya pada acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu kemuktazilahannya, beliau gencar menyebarluaskan paham Muktazilah melalui karya-karya tulisnya.

Pada masa itu, ilmu kalam berkembang. Kebutuhan untuk menjawab tantangan akidah dengan menggunakan rasio telah menjadi beban. Pada saat itu sedang terjadi penerjemahan besar-besaran terhadap pemikiran filsafat Barat yang rasionalis dan ma terialis ke dunia Islam. Dunia Islam mendapat tantangan hebat untuk bisa menjawab argumen-argumen yang bisa dicerna akal.

 

C.    C.   BERDIRINYA ALIRAN ASY’-ARIYAH

Al-Asya'ari merupakan salah satu tokoh penting yang memiliki peranan dalam menjawab argumen Barat ketika menyerang akidah Islam. Beliau mengembangkan metode akidah dengan menggabungkan dalil naqli dan dalil aqli. Oleh karena itu, al Asy'ari banyak memiliki ketidaksepahaman dengan gurunya dan merasa tidak puas dengan aliran Muktazilah.

Pada usia 40 tahun, al-Asy'ari memutuskan untuk keluar dari paham Muktazilah dan membentuk aliran yang diambil dari namanya sendiri pada tahun 300 Hijriah. Pada masa itu, Muktazilah sedang berada pada masa kemunduran dan kelemahan. Setelah al-Mutawakkil membatalkan keputusan al-Makmun yang menetapkan aliran Muktazi lah sebagai aliran atau mazhab resmi negara, kedudukan kaum Muktazilah menurun. Apalagi setelah al-Mutawakkil menunujukkan sikap penghargaan dan hormat kepada Ibnu Hambal, lawan terbesar Muktazilah waktu itu. Pada saat itu, tidak ada aliran teo logi lain yang teratur sebagai pengganti pegangan mereka. Al-Asy'ari tidak mungkin membiarkan umat tanpa pegangan teologi yang teratur. Selain itu, adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang dapat menghancurkan umat Islam merupakan sebab lain al-Asy'ari menciptakan mazhab baru.

Di antara ketidakpuasan al-Asy'ari terhadap Muktazilah adalah sebagai berikut. Adanya keragu-raguan dalam diri al-Asy'ari yang mendorongnya untuk keluar dari paham Muktazilah. Al-Asy'ari adalah penganut mazhab Imam Syafi'i, sedangkan banyak pendapat mazhab Imam Syafi'i yang bertentangan dengan Muktazilah. Misal nya, Syafi'i berpendapat bahwa Al-Qur'an itu diciptakan, tetapi bersifat qadim dan Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut Muktazilah, Al-Qur'an tidak qadim, tetapi hadi's (baru), dalam pengertian baru diciptakan Tuhan. Tuhan bersifat rohani dan tidak dapat dilihat oleh mata. b. Ajaran-ajaran yang diperoleh al-Jubba'i menimbulkan persoalan-persoalan dan tidak mendapatkan penyelesaian yang memuaskan. Misalnya, tentang mukmin, kafir, dan anak kecil.

Puncak perselisihan antara al-Asy'ariyah dan Muktazilah terjadi dalam masa lah keadilan Tuhan. Muktazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan al Asy'ariyah. Jika keadilan mencakup ikhtiar, baik dan buruk, serta keterkaitan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, pendapat ini bertentangan dengan keesaan tindakan Tuhan (tauhid fil af al), bahkan bertentangan dengan keesaan Tuhan itu sendiri.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa al-Asy'ari meninggalkan Muktazilah di sebabkan pada usia 40 tahun, beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw. yang memperingatkan agar beliau meninggalkan Muktazilah dan membeia paham yang sudah diriwayatkannya sebanyak tiga kali.

Menurut pandangan Asy'ariyah, Tuhan itu adil. Namun, menurut pandangan Muktazilah mengenai standar keadilan Tuhan (dalam pandangan manusia), berarti menghukumi Tuhan sebab segala sesuatu yang berkenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib bagi Allah.

Pendirian al-Asy'ari merupakan tali penghubung antara dua aliran pemikiran dalam Islam, yaitu aliran lama (tekstualis) dan aliran baru (rasionalis). Akan tetapi, sesudah al-Asy'ari wafat, aliran ini mengalami perubahan yang cepat. Jika pada permulaan ber dirinya hanya sebagai penghubung antara kedua aliran, pada akhirnya aliran Asy'ariyah lebih condong pada akal pikiran semata-mata dan memberinya tempat yang lebih luas daripada nas-nas itu sendiri.

Mereka sudah berani mengeluarkan keputusan bahwa akal menjadi dasar naql (nas) karena dengan akallah kita menetapkan akal pikiran. Karena sikapnya tersebut, ahli sunah pada awalnya tidak dapat menerima golongan Asy'ariyah, bahkan memusuhi nya karena dianggap sesat. Setelah terjadi perbedaan ini, kegiatan mereka menjadi berkurang hingga datang Nizamul Mulk (wafat 485 H/1092 M), seorang menteri Saljuk yang mendirikan dua sekolah terkenal dengan namanya, yaitu Nizamiyah di Nisabur dan Bagdad. Di sekolah ini hanya aliran Asy'ariyah yang boleh diajarkan. Sejak itu, aliran Asy'ariyah menjadi aliran resmi negara dan golongan ahli sunah.

 

D.   D.    TOKOH-TOKOH ASY’-ARIYAH

·         Al- Baqillani (403 H/ 1013 M)

·         Al-Juwaini (419-478 H- 1028-1085 M)

·         Al-Ghazali (450-505 H)

·         As-Sanusi (833-895 H/ 1427-1499 M)

 

E.       E. DOKTRIN ALIRAN ASY’-ARIYAH

a.  Paham kaum Asy'ariyah berlawanan dengan paham Muktazilah. Golongan Asy'ariyah berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat, di antaranya mempunyai wajah, mata, tangan, serta bersemayam di singgasana. Di dalam ajaran Asy'ariyah ada dua corak teologi yang terlihat berlawanan, tetapi sebenarnya saling melengkapi. Pertama, ia berusaha mendekati orang-orang aliran fikih sunni sehingga ada yang mengatakan bahwa ia bermazhab Syafi'i. Ada juga yang mengatakan bahwa ia bermazhab Maliki, dan sebagian lagi beranggapan ia bermazhab Hambali. Kedua, ada keinginan untuk menjauhi aliran-aliran fikih.

    Dua hal tersebut sebagai akibat dari pendekatan pada aliran-aliran (mazhab) fikih sunni dan keyakinan adanya kesatuan aliran-aliran tersebut dalam soal-soal kecil (furu'). Oleh karena itu, menurut al-Asy'ari, semua orang yang berijtihad adalah benar. Jadi corak pemikiran Asy'ariyah dapat dibedakan menjadi dua. a. Corak teologi al-Asy'ari adalah "teoretis" berpusat pada Tuhan. Sisi positif dari corak ini adalah terbebas dari dilema teologis, seperti masalah keadilan, janji dan ancaman Tuhan, nikmat, bencana, dan lain-lain. Adapun sisi negatifnya, antara lain rendahnya status "iradah" manusia terhadap perbuatannya. Hal ini kurang memberikan kepuasan intelektual.

b. Interpretasi terhadap teks-teks wahyu "tekstual" dengan penafsiran yang verbalistik formalistik Hal tersebut merupakan perbedaan terpenting antara corak Muktazilah dan kalangan ahli hadis (di mana Asy'ari merupakan pembelanya). Oleh karena itu, ajaran yang dikemukakan Asy'ari membentuk aliran teologi yang dikenal dengan nama al Asy'ariyah. Aliran Asya'ariyah berpendapat bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata. Asy'ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mem punyai wujud. Karena Allah memiliki wujud, berarti Allah dapat dilihat. Berikut ini, ayat-ayat al-Qur'an yang dijadikan dalil Asy'ariyah untuk meyakinkan.

c.        Dosa besar

Orang mukmin yang fasik, menurut Asy'ariyah urusannya terserah kehendak Tuhan, apakah akan diampuni dan langsung masuk surga atau akan dijatuhi hukum an karena kefasikannya, kemudian baru dimasukkan ke dalam surga.

Ada tiga periode dalam hidup al-Asy'ari yang berbeda dan merupakan perkembangan ijtihadnya dalam masalah akhlak, yang berpengaruh pada doktrin doktrin alirannya. 

a. Periode Pertama

Al-Asy'ari hidup di bawah pengaruh al-Juba'i, seorang syekh dari aliran Mukta zilah sekaligus ayah tirinya. Al-Asy'ari menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung lebih kurang 40 tahun sehingga membuat al-Asy'ari sangat mengerti seluk beluk akidah Muktazilah, baik kelemahan maupun kekurangannya. 

b. Periode Kedua

Pada periode ini, al-Asy'ari mulai berseberangan dengan paham Muktazilah yang selama ini mewarnai pemikirannya. Selama 15 hari, al-Asy'ari merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah. Selama itu pula al-Asy'ari ber istikharah untuk mengkritik dan mengevaluasi pemikiran akidah Muktazilah. Pada periode ini, al-Asy'ari menetapkan tujuh sifat Aliah lewat logika akal, yaitu:

1) Al-Hayah (hidup); 

2) Al-'Ilmu (ilmu);

3) Al-Irädah (berkehendak);

4) Al-Qudrah (berketetapan): 

5) As-Samá (mendengar);

 6) Al-Başar (melihat);

 7) Al-Kalam (berbicara).

  c.    Periode Ketiga

Pada periode ini, al-Asy'ari tidak hanya menetapkan tujuh sifat Allah, tetapi semua sifat Allah yang bersumber pada nas-nas yang sahih. Semuanya diterima dan ditetapkan tanpa takyif (menanyakan bagaimana wajah, tangan, dan kaki Allah), ta'til (menolak bahwa Allah punya wajah, tangan, dan kaki), tamsil (menyerupa kan wajah, tangan, dan kaki Allah dengan sesuatu), dan tahrif (menyimpangkan makna wajah, tangan, dan kaki Allah dengan makna lainnya) Kalangan Asy'ariyah menentang Muktazilah karena berlebihan menghargai akal pikiran dan tidak mengakui sifat-sifat Tuhan. Beberapa pendapat al-Asy'ari dapat di simpulkan sebagai berikut.

Ø  Sifat

Al-Asy'ari mengakui sifa-sifat Tuhan (wujud, qidam, baqa dan seterusnya atau sifat wajib Allah), sesuai dengan zat Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk.

Ø  Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia

Manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memper oleh suatu perbuatan.

Ø  Melihat Tuhan pada hari kiamat

Al-Asy'ari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat nanti di akhirat, sebagaimana firman-Nya: (Q.S. al-Qiyamah/75: 22-23)

Ø   Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, memandang Tuhannya.

Pada periode ini, al-Asy'ari menulis kitab al-Ibanah 'an Uşalid-Diyanah. Di dalamnya, al-Asy'ari merinci akidah salaf dan manhajnya. Menurut beberapa sumber, al-Asy'ari menulis lebih kurang tiga ratus buku. Pemikiran-pemikirannya yang terpenting adalah: 1) Allah mempunyai sifat-sifat (seperti mempunyai tangan dan kaki), tetapi tidak boleh diartikan secara harfiah; sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia, yang tampaknya mirip; Allah adalah pencipta perbuatan manusia, tetapi manusia sendiri yang meng upayakannya baik dan buruk harus berdasarkan wahyu.

Ø  Al-Qur'an yang terdiri atas kata-kata, huruf, dan bunyi tidak melekat pada esensi Allah sehingga tidak qadim, Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan, Allah itu adil dan tidak memiliki keharusan apa pun karena Dia adalah penguasa mutlak; orang mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.

 

F.       F. SEKTE-SEKTE ASY’-ARIYAH TIDAK MEMPUNYAI SEKTE

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh-tokoh Tasawuf dari masa klasik, abad pertengahan,modern dan kontemporer

BAB 1 : ISLAM WASATHIYAH - AKIDAH AKHLAK ( X SMT GENAP)

PIWULANGAN 1 : BAHASA JAWA (XI SMT GENAP)