MODERASI BERAGAMA
MODERASI
BERAGAMA
John L. Esposito dan Masdar Hilmy menjelaskan, kata
“moderasi” sendiri berasal dari bahasa latin “moderatio” yang memiliki arti
ke-sedang-an (tidak berlebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, moderasi dimaknai dengan dua pengertian yaitu pengurangan kekerasan
dan penghindaran keekstreman. Dalam bahasa Inggris, kata moderation 48 sering
digunakan dalam artian average (rata-rata), core (inti), standart (baku), atau
non-aligned (tidak berpihak). Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal
dengan kata wasathiyah, yang memiliki padanan kata tawassuth (tengah-tengah),
i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Quraisy Shihab membuat formula mengenai moderasi beragama dalam Wasathiyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama, hakikat moderasi adalah menyeimbangkan segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang sedang dialami. Azyumardi Azra dalam Relevansi Islam Wasathiyah: Dari Melindungi Kampus Hingga Mengaktualisasikan Kesalehan, aktualisasi Islam wasathiyah di Indonesia harus bergerak pada realitas empiris historis, sosiologis, dan kultural, bukan hanya sekedar pada ranah dogmatis.
Dengan demikian, moderasi beragama merupakan sikap
moderat atau tengah-tengah (wasathiyah) dalam beragama yang penerapannya perlu
pengetahuan ajaran agama dan melihat kondisi sosio-kultur pada suatu daerah.
Sehingga sangat memungkinkan, adanya pemaknaan yang berbeda mengenai meoderasi
beragama di Indonesia dengan tempat atau negara lain. Wasathiyah berasal dari
kata wasath yang memiliki makna adil, tengah, seimbang, dan mengandung makna
baik. Ibnu Katsir, kata wasath merupakan sifat terpuji yang memiliki dua sisi
(ujung) yang tercela. Wasathiyah merupakan dasar terbentuknya konsepsi moderasi
beragama di Indonesia, sebagai wujud dalam merawat bangsa dengan
mengintegrasikan komponen-komponen (agama, budaya, ras, suku, bahasa) demi
terciptanya harmoni suatu bangsa. Moderasi beragama dapat dikatakan sebagai
sikap agama Islam yang penuh kasih sayang terhadap seluruh alam (yang disebut
Islam rahmatan lil ‘alamin). Selain itu, konsep moderasi beragama secara
eksplisit merupakan bentuk pengaplikasian nilai-nilai Pancasila dan pilar
kebangsaan yang lain
Kata moderasi berasal Bahasa Latin moderâtio,yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan
tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat
kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua
pengertian kata moderasi, yakni: pengurangan kekerasan, dan penghindaran
keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti
bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem. Sedangkan
dalam bahasa Arab, moderasi dikenal de-ngan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna
dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip
wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan
sebagai “pilihan terbaik”.
Apa pun kata
yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam
konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan
ekstrem. Adapun makna wasathiyah secara istilah adalah nilai-nilai Islam yang
dibangun atas dasar pemikiran yang lurus dan tengah-tengah (tidak berlebihan
dan tidak sangat bebas) dalam hal-hal tertentu.
Kalau dianalogikan, moderasi adalah ibarat gerak
dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal),
sedangkan ekstremisme adalah gerak sebaliknya menjauhi pusat atau sumbu,
menuju sisi terluar dan ekstrem (centrifugal). Ibarat bandul jam, ada
gerak yang dinamis, tidak berhenti di satu sisi luar secara ekstrem, melainkan
bergerak menuju ke tengah-tengah. Meminjam analogi ini, dalam konteks beragama, sikap
moderat dengan demikian adalah pilihan untuk memiliki cara pandang, sikap,
dan perilaku di tengah-tengah di antara pilihan ekstrem yang ada, sedangkan
ekstremisme beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku melebihi batas-batas
moderasi dalam pemahaman dan praktik beragama.
Moderasi adalah jalan tengah. Moderasi juga berarti
‘’sesuatu yang terbaik’’.Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada diantara
dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian. Sifat berani dianggap baik
karena ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga
baik karena ia berada diantara sifat boros dan sifat kikir. Karenanya, moderasi
beragama kemudian dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku
selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak
ekstrem dalam beragama.
Tentu perlu ada ukuran, batasan, dan indikator
untuk menentukan apakah sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama
tertentu itu tergolong moderat atau ekstrem. Ukuran tersebut dapat dibuat
dengan berlandaskan pada sumber- sumber terpercaya, seperti teks-teks agama,
konstitusi negara, kearifan lokal, serta konsensus dan kesepakatan bersama.
Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama
yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan
kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif).
Keseimbangan atau jalan tengah dalam praktik beragama ini niscaya akan
menghindarkan kita dari sikap ekstrem berlebihan, fanatik dan sikap
revolusioner dalam beragama. Moderasi beragama juga dapat disimpulkan berarti
cara beragama jalan Tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Orang yang
mempraktekkannya disebut moderat.
Wasathiyah dalam Al-Qur’an
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai wasathiyah, di
antaranya:
1.
Al- Baqarah: 143
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً
وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ
عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
“Dan demikian pula kami
telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu.”
Kata Wasath pada ayat tersebut mengandung makna yang beragam di
kalangan ulama tafsir, yaitu makna terbaik (Khairiyah), adil (al-Adalah), Niat
(al- Qasd), dan tengah-tengah (at Tawassuth). Imam Ath-Thabari menafsirkan kata
wasath dengan makna satu posisi yang berada di antara dua sisi, di mana umat
Islam memiliki sifat tidak berlebihan (ekstrem) dan tidak juga sangat bebas
(liberal) dalam menjalankan suatu perkara, namun berada pada posisi tengah.
Imam Mawardi menafsirkan kata Wasath dengan tiga takwil, yaitu bermakna umat
terbaik (khiyaran); bermakna berposisi di tengah-tengah dalam suatu perkara
sebagaimana umat Islam melakukannya; dan bermakna adil, dalam artian tidak
berlebihan dan dan tidak terlalu menyedikitkan dalam suatu perkara.
Ayat lain yang terkait dengan makna wasath adalah berikut:
2.
Al- An’am: 153
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا
فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ
ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.”
Tujuan Moderasi Beragama
a)
Memberikan sumbangsih pemikiran
tentang uraian yang mengajarkan sikap beragama yang moderat atau seimbang
b)
Menanamkan nilai-nilai beragama
secara moderat dan saling menghargai hak setiap insan untuk memilih keyakinan
serta cara hidup yang mereka anut
c)
Meneguhkan komitmen kebangsaan
terhadap NKRI,
d)
Menerima Pancasila sebagai bentuk
final negara Indonesia,Memperkuat penerimaan terhadap keragaman atau
kemajemukan, dan
e)
Melestarikan pandangan dan tradisi
keagamaan yang ramah dengan budaya lokal.
INDIKATOR MODERASI BERAGAMA
1.
Komitmen Kebangsaan
Komitmen kebangsaan
adalah penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam
konstitusi UUD 1945 dan regulasi dibawahnya.
2.
Toleransi
Sebagai sebuah sikap
dalam menghadapi perbedaan, toleransi menjadi fondasi terpenting, karena
memberi peluang dan tidak menganggu hak orang lain dalam berkeyakinan, mengekspresikan
keyakinannya dan menyampaikan pendapat secara terbuka meskipun hal tersebut
berbeda dengan apa yang kita yakini. Tentu saja toleransi tidak hanya terkait
dengan perbedaan orientasi seksual,suku,budaya dan lain sebagainya.
3.
Anti Kekerasan
Radikalisme, atau kekerasan, dalam konteks
moderasi beragama ini dipahami sebagai suatu ideologi (ide atau gagasan) dan
paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan
menggunakan cara-cara kekerasan/ekstrem atas nama agama, baik kekerasan verbal,
fisik dan pikiran. Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan
seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam
mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan
perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan
dengan sistem sosial yang berlaku. Radikalisme sering dikaitkan dengan
terorisme, karena kelompok radikal dapat melakukan cara apa pun agar keinginannya
tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka.
4.
Akomodatif terhadap
kebudayaan Lokal
Dapat digunakan untuk
melihat sejauh mana kesediaan untuk menerima praktik amaliah keagamaan yang
mengakomodasi kebudayaan lokal dan tradisi. Orang-orang yang moderat memiliki
kecenderungan lebih ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam
perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
Tradisi keberagamaan yang tidak kaku, antara lain, ditandai dengan kesediaan
untuk menerima praktik dan perilaku beragama yang tidak semata-mata menekankan
pada kebenaran normatif, melainkan juga menerima praktik beragama yang
didasarkan pada keutamaan, tentu, sekali lagi, sejauh praktik itu tidak
bertentangan dengan hal yang prinsipil dalam ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi,
A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation in
Indonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55. Akhmadi, A.
(2019).
Moderasi
Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation In Indonesia’s
Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 13 No. 2
Awwaliyah,
Neny Muthi’atul. 2019. “Pondok Pesantren sebagai Wadah Moderasi Islam di Era
Generasi Millenial”, dalam Islamic Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman,
vol. 8, no. 1.
Miftahuddin,
Muhammad, dkk. 2020. “Moderasi Beragama dalam Situs tafsiralquran.id”, dalam
Islamika Insie: Jurnal Keislaman dan Humaniora, vol. 6, no. 2
Shihab, M.
Q. (2019). Wasathiyyah Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama. Lentera Hati
Group.
Hakim Saifuddin,L. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta
pusat: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Salamulloh,M.Alaika.
(2024). MODUL AJAR MATERI ESENSIAL AKIDAH AKHLAK untuk Madrasah Aliyah Fase
E. Kebumen: Alfa Media Insani
Komentar
Posting Komentar