AKIDAH AKHLAK KELAS XI F4 ALIRAN KALAM

 

AKIDAH AKHLAK KELAS F4

ALIRAN-ALIRAN KALAM

 

KELOMPOK 1

ALIRAN KHAWARIJ

Nama Anggota:

1. Arifah Amalia A (11)

2. Hayyi’Lana Min A.R (19)

3. Juniar Bramastha S.P (20)

4. Khusna Hani N.R (21)

5. Zahrotul Hidayah (35)

 

 ARTI ALIRAN

      Aliran Khawarij adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang muncul pada masa awal Islam. Secara etimologis, kata “Khawarij” berasal dari bahasa Arab “kharaja” yang berarti keluar, muncul, atau memberontak. Aliran ini ditandai dengan sikap ekstrem dalam mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar dan memberontak terhadap penguasa yang dianggap tidak adil.

    1. Pengertian Khawarij

      Kata khawarij menurut bahasa merupakan jamak darı خرجي secara harfiah berarti orang-orang yang keluar, mengungsi atau mengasingkan diri. Istilah ını bersifat umum yang mencakup semua alıran dalam Islam yang memisahkan diri atau keluar dari jamaah ummat,

    Sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syahrastani: كل من خرج على الا ما هم الحق الذي اتفقت الجماعة علية يسمي خارخيا

(Trap yang memberontak kepada imam yang benar yang disepakatı oleh jamaah dinamakan khawarij)

    Jadi khawarij adalah tirgah bathıl yang keluar dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa, Bidah yang pertama muncul dalam Islam adalah bidah khawary.

    Secara Historis khawarij merupakan “orang-orang yang keluar dari barisan Ali” Awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Namun pada perkembangan selanjutnya mereka juga adalah kelompok yang tidak mengakui kepemimpinan Muawiyah.

 

  1. PENYEBAB TERBENTUKNYA

 

Aliran khawarij muncul setelah adanya peristiwa tahkim, yaitu sebagai upaya menyelesaikan peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Peperangan kedua pihak itu terjadi disebabkan karena Mu’awiyah pada akhir 37 H, menolak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Karena Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kotanya ke al-Kufah.

Setelah adanya penolakan tersebut Mu’awiyah segera menghimpun pasukannya untuk menghadapi kekuatan Ali sehingga terjadilah perang Siffin pada tahun 37 H/ 658 M. Tentara Ali di bawah pimpinan Malik  Al -Asytar hampir mencapai titik kemenangan, karena bisa mendesak tentara Muawiyah.

      Tetapi, Amru bin Asy panglima tertinggi dari pasukan Muawiyah ketika melihat pasukannya terdesak mundur, ia memerintahkan pasukannya untuk mengangkat tinggi-tinggi Al-Qur’an dengan ujung tombak sambil berkata Al-Qur’an yang akan menjadi hakim di antara kita.

     Kemudian Ali mendapat desakan dari pasukannya untuk menerima ajakan tersebut. Tetapi sebagian di antara pasukan Sayyidina Ali ada yang tidak suka menerima ajakan tahkim itu, Akhirnya kaum ini membenci Ali r.a. karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran. Kaum inilah yang dinamakan Khawarij.

 

  1. TOKOH PENDIRI

 

      Aliran Khawarij tidak memiliki satu pendiri tunggal. Kelompok ini muncul dari ketidakpuasan terhadap keputusan khalifah Ali bin Abi Thalib dalam masalah tahkim (arbitrase) dengan Muawiyah setelah Perang Shiffin. Beberapa tokoh penting yang terkait dengan kemunculan dan perkembangan Khawarij antara lain Abdullah bin Wahab ar-Rasyidi, Nafi bin al-Azraq, dan Najdah bin Amir al-Hanafi.

     Berdasarkan data tersebut tidak dapat diketahui cara pasti siapakah yang mendirikan aliran khawarij. Namun dapat diketahui bahwasanya aliran khawarij muncul akibat perebutan kekuasaan politik setelah wafatnya Khalifah Utsman bin Affan

 

 

 

  1. MAZHAB YANG DIANUT

 

Mazhab atau cabang-cabang dalam Khawarij antara lain:

A. Azraqiyah: Kelompok radikal yang paling ekstrem di antara Khawarij, dengan pandangan yang keras terhadap Muslim lain yang tidak sepaham.

B. Najdat: Kelompok yang sedikit lebih moderat dibandingkan Azraqiyah, tetapi tetap memiliki pandangan yang keras.

C. Ibadiyah: Meskipun secara historis termasuk dalam Khawarij, Ibadiyah sekarang dianggap lebih moderat dan menjadi mayoritas di Oman.

 

 

  1. POKOK PEMIKIRAN ALIRAN

 

     Ajaran ajaran pokok dalam aliran firqoh khawarij ialah khilafah, dosa dan imam. Apabila firqoh syi’ah berpendapat bahwa khilafah itu bersifat waratsah, yaitu warisan turun menurun dan kemudian yang terjadi khalifah bani umayah dan bani abbasyiah, maka berbeda sekali pendirian khawarij ini tentang khilafah. Mereka memilih kedudukan khilafah secara demokrasi melalui pemilihan bebas. Menurut sunni khilafah haruslah seorang penguasa, berwatak baik dan mempunyai kesanggupan untuk mengurus Negara dan memimpin umat.

    Secara umum, ajaran yang terdapat pada golongan ini ialah setiap umat muslimin yang berbuat dosa besar ialah kafir. Kemudian, kaum muslimin yang tergabung dalam perang jamal, yakni perang antara aisyah, thalhah, dan zubair melawan ali bin thalib dihukumi kafir. Sementara itu kaum khawarij memutuskan untuk membunuh mereka semua akan tetapi mereka hanya berhasil membunuh ali.

 

  1. DOKTRIN ALIRAN

Doktrin-doktrin utama Khawarij meliputi:

  • La Hukma Illa Lillah:

Keyakinan bahwa hanya hukum Allah yang berlaku, dan keputusan hanya datang dari Allah.

  • Takfir:

Mengkafirkan orang-orang yang tidak sependapat atau melanggar hukum Allah, bahkan sesama Muslim.

  • Khuruj:

Kewajiban untuk keluar dari pemerintahan yang dianggap tidak Islami dan melawan penguasa yang dianggap zalim.

  • Pemilihan Khalifah:

Khalifah harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam, tanpa diskriminasi.

  • Ketaatan pada Khalifah:

Ketaatan hanya berlaku selama khalifah berada di jalan keadilan dan kebenaran. Jika menyimpang, maka wajib diperangi.

 

SEKTE ALIRAN

beberapa sekte aliran khawarij :

  • Azariqah: Salah satu sekte Khawarij yang paling ekstrem, dikenal karena pandangan keras mereka tentang pengkafiran dan tindakan kekerasan terhadap Muslim lain yang tidak sepakat dengan mereka.
  • Najdat: Sekte ini lebih moderat dibandingkan Azariqah, tetapi masih memiliki pandangan yang ketat tentang keimanan dan tindakan terhadap mereka yang dianggap tidak seiman.
  • Ibadiyah: Meskipun Ibadiyah berasal dari gerakan Khawarij, mereka cenderung lebih moderat dan memiliki pandangan yang lebih inklusif dibandingkan dengan sekte Khawarij lainnya. Ibadiyah masih memiliki pengikut di beberapa negara seperti Oman.
  • Sufriyah: Sekte ini memiliki pandangan yang lebih radikal daripada Ibadiyah tetapi tidak seekstrem Azariqah. Mereka juga menekankan pentingnya jihad dan pengkafiran terhadap Muslim yang tidak sejalan dengan mereka.

 

DAFTAR PUSTAKA

Oleh M. Saifudin Hakim 29 Mei 2018

Sumber: https://muslim.or.id/39878-mengenal-pokok-pokok-aqidah-kaum-khawarij-bag-1.html

Copyright © 2025 muslim.or.id

 

Hanif Hawari – detikHikmah

Jumat, 17 Jan 2025 09:30 WIB

Baca artikel detikhikmah, “Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya” selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7736088/apa-itu-khawarij-ini-pengertian-dan-sejarahnya.

 

Pokok-pokok Ajaran Khawarij Beserta Pembagian Kelompoknya

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul “Pokok-pokok Ajaran Khawarij Beserta Pembagian Kelompoknya”, Klik untuk baca:

https://www.kompasiana.com/moh72083/5bb2fae8bde57579fe041794/pokok-pokok-ajaran-khawarij-beserta-pembagian-kelompoknya?page=4&page_images=1

Kreator: Moh Nursodiq

 

Kelompok 2

ALIRAN SYIAH

  1. Aisyah Nur Hidayah
  2. Andhira Nur Azzahra
  3. Asykar Irfani I
  4. Rika Solekhah
  5. Sofi Tri Ronadhoni

   

                                          

  1. ARTI ALIRAN SYIAH

Secara bahasa, Syi’ah berarti “kelompok” atau “pengikut”. Dalam Al-Qur’an, istilah ini digunakan untuk makna umum seperti pengikut suatu golongan. Dalam konteks Islam, Syi’ah merujuk pada kelompok yang menjadi pengikut Ali bin Abi Thalib r.a. Menurut Al-Syahrastani, Syi’ah meyakini bahwa kepemimpinan (imam/khalifah) merupakan masalah prinsip agama yang ditentukan melalui nash dan wasiat, bukan hasil musyawarah umat. Mereka percaya bahwa kepemimpinan harus berasal dari keturunan Ali r.a. Syi'ah muncul sebagai kekuatan politik sejak peristiwa Siffin, namun gejalanya sudah ada sejak wafatnya Rasul saw, ketika muncul perdebatan soal siapa yang layak menjadi khalifah. Ketegangan sempat mereda saat Ali membaiat Abu Bakar, tapi mencuat lagi saat pemerintahan Utsman r.a., terutama karena provokasi Abdullah bin Saba’ yang bahkan menganggap Ali sebagai Tuhan.

 

Perpecahan Internal

Syi’ah kemudian terpecah karena dua perbedaan utama:

  1. Pokok Ajaran: Ada kelompok ekstrem yang menganggap imam itu suci (ma’shum) dan mengkafirkan penentangnya, ada pula yang hanya menganggap penentang imam sebagai salah.
  2. Penentuan Imam: Perselisihan tentang siapa imam setelah Husain r.a. terbunuh melahirkan dua kelompok besar:
  3. Kaisaniyah: Menganggap Muhammad bin al-Hanafiyah sebagai imam.
  4. Isna ‘Asyariyah: Menganggap anak Husain dari Fatimah sebagai imam, meskipun masih kecil.

 

  1. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN SYIAH

          

Syi’ah adalah aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam atau pemimpin umat setelah Nabi Muhammad SAW. Kata “Syi’ah” berarti pengikut atau golongan, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 83.

Sekitar 20% umat Islam di dunia menganut paham ini, terutama di wilayah seperti Iran, Irak, Libanon, Afghanistan, dan negara lainnya.

Terdapat beberapa pandangan tentang awal kemunculan Syi’ah. Sebagian menyatakan muncul segera setelah wafatnya Nabi saat terjadi perebutan kekuasaan di Saqifah Bani Sa’idah. Ada yang menyebut Syi’ah lahir di masa akhir kekhalifahan Usman bin Affan atau awal kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Namun, pendapat paling umum menyebut kemunculannya setelah peristiwa arbitrasi (at-Tahkim) antara Ali dan Mu’awiyah pasca perang Siffin. Dari situ, para pendukung setia Ali disebut Syi’atu Ali.

Setelah Ali wafat, kekhalifahan berpindah ke Hasan bin Ali, namun tidak bertahan lama karena tekanan politik dan militer dari Mu’awiyah. Hasan menyerahkan kekuasaan dengan beberapa syarat yang kemudian dilanggar Mu’awiyah. Ia malah menyerahkan kekuasaan ke anaknya, Yazid, serta menindas dan memburu pengikut Ali.

Puncak ketegangan terjadi ketika Husein bin Ali dibantai bersama keluarganya di Padang Karbala. Tragedi ini memicu perlawanan panjang dari kaum Syi’ah terhadap penguasa, seperti pemberontakan Mukhtar ats-Tsaqafi dan Zaid bin Ali.

  • Sebab Terbentuknya Syi’ah:

           Syi’ah terbentuk karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang paling berhak memimpin umat Islam setelah Nabi wafat, keyakinan bahwa Nabi telah menunjuk Ali sebagai pengganti, kekecewaan terhadap jalannya kekhalifahan, serta ketegangan dan kekerasan politik terhadap pengikut Ali yang berpuncak pada tragedi Karbala.

 

  1.  TOKOH PENDIRINYA SYIAH

           Sangat penting untuk memahami bahwa Syiah tidak memiliki satu “tokoh pendiri” seperti pendiri agama. Sebaliknya, Syiah berkembang dari pergerakan politik dan teologis yang berawal setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Syiah secara harfiah berarti “pengikut” atau “kelompok,” dan dalam konteks ini, secara khusus merujuk pada Syi’atu Ali (kelompok pendukung Ali).

          Jadi, tokoh sentral dan rujukan utama bagi seluruh aliran Syiah adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW. Para pengikut Syiah meyakini bahwa Ali seharusnya menjadi penerus kepemimpinan umat Islam (khalifah) setelah Nabi, berdasarkan penunjukan ilahi.

           Meskipun demikian, ada beberapa tokoh lain yang berperan penting dalam perkembangan awal dan pembentukan pemikiran Syiah, terutama dalam pandangan Sunni yaitu:

  1. ​Abdullah bin Saba : Beberapa sejarawan Sunni, seperti Ibnu Hazm, mengaitkan kemunculan Syiah, khususnya Syiah yang ekstrem, dengan sosok bernama Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang masuk Islam dan dituduh menyebarkan ide-ide yang mengkultuskan Ali bin Abi Thalib. Namun, keberadaan dan perannya dalam sejarah masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan, baik Sunni maupun Syiah.
  2. ​Zaid bin Ali: Ia adalah cucu dari Ali bin Husain. Para pengikutnya membentuk aliran Syiah Zaidiyah. Mereka dianggap lebih moderat karena tidak menganggap para khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) sebagai tidak sah.
  3. ​Ja’far ash-Shadiq: Ia adalah Imam keenam dalam tradisi Syiah Dua Belas Imam dan juga dihormati oleh Sunni sebagai ulama besar. Banyak ajaran dan pemikiran hukum Syiah Dua Belas Imam berasal dari beliau.
  4. Ali bin Abi Thalib dan Pengikutnya: Syiah, yang berarti “pengikut Ali,” secara historis berpusat pada dukungan terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin yang sah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Pengikut awal ini percaya bahwa Ali dan keturunannya (Ahlul Bait) adalah satu-satunya yang berhak memimpin umat.
  5. ​Munculnya Syiah sebagai Gerakan Politik: Syiah juga dipandang sebagai gerakan politik yang lahir dari ketidaksetujuan terhadap suksesi kepemimpinan setelah Nabi Muhammad. Peristiwa-peristiwa seperti penolakan terhadap kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, serta pembunuhan Ali dan cucu Nabi, Husain, semakin memperkuat sentimen dan membentuk Syiah sebagai aliran yang berbeda dari Sunni.

 

  1. MAZHAB YANG DIANUT SYIAH

         Mazhab dan praktik Syiah dan Sunni sebagian besar dekat satu sama lain. Berikut ini adalah beberapa keyakinan khusus Syiah.

  1. Imamah

Imamah adalah doktrin yang menekankan bahwa anggota tertentu dari garis keturunan Nabi Muhammad berasal dari Tuhan sebagai pemimpin spiritual dan politik dan pemandu umat Islam setelah kematian Muhammad. Imamah lebih lanjut mengatakan bahwa para imam memiliki pengetahuan dan otoritas (ismat) ilahi serta menjadi bagian dari Ahlul Bait, keluarga Muhammad. Syiah, mengutip Al-Qur’an dan hadits, percaya akan kebutuhan akan seorang Imam dalam masyarakat. Imamah dalam bahasa Arab berarti “pemimpin”.

  1. Ismat

Ismat atau Ismah (perlindungan) adalah konsep kepolosan yang tidak dapat dirusak, kekebalan dari dosa, atau kesempurnaan moral dalam teologi Islam, dan yang sangat menonjol dalam Syiah. Dalam teologi Syiah, ismah adalah salah satu karakteristik penting dari para nabi, imam, dan malaikat. Ketika dikaitkan dengan manusia, ismah berarti “kemampuan untuk menghindari tindakan kemaksiatan, meskipun memiliki kekuatan untuk melakukannya”. Masum adalah orang yang bebas dari kesalahan dalam menuntun manusia kepada keimanan, dalam memahami ilmu ketuhanan, dan dalam hal-hal praktis. Para nabi harus kebal dari segala kesalahan dan dosa untuk menjalankan misi mereka menegakkan dan mempromosikan agama ilahi, menafsirkan Al-Quran, dan membangun sistem sosial yang sehat.

  1. Ghaibah

Ghaibah adalah salah satu kepercayaan khusus Syiah, yang menunjukkan penyembunyian dan kehidupan rahasia Mahdi, Imam terakhir dan kedua belas. Dalam Islam Syiah mengacu pada keyakinan bahwa Mahdi, seorang laki-laki keturunan Nabi Muhammad, telah lahir dan kemudian masuk ke dalam kegaiban, dan suatu hari ia akan muncul bersama Yesus dan menegakkan keadilan global. Mengenai penyebab Ghaybah dalam riwayat Imam Syiah, telah disebutkan poin-poin, termasuk ujian Muslim Syiah Dan persiapan orang-orang dunia.

 

  1. Raj’ah

Raj’ahYaitu meyakini hidup kembali di dunia ini setelah mati. Menurut mereka hal ini terjadi pada Imam Mahdi mereka (imam ke-12) bangkit dan bangun dari tidurnya selama seribu tahun yang selama ini bersembunyi di goa Sirdab maka hiduplah kembali seluruh Imam mereka dari yang pertama sampai yang terakhir tanpa terkecuali Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan putri beliau, Fatimah Radhiyallahu Anha.

  1. Taqiyah

Di atas taqiyah inilah agama Syi’ah tegak berdiri, yaitu ditegakkan atas dasar kebohongan di atas kebohongan. Taqiyah adalah sifat dan syiar agama Syi’ah. Mereka mengatakan, “Taqiyah adalah agama kita.”

  1. Wilayah Fikih

Wilayah Fikih (bahasa Persia: ولایت فقیه) adalah teori dalam fikih Syiah yang menyatakan sistem politik yang sah selama tidak adanya (Ghaybah) Imam Masum. Sistem Republik Islam Iran didasarkan pada teori ini.[21] Perwalian Mutlak fakih menyatakan bahwa Perwalian harus mencakup semua masalah yang menjadi tanggung jawab penguasa tanpa adanya Imam, termasuk pemerintahan negara.

  1. Tawasul dan Ziarah

Ushulud-din dan Furu’ud-din Dalam Syiah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu’ud-din (perkara cabang dalam agama).

 

Syiah memiliki lima perkara pokok (Ushulud-din) atau rukun Islam, yaitu:

 

    1.  Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
    2.  Al-Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
    3.  An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan      para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
    4.  Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
    5.  Al-Ma’ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan

 

  1. POKOK-POKOK PEMIKIRAN SYIAH

          Syi’ah Imamiyah memiliki lima pokok ajaran atau yang dikenal dengan Ushul ad-Din. Kelima rukun ini menjadi dasar keyakinan mereka dan terdiri dari:

  • ​Tauhid (Keesaan Allah)

          Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa Allah adalah Esa dalam zat, sifat, dan perbuatan-Nya.Mereka berpendapat bahwa sifat-sifat Allah (seperti ilmu, hidup, dan kehendak) tidak terpisah dari zat-Nya, melainkan merupakan bagian dari zat itu sendiri.Oleh karena itu, mereka menolak pandangan bahwa Allah bisa dilihat pada hari kiamat, karena hal itu mengimplikasikan bahwa Allah memiliki fisik. Pandangan ini memiliki kesamaan dengan ajaran Mu’tazilah.

  • ​Kenabian (Nubuwwah)

​Mereka meyakini bahwa semua nabi dalam Al-Qur’an adalah utusan Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir serta penghulu para nabi.

​Nabi Muhammad dianggap maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan).

​Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya adalah mukjizat, dan tidak ada pengurangan, penambahan, atau perubahan di dalamnya.

  • ​Ma’ad (Hari Kemudian)

​Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa Allah akan membangkitkan kembali semua makhluk pada hari kiamat.Kebangkitan ini meliputi ruh dan jasad secara bersamaan.Mereka percaya pada konsep surga, neraka, alam barzakh, shirāt, dan catatan amal manusia sesuai dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

  • ​Imamah (Kepemimpinan Imam)

​Imamah dianggap sebagai jabatan yang diberikan oleh Allah melalui pilihan Ilahi, mirip dengan pemilihan para nabi.Mereka meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW telah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan imam bagi umat muslim setelahnya.

  • ​Al-‘Adl (Keadilan)

​Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa Allah memiliki sifat adil, dan Dia wajib melakukan hal yang baik dan terbaik.Allah akan memberi pahala bagi yang taat dan hukuman bagi yang berdosa.Mereka berpendapat bahwa akal manusia dapat menetapkan baik dan buruknya sesuatu.Pandangan ini juga memiliki kesamaan dengan ajaran Mu’tazilah. Dalam masalah pelaku dosa besar, mereka menganggapnya sebagai muslim yang berdosa, bukan berada di antara mukmin dan kafir. Mereka juga berpendapat bahwa Tuhan tidak wajib melaksanakan ancaman-ancaman-Nya dan bisa saja mengampuni orang yang berdosa

 

  1.  DOKTRIN ALIRAN SYIAH

       USHULUDDIN dan FURU‟UDDIN adalah dua ruang ilmu ajaran Islam yang berkaitan dengan Aqidah, Syariat dan Akhlaq. Ketiganya menjadi satu

Kesatuan tak terpisahkan, satu sama lainnya saling terkait dan saling

Menyempurnakan.Ushuluddin biasa disingkat USHUL, yaitu Ajaran Islam yang sangat prinsip Dan mendasar, sehingg Umat Islam wajib sepakat dalam Ushul dan tidak boleh Berbeda, karena perbedaan dalam Ushul adalah Penyimpangan yang Mengantarkan kepada kesesatan.Sedangkan Furu‟uddin biasa disingkat FURU‟, yaitu Ajaran Islam yang Sangat penting namun tidak prinsip dan tidak mendasar , sehingga Umat Islam Boleh berbeda dalam Furu‟, karena perbedaan dalam Furu‟ bukan penyimpangan Dan tidak mengantarkan kepada kesesatan, tapi dengan satu syarat yakni : ada dalil yang bisa dipertanggung jawabkan secara syar'i

 

          Yang bisa dipertanggung-jawabkan secara Syar‟i.Penyimpangan dalam Ushul tidak boleh ditoleran, tapi wajib diluruskan. Sedang Perbedaan dalam Furu‟ wajib ditoleran dengan jiwa besar dan dada Lapang serta sikap saling menghargai.Cara menentukan suatu masalah masuk dalam USHUL atau FURU‟ adalah Dengan melihat Kekuatan Dalil dari segi WURUD (Sanad Penyampaian) dan DILALAH (Fokus Penafsiran).WURUD terbagi dua, yaitu :

  1. Qoth‟i : yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya MUTAWATIR.
  2. Zhonni : yakni Dalil yang Sanad Penyampaiannya TIDAK MUTAWATIR. MUTAWATIR ialah Sanad Penyampaian yang Perawinya berjumlahBanyak di tiap tingkatan, sehingga mustahil mereka berdusta.

 

DILALAH juga terbagi dua, yaitu :

  1. Qoth‟i : yakni Dalil yang hanya mengandung SATU PENAFSIRAN.
  2. Zhonni : yakni Dalil yang mengandung MULTI PENAFSIRAN.Karenanya, Al-Qur‟an dari segi Wurud semua ayatnya Qoth‟i, karena Sampai kepada kita dengan jalan MUTAWATIR. Sedang dari segi Dilalah maka Ada ayat yang Qoth‟i karena hanya satu penafsiran, dan ada pula ayat yang Zhonni Karena multi penafsiran. Sementara As-Sunnah, dari segi Wurud, yang Mutawatir semuanya Qoth‟i, Sedang yang tidak Mutawatir semuanya Zhonni. Ada pun dari segi Dilalah, maka Ada yang Qoth‟i karena satu pemahaman dan ada pula yang Zhonni karena multi Pemahaman.

 

Selanjutnya, untuk menentukan klasifikasi suatu persoalan, apa masuk

Ushul atau Furu‟, maka ketentuannya adalah :

  1. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-samaQoth‟i, maka ia pasti masalah USHUL.
  2. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud dan Dilalah sama-sama Zhonni, maka ia pasti masalah FURU‟.
  3. Suatu Masalah jika Dalilnya dari segi Wurud Qoth‟i tapi Dilalahnya Zhonni, maka ia pasti masalah FURU‟.  Namun masalah bolehkah jabat tangan setelah shalat berjama‟ah, maka masuk Masalah FURU‟, karena Dalilnya ZHONNI, baik dari segi WURUD mau pun DILALAH. Karenanya, barangsiapa menolak kesunnahan jabat tangan antar sesama Muslim, maka ia telah sesat, karena menyimpang dari USHUL AKHLAQ. Namun Barangsiapa yang berpendapat tidak boleh berjabat tangan setelah shalat Berjama‟ah atau sebaliknya, maka selama memiliki Dalil Syar‟i ia tidak sesat,Karena masalah FURU‟ AKHLAQ

 

  1. SEKTE-SEKTE ALIRAN SYIAH

         K.H. Sirajuddin Abbas menyebutkan, bahwa Syi’ah itu terpecah belah menjadi 22 golongan, diantaranya adalah:

 

    1. Syi’ah Sabaiyah

Syi’ah ini adalah pengikut Abullah Ibnu Saba’. Sekte ini termasuk syi’ah ghaliyah (syi’ah yang keterlaluan, yang berlebih-lebihan). Disamping mempercayai kembalinya Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Ṭālib   di akhir zaman nanti, juga memenyebarkan paham bahwa malaikat Jibril telah keliru dalam menyampaikan wahyu dari Tuhan. Karena sebenarnya wahyu yang seharusnya diturunkan kepada Ali bin Abi Ṭālib tetapi justru diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.

 

    1. Syi’ah Kaisaniyah

Syi’ah ini adalah pengikut Mukhtar bin Ubay as-Tsaqafi. Golongan ini tidak mempercayai adanya ruh Tuhan dalam tubuh Ali bin Abi Ṭālib, tetapi mereka meyakini bahwa Imam Syi’ah adalah ma’sum dan mendapatkan wahyu.

 

    1. Syi’ah Imamiyah

Yaitu Syi’ah yang percaya kepada Imam-imam yang ditunjuk langsung oleh nabi Muhammad Saw. Yaitu Ali bin Abi Ṭālib sampai 12 orang Imam keturunannya, yaitu:

       Ali bin Abi Ṭālib (600-661 M), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

        

       Hasan bin Ali (625-669 M), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

 

       Husain bin Ali (626-680 M), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

 

       Ali bin Husain (658-713 M), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

 

       Muhammad bin Ali (676-743 M), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir

 

       Jafar bin Muhammad (703-765 M), juga dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq

 

       Musa bin Ja’far (745-799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim

 

       Ali bin Musa (765-818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha

 

       Muhammad bin Ali (810-835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi

 

       Ali bin Muhammad (827-868 M), juga dikenal dengan Ali al-Hadi

 

       Hasan bin Ali (846-874 M), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari

 

  • Muhammad bin Hasan (868- M), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi

 

    1. Syi’ah Isma’iliyah

Yaitu Syi’ah yang mempercayai hanya 7 orang Imam, yaitu mulai Ali bin Abi Ṭālib dan diakhiri Ismail bin Ja’far as-Shaddiq yang lenyap dan akan keluar pada akhir zaman . Sekte Syi’ah Ismailiyah ini berkembang di Pakistan yang merupakan murid Aga Khan. Urutan imam-imam yang dipercaya oleh Syi’ah Isma’iliyah adalah:

 

       Ali bin Abi Ṭālib (600-661 M), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

       Hasan bin Ali (625-669 M), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

       Husain bin Ali (626-680 M), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

       Ali bin Husain (658-713 M), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

       Muhammad bin Ali (676-743 M), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir

       Ja’far bin Muhammad bin Ali (703-765 M), juga dikenal dengan Ja’far ash- Shadiq

       Ismail bin Ja’far (721-755 M), adalah anak pertama Ja’far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.

 

    1. Syi’ah Zaidiyah

Yaitu Syi’ah pengikut Imam Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Ṭālib, Syi’ah ini berkembang di Yaman. Sekte ini termasuk yang tidak ghullat. Mereka tidak mengkafirkan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khaṭab, Utsman bin Affan, walaupun berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Ṭālib lebih mulia dari ketiganya. Mengenai pelaku dosa besar, mereka berkeyakinan apabila mati sebelum taubat maka akan masuk neraka selama-lamanya.

 

    1. Syi’ah Qaramithah

Yaitu kaum Syi’ah yang suka menafsirkan al-Qur’an sesuka hatinya. Mereka mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah muballigh mereka dan setan-setan adalah musuh mereka, sembahyang adalah mengikuti mereka, haji adalah ziarah kepada imam-imam mereka. Orang yang sudah mengetahui sedalam-dalamnya Allah, tidak perlu sembahyang, puasa, dll

 

 

 

  1. LINK ARTIKELNYA
    1. https://id.wikishia.net/view/Syiah
    2. https://kuliahalislam.com/sejarah-munculnya-syiah/
    3. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah#:~:text=Aliran%20ini%20adalah%20yang%20terbesar,dikenal%20dengan%20Hasan%20al%2DMujtaba
    4. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah#:~:text=Zaidiyyah,-Artikel%20utama:%20Zaidiyyah&text=Disebut%20juga%20Syiah%20Lima%20Imam,saudara%20tiri%20Muhammad%20al%2DBaqir
    5. https://www.referensimakalah.com/2011/12/pokok-pokok-ajaran-syiah-imamiyah_1937.html?m=1
    6. https://an-nur.ac.id/sekte-sekte-syiah-dan-pahamnya/
    7. https://masjid.blogspot.com/2011/04/ushul-dan-furu-antara-perbedaan-dan.html

 

KELOMPOK 3

ALIRAN MURJIAH

1. Alfita Putri N

2. Anisa Putri H

3. Aurelia Agni S. S

4. Nadya Ajeng E

5. Rini Puji L

 

Arti Aliran Murji'ah

Murjiah berasal dari bahasa Arab arja’an atau irja yang berarti penundaan, penangguhan, dan

pengharapan. Secara umum dapat diartikan bahwa Murji’ah yaitu orang yang menunda

penjelasan mengenai permasalahan (sengketa) sampai hari perhitungan. Aliran Murji'ahadalah aliran sesat dan termasuk ahlul bidah yang meyakini bahwa amal tidak termasuk

dalam nama imam, dan bahwasanya kemaksiatan tidak membahayakan iman seseorang,

sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat terhadap kekafiran seseorang.[1] Golongan ini

muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang

bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian Murji'ah sendiri berasal dari kata arja'a yaitu

menunda ataupun menangguhkan atau juga penangguhan keputusan atas perbuatan seseorang

sampai di pengadilan Allah kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang

berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa

hanyalah Allah, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap

diakui sebagai Muslim dan punya harapan dan kesempatan untuk bertobat.

 

Sebab Terjadinya Aliran Murji'ah

.Aliran Murji'ah muncul akibat perselisihan politik pasca pembunuhan Khalifah Utsman bin

Affan, yang kemudian berkembang menjadi perbedaan pendapat dalam masalah teologi,

khususnya terkait pelaku dosa besar. Mereka mengambil sikap menunda atau menyerahkan

keputusan tentang status pelaku dosa besar kepada Allah di akhirat, serta menekankan

pentingnya iman daripada perbuatan dalam menentukan keimanan seseorang.

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Murji'ah:

1. Persoalan Politik:

Pasca pembunuhan Utsman bin Affan, terjadi perpecahan di kalangan umat Islam terkait

masalah kepemimpinan (khilafah). Kelompok-kelompok seperti Khawarij dan Syi'ah muncul

dengan pandangan masing-masing, dan Murji'ah muncul sebagai kelompok yang mencoba

menengahi atau menunda penyelesaian masalah tersebut.

2. Sikap Netral dalam Pertikaian:

Murji'ah mengambil sikap netral dalam konflik politik yang melibatkan Ali bin Abi Thalib,

Mu'awiyah bin Abi Sufyan, dan Khawarij, dengan menunda keputusan tentang siapa yang

benar dan salah hingga hari kiamat.

3. Perkembangan Teologi:

Sikap netral dalam politik ini kemudian berkembang menjadi pemahaman teologis yang lebih

luas, yaitu penundaan hukuman bagi pelaku dosa besar dan penekanan pada iman daripada

perbuatan. Mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap dianggap mukmin dan

keputusan tentang hukuman mereka diserahkan kepada Allah.4. Tujuan Persatuan Umat:

Beberapa pendapat mengatakan bahwa tujuan awal munculnya Murji'ah adalah untuk

menjaga persatuan umat Islam dan menghindari perpecahan lebih lanjut akibat pertikaian

politik.

5. Sikap Tidak Mau Terlibat:

Murji'ah juga muncul sebagai kelompok yang tidak mau terlibat langsung dalam pertikaian

politik dan lebih memilih untuk menyerahkan keputusan kepada Allah.

Dengan demikian, Murji'ah muncul sebagai akibat dari kondisi sosial-politik yang kompleks

dan perbedaan pendapat dalam masalah teologi, yang pada akhirnya membentuk aliran

pemikiran yang khas dalam sejarah Islam.

 

Tokoh Pendiri Aliran Murji'ah

Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Muzni, Abu Sallat Samman, dan Diror bin

'Umar. Dalam perkembangan selanjutnya, aliran ini terbagi menjadi kelompok moderat

(dipelopori Hasan bin Muhammad bin 'Ali bin Abi Tholib) dan kelompok ekstrem

(dipelopori Jaham bin Shofwan), As-Sahrastani juga menyebutkan beberapa tokoh Aliran

Murjiah seperti Al Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf,

dan beberapa ahli hadist. Mereka berperan sebagai pendiri konsep Murjiah Moderat.

 

Pokok – Pokok Pemikiran Aliran Murji'ah

Pemikiran Murji'ah adalah aliran dalam teologi Islam yang menekankan bahwa iman

(kepercayaan) seseorang lebih penting daripada perbuatan. Mereka berpendapat bahwa dosa

besar tidak serta merta mengeluarkan seseorang dari Islam, dan bahwa penentuan status

seseorang sebagai mukmin atau kafir hanya bergantung pada keyakinan hatinya, bukan pada

perbuatan. Aliran ini muncul sebagai respon terhadap perpecahan politik setelah terbunuhnya

Khalifah Utsman bin Affan, terutama perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah.

Konsep Utama Pemikiran Murji'ah:

Iman Lebih Penting daripada Amal:

Murji'ah berpendapat bahwa iman (keyakinan) adalah faktor penentu utama dalam

menentukan status seseorang sebagai muslim, bukan perbuatan. Dosa besar yang dilakukan

oleh seorang muslim tidak membuatnya kafir.Penundaan (Irja'):

Kata "Murji'ah" berasal dari kata "irja'" yang berarti menunda atau menangguhkan. Mereka

menunda penyelesaian masalah terkait dosa besar dan status pelaku dosa besar hingga hari

kiamat.

Tidak Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar:

Murji'ah menolak pandangan Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Mereka

berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin dan dosanya diserahkan kepada Allah

untuk diampuni atau dihukum.

Iman adalah Keyakinan Hati:

Bagi Murji'ah, iman adalah keyakinan yang ada di dalam hati, bukan hanya sekadar ucapan

atau perbuatan.

Jenis-jenis Murji'ah:

Secara umum, aliran Murji'ah terbagi menjadi beberapa kelompok, termasuk:

Murji'ah Moderat:

Kelompok ini berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin dan tidak

kekal dalam neraka. Mereka meyakini bahwa Allah memiliki hak untuk mengampuni dosa

tersebut.

Murji'ah Ekstrim:

Kelompok ini memiliki berbagai variasi, termasuk yang berpendapat bahwa iman hanyalah

pengetahuan (Jahmiyyah), atau hanya ucapan lisan (Karramiyah), atau pembenaran hati

(Asy'ariyah).

Penting untuk dicatat:

Meskipun aliran Murji'ah memiliki perbedaan pendapat di antara kelompok-kelompoknya,

prinsip utama mereka tetap pada penekanan iman daripada perbuatan dalam menentukan

status keislaman seseorang.

 

•Mahzab yang dianut aliran Murji'ah

Mazhab Murji'ah adalah mazhab Islam yang muncul dari golongan yang tak sefaham dengan

Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian

murji'ah sendiri ialah penangguhan hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilanAllah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab

yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT,

sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai

Muslim dan punya harapan untuk bertaubat. Aliran Murji'ah tidak mengikuti satu mazhab

tertentu, melainkan merupakan sebuah aliran teologi dalam Islam yang memiliki berbagai

sekte atau kelompok dengan pandangan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, beberapa

tokoh dan kelompok Murji'ah memiliki pengaruh dalam perkembangan mazhab-mazhab lain,

seperti Maturidiyah.

 

Doktrin Aliran Murji'ah

.Doktrin Ajaran

Menurut Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu:

Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang

terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.

Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa

Meletakkan (pentingnya) iman

Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan

dan rahmat

 

Sekte – Sekte Aliran Murji'ah

Menurut Harun Nasutuion, aliran Murji’ah, terbagi menjadi 2, yakni “golongan moderat” dan

“golongan ekstrim”.

Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan

tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya dosa

Golongan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang

Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah

menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam Golongan ekstrim dalam Murji’ah

terbagi menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Al-Jahmiyah, kelompok Jahmbin Syafwan danp arapengikutnya, berpandangan bahwa

orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklahmenjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain

dalam tubuh

2. Sahalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah

mengetahui Tuhan, sedangkan kufur tidak tahu Tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah

kepada Allah, demikian pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah

3. Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau

perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan

jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil

bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman

seseorang sebagai musyrik.

4. Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya

tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap

mukmin

 

DAFTAR PUSTAKA

https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Murjiah

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Murji%27ah

https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Murjiah

 

 

 

KELOMPOK 4

ALIRAN JABARIYAH

 

 

  1. Adhara Arsyafa/1
  2. Desy Novita Sari/16
  3. Rina Puji Lestari/31
  4. Sifa Suli Aprilianti / 34

 

 

2.1  ARTI ALIRAN JABBARIYAH

Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia, telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi pada dirinya.

Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبرية (al-Jabariyah), yang berarti “terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan.

Pandangan ini secara langsung mengarah pada keyakinan bahwa takdir Allah mengatur segala sesuatu tanpa memberikan ruang bagi kebebasan kehendak individu. Dalam pandangan aliran ini, manusia tidak dapat memilih jalan hidup mereka sendiri atau bertindak dengan kehendak bebas; mereka hanya mengikuti alur yang telah digariskan oleh Allah sejak awal penciptaan.

 

2.2  SEBAB TERBENTUKNYA

Sejak masa awal Islam, masyarakat Arab menghadapi tantangan besar dalam menyelaraskan antara iman terhadap kekuasaan mutlak Tuhan dan keberadaan manusia sebagai makhluk yang tampaknya memiliki kehendak bebas. Masyarakat Arab, yang tinggal di padang pasir,dan dalam kondisi alam yang begitu tidak menentu, pandangan fatalistik dapat berkembang dengan kuat.

Sumber pengaruh utama yang mendorong lahirnya aliran Jabariyah adalah pengaruh agama Yahudi dan Kristen, khususnya ajaran fatalistik yang ada dalam tradisi mereka. Pengaruh dari mazhab Yahudi yang beraliran Qurra dan dari aliran Kristen yang mengajarkan kebebasan yang sangat terbatas bagi manusia terhadap takdir Tuhan, turut memperkuat kecenderungan fatalistik dalam masyarakat Islam pada masa itu.

Secara historis, aliran Jabariyah pertama kali dikenalkan oleh Ja’ad bin Dirham, seorang tokoh asal Syam yang dikenal sebagai pemikir awal aliran Jabbariyah ini. Ja’ad bin Dirham mengajarkan bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sehingga manusia tidak memiliki kebebasan dalam memilih tindakannya. Keyakinan ini disebarluaskan lebih lanjut oleh muridnya, Jahm bin Shafwan, yang juga memperkenalkan ajaran ini di berbagai wilayah di sekitar khurasan.

Pada masa dinasti Umayyah, aliran Jabariyah mendapatkan dukungan dari pemerintah, khususnya pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah, lebih cenderung mendukung aliran-aliran yang memperkuat otoritas kekuasaan, dan beliau melihat aliran Jabariyah sebagai ideologi yang dapat membenarkan sistem pemerintahan absolut yang ia jalankan. Hal ini menyebabkan aliran Jabariyah mendapat ruang yang lebih besar untuk berkembang pada masa pemerintahan Umayyah.

 

2.3  TOKOH PENDIRI

1.     Ja’ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan

Ja’ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus, Ja’ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya. Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian populer di kalangan umat Islam kala itu.

Menurut Ja’ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia. Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah sosok pasif dalam kehidupan dunia.

Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika surga dan neraka juga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha Kekal.

2.     An- Najjar dan ad- Dhirar

Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.

 

Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali, maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau memperoleh pahala atas amalan baiknya.Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala perbuatannya.

 

2.4  MAHDZAB YANG DIANUT

Ibnu Taimiyah mengemukakan sejarah timbulnya paham ini, Qadariyah muncul sebelum paham Jabariyah. Paham Qodariah muncul pada periode terakhir sahabat, yaitu ketika timbul perdebatan tentang qadar atau ketetapan Tuhan. Terkait penolakan terhadap qadar ini, para ulama salaf dan para imam telah membantah tentang pendirian kaum Qodariyah, Jabariyah, dan bid’ah-bid’ah kedua golongan ini.

Menurut Ibnu Nabatah, seorang ahli penulis kitab ``Syahral ‘uyun’ Mengakatan bahwa orang yang mula-mula mengembangkan paham Qodariyah adalah seorang penduduk Irak. Pada mulanya, ia seorang Nasrani kemudian masuk islam dan akhirnya menjadi Nasrani lagi. Dari orang inilah Ma’bad al Juhani dan Gailan alDimasyqiy mengambil paham Qodariyah. Dapat dipahami bahwa pengaruh keyakinan Mahesian munculnya aliran ini karena pada masa itu, kaum muslimin bersentuhan langsung dengan penganut agama Yahudi dan Nasrani. Termasuk di dalamnya muncul pengaruh Israiliyah terhadap ayat-ayat al-qur’an. Senada dengan pendapat diatas, Abu Zahrah lebih cenderung tidak merinci dan tidak memastikan asal, timbul dan berkembangnya paham qodariyah.

Menurut Abu Zahrah, para ahli sejarah ilmu pemikiran islam telah meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah yang pertama kali mengajarkan paham ini, di daerah mana timbul dan berkembang. Hanya saja pedoman umum yang dapat di dijadikan pegangan bahwsannya Basra dan Iraklah tempat timbulnya dan

Berkembangnya paham Qodariyah.  Abu Zahrah, selanjutnya menyimpulkan bahwasannya kaum muslimin pada akhir masa Khulafaur Ar-Rasyidin dan masa pemerintahan Muawiyah ramai membicarakan masalah Qadha dan Qadar. Sekelompok umat islam sangat berlebihan dalam meniadakan hak memilih bagi umat manusia, mereka adalah kaum Jabariyah.

Sedangkan kaum qodariyah sangat berlebihan dengan pendapatnya bahwa semua perbutaan manusia adalah murni keinginan manusia yang terlepas dari keinginan atau kehendak Tuhan.

 

2.5 POKOK PEMIKIRAN ALIRAN JABBARIYAH

Adapun Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah sebagai berikut:

1. Tuhan Allah tidak sifat, ia berkuasa, berkata dan mendengar dengan zatnya (Abbas, S,1998).

2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum taubat, maka pasti ia masuk neraka.

3. Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata kepala walaupun dalam surga.

4. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, akan tetapi manusialah mempunyai bahagian dalam melakukan perbuatannya.

5.Tuhanlah yang menciptakan perbuatan positif dan perbuatan negatif.

 

2.6 DOKTRIN ALIRAN

Doktrin dan Pemikiran Utama Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah dalam Islam mengajukan pandangan yang sangat fatalistik tentang takdir dan kehendak manusia. Berbeda dengan aliran lain yang memberikan ruang bagi kehendak bebas manusia, Jabariyah menekankan bahwa segala tindakan manusia, baik atau buruk, sepenuhnya ditentukan oleh kehendak Tuhan. Doktrin ini menggugah perdebatan besar dalam sejarah ilmu kalam (teologi Islam), terutama mengenai hubungan antara kehendak manusia dan takdir Allah.

a. Manusia Sebagai Makhluk yang Pasif

Pemikiran utama dari aliran Jabariyah adalah bahwa manusia tidak memiliki kebebasan dalam memilih tindakannya. Setiap perbuatan manusia, baik yang dianggap baik maupun buruk, adalah hasil dari kehendak Allah semata. Manusia hanya menjadi pelaku yang pasif, yang bertindak karena terpaksa (majbur), bukan karena kehendak bebasnya. Konsep ini mengarah pada pemahaman bahwa manusia tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, karena segala sesuatu sudah ditentukan oleh takdir Allah sejak awal.Jabariyah mengutip beberapa ayat Al-Qur’an untuk mendukung pandangan ini, seperti QS. Al-Shaffat (37:96) yang berbunyi, “Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu,” yang mengisyaratkan bahwa segala tindakan manusia merupakan ciptaan dan takdir dari Allah.

b. Fatalisme dan Ketidakberdayaan Manusia

Para penganut Jabariyah, terutama aliran ekstrem yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan dan Ja’ad bin Dirham, meyakini bahwa manusia sepenuhnya tidak memiliki kehendak atau kemampuan untuk memilih. Pandangan ini mendasarkan pada pemahaman bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Allah sebelum ia dilahirkan ke dunia. Dalam pandangan ini, manusia bagaikan boneka yang hanya mengikuti skenario yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta.

Menurut tokoh-tokoh seperti Ja’ad bin Dirham dan Jaham bin Shofwan, bahkan tindakan yang tampak bebas seperti berbuat baik atau buruk, pada kenyatannya adalah tindakan yang sudah diciptakan oleh Tuhan. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti takdir Allah yang sudah digariskan. Dalam pandangan ekstrem ini, semua tindakan manusia adalah bentuk keterpaksaan yang mutlak dari kehendak Allah.

c. Pandangan tentang Surga dan Neraka

Salah satu aspek yang paling kontroversial dari pemikiran Jabariyah adalah pandangan mereka tentang surga dan neraka. Penganut aliran ini, khususnya yang lebih ekstrem, berkeyakinan bahwa surga dan neraka tidak kekal. Mereka berargumen bahwa jika keduanya kekal, maka akan ada dua entitas yang kekal selain Allah, yang bertentangan dengan sifat Tuhan yang Maha Kekal. Oleh karena itu, dalam pandangan mereka, surga dan neraka hanyalah tempat yang sementara, dan yang kekal hanya Tuhan semata

 

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/aliran-jabariyah-pengertian-dasar-doktrin-ajaran-dan-aliran/

https://tirto.id/sejarah-aliran-jabariyah-pemikiran-dan-perbedaan-dengan-qadariyah-ghVf

https://jurnal.pcmkramatjati.or.id/index.php/JIPMUKJT/article/download/209/164/943

https://jurnal.pcmkramatjati.or.id/index.php/JIPMUKJT/article/download/209/164/943

 

KELOMPOK 5

ALIRAN QODARIYAH

1. Aufa Nuriyah (05)

2. Muwafiq Azizah Rahmah (25)

3. Nashwa Nur Azzura (28)

4. Wahyu Indah Sugianto (36)

 

*Arti Aliran Qodariyah

Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat.

 

*Sebab Munculnya Aliran

Ada perbedaan pendapat mengenai latar belakang kemunculan aliran Qodariyah.Menurut Harun Nasution ,kemunculan Qodariyah eerat kaitannya dengan masalah perbuatan manusia bahwa manusia bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menetukan perjalanan hidupnya.Berbeda dengan Jabariyah,aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbutan nya,ia dapat berbuat sesuatu dan meningalkannya atas kehendaknnya sendiri. Manusia mempunyai qudrah (kekutaan) untuk melaksanakan kehendaknya ,dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan.

Ibnu Taimiyah mengemukakan sejarah timbul paham ini,Qadariyah muncul sebelum paham Jabariyah. Paham Qodariah muncul pada periode terakhir sahabat,yaitu ketika timbul perdebatan tentang qadar atau  ketetapanTuhan.Terkait penolakan terhadap kodar ini,para ulama salaf dan para imam telah membantah tetang pendirian kaum Qodariyah,Jabariyah,dan bid'ah --bid'ah kedua golongan ini.

Menurut Ibnu Nabatah,seorang ahli penulis kitab ``Syahral 'uyun''mengakatan bahwa orang yang mula-mula mengembangkan paham Qodariyah adalah seorang penduduk Irak.Pada mulanya,ia seorang Nasrani kemudian masuk islam dan akhirnya menjadi Nasrani lagi.Dari orang inilah Ma'bad al-Juhani dan Gailan al-Dimasyqiy mengambil paham Qodariyah.Dapat dipahami bahwa pengaruh keyakinan Mahesian munculnya aliran ini karena pada masa itu,kaum muslimin bersentuhan langsung dengan penganut agama Yahudi dan Nasrani.Termasuk di dalamnya,muncul pengaruh Israiliyah terhadap ayat-ayat al-qur'an."

 

*Tokoh Pendiri Aliran

Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama ke dua.

 

*Mazhab yang Dianut Aliran Qodariyah

  1.Qadariyah murni

  2.Qadariyah moderat(al qadariyah al mutawissitah)

 

*Pokok-pokok Pemikiran Aliran Qodariyah

1.  Kebebasan Manusia: Manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

2.  Tanggung Jawab: Manusia memiliki kemampuan untuk memilih antara kebaikan dan keburukan, serta akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihannya.

3.  Penolakan Takdir: Menolak pandangan bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak awal.

4.  Akal: Akal adalah instrumen penting dalam pengambilan keputusan dan tingkah laku beragama.

5.  Melawan Kezaliman: Manusia memiliki kewajiban untuk menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman.

 

*Doktrin yang Dianut Aliran Qodariyah

Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-pokok aja- ran qadariyah sebagai berikut :

Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka

Allah Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.

Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa atau Satu dalam arti bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya

Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.

 

*sumber

1.https://an-nur.ac.id/aliran-qadariyah-pengertian-dasar-dan-doktrin-ajaran/

2.https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/?srsltid=AfmBOor5OvPf3p80xJZcq-lXX6hwQQ0A2MCx5v8wY9plY_xWIcLr492q

3.https://www.kompasiana.com/saadah56/5bac4c1bbde57542ed5e4213/pengertian-dan-latar-belakang-munculnya-aliran-qodariyah#:~:text=Berkaitan%20dengan%20kemunculan,belakang%20kemunculan%20aliran

4.https://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/eduriligia/article/download/20742/8798?utm_source=chatgpt.com

5.https://en.wikipedia.org/wiki/Qadariyah

6.https://eprints.um.edu.my/3669/1/Al-Qadariyyah_dan_Perkembangannya_Dalam_Dunia_Islam.pdf?utm_source=chatgpt.com

7.https://harkaman01.wordpress.com/2013/04/08/teologi-jabariyah-dan-qadariyah/

 

 

 

KELOMPOK 6

ALIRAN MUKTAZILAH

  1. Anisa Novita A
  2. Aira Arsya S
  3. Rafika
  4. Rofiq

 

  1. Arti Aliran Mu’tazilah

Mu'tazilah adalah salah satu aliran teologi Islam atau ilmu kalam yang terkenal karena pendekatan rasionalnya dalam memahami ajaran agama. Aliran ini muncul pada awal abad ke-2 Hijriah di kota Basrah, Irak. Secara bahasa, Mu'tazilah berasal dari kata Arab i'tazala (اِعْتَزَلَ) yang berarti "memisahkan diri" atau "menjauhkan diri". Penamaan ini bermula dari sebuah peristiwa perdebatan antara Washil bin Atha' dengan gurunya, Hasan Al-Bashri, mengenai status orang mukmin yang melakukan dosa besar. Ketika Washil bin Atha' mengemukakan pandangan berbeda dan memisahkan diri dari majelis gurunya, Hasan Al-Bashri berkata, "i'tazala 'anna" (Washil telah memisahkan diri dari kita).

  1. Sebab Terjadinya Aliran Mu’tazilah

Terbentuknya aliran Mu'tazilah tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial, politik, dan teologis yang terjadi pada awal-awal peradaban Islam. Aliran ini muncul sebagai respons terhadap berbagai persoalan fundamental yang dihadapi umat Muslim saat itu. Berikut adalah beberapa sebab utama terbentuknya aliran Mu'tazilah:

  1. Perbedaan Pendapat tentang Status Pelaku Dosa Besar

Penyebab yang paling terkenal dan sering disebut sebagai "titik pecah" yang melahirkan nama Mu'tazilah. Peristiwa ini terjadi di Basrah, Irak, pada abad ke-2 Hijriah, dalam majelis pengajian Hasan Al-Bashri. Permasalahan muncul ketika umat Islam terpecah menjadi dua kubu ekstrem dalam memandang status seorang mukmin yang melakukan dosa besar (seperti membunuh atau berzina). Kaum Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar langsung menjadi kafir (keluar dari Islam). Kaum Murji'ah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin dan urusan dosanya diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.

  1. Pengaruh Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Asing

Pada masa Daulah Abbasiyah, terjadi gerakan penerjemahan besar-besaran karya-karya filsafat Yunani, seperti karya-karya Aristoteles, Plato, dan para filosof lainnya. Hal ini membawa masuknya metode berpikir rasional dan logis ke dalam tradisi keilmuan Islam. Pendekatan Rasional, kaum Mu'tazilah sangat terpengaruh oleh metode ini. Mereka percaya bahwa akal ('aql) adalah instrumen penting untuk memahami wahyu dan doktrin agama. Mereka berupaya menjelaskan persoalan-persoalan teologis dengan pendekatan logis yang sistematis. Menghindari Antropomorfisme, akibat pengaruh rasionalisme ini, mereka menafsirkan sifat-sifat Allah SWT secara metaforis untuk menghindari penyamaan sifat Allah dengan makhluk-Nya (antropomorfisme). Ini menjadi salah satu ciri khas pemikiran mereka, yang kemudian dirumuskan dalam prinsip At-Tauhid (Keesaan Allah).

  1. Dinamika Politik dan Sosial

Meskipun secara teologis Mu'tazilah muncul karena perbedaan pendapat, konteks politik juga memainkan peran penting dalam perkembangannya. Sikap Netral dalam Konflik Politik, ada teori lain yang menyatakan bahwa istilah "Mu'tazilah" sudah ada sebelum peristiwa Washil bin Atha'. Kata ini digunakan untuk menyebut kelompok yang memilih bersikap netral atau "memisahkan diri" dari perselisihan politik pasca-wafatnya Khalifah Utsman bin Affan dan selama masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Kelompok ini menolak berpihak pada salah satu faksi yang bertikai. Meskipun demikian, istilah Mu'tazilah sebagai aliran teologis yang rasional baru benar-benar menguat setelah peristiwa Washil bin Atha'.

  1. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah

Tokoh pendiri utama dari aliran Mu'tazilah adalah Washil bin Atha' (وَاَصِلُبِنْعَطَاء). Ia dikenal sebagai murid dari ulama besar Hasan Al-Bashri di Basrah, Irak. Peristiwa yang melahirkan aliran Mu'tazilah terjadi ketika Washil bin Atha' tidak setuju dengan pendapat gurunya mengenai status orang mukmin yang melakukan dosa besar. Washil bin Atha' berpendapat bahwa orang tersebut tidak bisa disebut mukmin, tetapi juga tidak bisa disebut kafir. Ia menempatkan mereka dalam "posisi di antara dua posisi" (al-manzilah baina al-manzilatain). Karena perbedaan pendapat ini, Washil bin Atha' memisahkan diri dari majelis gurunya. Inilah asal-usul nama "Mu'tazilah" yang berarti "orang yang memisahkan diri".

  1. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah

Mu'tazilah adalah aliran teologi (akidah), bukan mazhab fikih. Ilmu kalam (teologi) dan fikih adalah dua disiplin ilmu yang berbeda dalam Islam. Ilmu Kalam/Teologi, membahas tentang keyakinan atau akidah, seperti sifat-sifat Tuhan, takdir, dan status orang yang berdosa. Ilmu Fikih, membahas tentang hukum-hukum praktis ibadah dan muamalah (interaksi sosial), seperti tata cara salat, puasa, jual beli, dan pernikahan. Sehingga, tidak ada mazhab fikih yang secara khusus "dianut" oleh aliran Mu'tazilah, karena mereka tidak berfokus pada pembentukan mazhab fikih tersendiri. Namun, dalam praktiknya, para pengikut Mu'tazilah pada umumnya cenderung mengamalkan fikih dari mazhab-mazhab yang sudah ada dan diakui secara luas pada masanya. Contohnya, pada masa kejayaan Mu'tazilah, banyak ulama dan cendekiawan Mu'tazilah yang juga ahli dalam bidang fikih dan berijtihad dalam masalah hukum. Namun, pandangan mereka dalam masalah fikih tidak membentuk sebuah mazhab yang terorganisir seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, atau Hanbali. Pandangan-pandangan fikih mereka sering kali dipengaruhi oleh prinsip-prinsip teologi yang mereka anut, seperti penekanan pada akal dan keadilan, tetapi tidak secara eksklusif menjadi satu mazhab.

  1. Pokok – Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah

Pokok-pokok pemikiran aliran Mu'tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang dikenal sebagai Al-Usul Al-Khamsah (اَلْأُصُوْلُالْخَمْسَة). Kelima prinsip ini menjadi landasan teologis yang membedakan mereka dari aliran teologi lainnya.

  1. At-Tauhid (اَلتَّوْحِيْد) - Ke-Esa-an Allah

Prinsip ini menegaskan bahwa Allah itu Esa secara mutlak, baik dari segi zat maupun sifat. Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Allah yang terpisah dari zat-Nya, karena menurut mereka, mengakui sifat-sifat yang kekal (qadim) selain zat-Nya akan mengarah pada pengingkaran terhadap keesaan-Nya. Penerapan, Mereka menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an yang secara lahiriah menggambarkan Allah memiliki sifat fisik (seperti tangan, mata, atau berada di atas Arsy) secara metaforis. Mereka juga berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk yang diciptakan, bukan firman yang kekal, karena jika Al-Qur'an kekal, akan ada dua yang kekal: Allah dan Al-Qur'an.

  1. Al-'Adl (اَلْعَدْل) - Keadilan Allah

Prinsip ini menekankan bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim. Keadilan Allah ini ditegaskan dengan cara memberikan kebebasan penuh kepada manusia untuk berkehendak dan bertindak. Penerapan, Manusia bertanggung jawab penuh atas perbuatan baik dan buruknya. Allah tidak menciptakan perbuatan buruk manusia, karena hal itu akan bertentangan dengan sifat keadilan-Nya. Manusia memilih perbuatannya, dan Allah akan membalasnya sesuai dengan pilihan tersebut. Prinsip ini berlawanan dengan paham fatalisme (takdir mutlak) yang dianut oleh sebagian aliran lain.

  1. Al-Wa'd wa Al-Wa'id (اَلْوَعْدُوَالْوَعِيْد) - Janji dan Ancaman

Prinsip ini menyatakan bahwa Allah pasti akan menepati janji-Nya (pahala) bagi orang yang taat dan ancaman-Nya (siksa) bagi orang yang berbuat maksiat. Penerapan, jika seseorang meninggal dalam keadaan beriman dan taat, ia pasti masuk surga. Sebaliknya, jika ia meninggal dalam keadaan berbuat dosa besar tanpa bertobat, ia pasti masuk neraka. Prinsip ini menjadi konsekuensi logis dari prinsip keadilan Allah, karena tidak adil jika ancaman-Nya tidak terwujud.

  1. Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (اَلْمَنْزِلَةُبَيْنَالْمَنْزِلَتَيْن) - Posisi di Antara Dua Posisi

Prinsip ini merupakan jawaban Mu'tazilah terhadap perdebatan tentang status pelaku dosa besar. Penerapan, seorang mukmin yang melakukan dosa besar (seperti mencuri atau berzina) tidak lagi disebut mukmin secara sempurna, tetapi juga tidak bisa disebut kafir. Mereka berada di posisi perantara, yang disebut fasik. Jika pelaku dosa besar tersebut meninggal tanpa bertaubat, maka ia akan masuk neraka dan kekal di dalamnya.

  1. Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-Nahy 'an Al-Munkar (اَلْأَمْرُبِالْمَعْرُوْفِوَالنَّهْيُعَنِالْمُنْكَر) - Menyeru Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran

Prinsip ini mewajibkan setiap muslim untuk menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan. Penerapan, bagi Mu'tazilah, kewajiban ini tidak hanya berlaku dalam lingkup personal, tetapi juga dalam lingkup sosial dan politik, bahkan jika harus melawan penguasa yang zalim. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini bisa dilakukan dengan lisan, tangan, atau hati, tergantung pada kemampuan dan situasi.

  1. Doktrin Aliran Mu’tazilah

Doktrin utama aliran Mu'tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang dikenal sebagai Al-Usul Al-Khamsah (اَلْأُصُوْلُالْخَمْسَة). Kelima prinsip ini saling berkaitan dan membentuk kerangka teologis yang khas, yang menempatkan akal sebagai instrumen penting dalam memahami wahyu. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai setiap doktrin tersebut:

  1. At-Tauhid (اَلتَّوْحِيْد) - Ke-Esa-an Allah

Prinsip ini adalah inti dari seluruh doktrin Mu'tazilah. Mereka memahami tauhid secara mutlak, menolak segala bentuk antropomorfisme (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk-Nya). Penolakan Sifat Kekal, mu'tazilah berpendapat bahwa sifat-sifat Allah (seperti ilmu, kehendak, dan pendengaran) tidak terpisah dari zat-Nya. Jika sifat-sifat itu dianggap kekal secara terpisah, maka akan ada lebih dari satu zat yang kekal (qadim), yang bertentangan dengan konsep keesaan. Al-Qur'an adalah Makhluk, konsekuensi dari prinsip ini adalah keyakinan mereka bahwa Al-Qur'an adalah makhluk yang diciptakan (makhluq), bukan kekal (qadim). Mereka berargumen bahwa jika Al-Qur'an dianggap kekal, maka akan ada dua yang kekal: Allah dan Al-Qur'an.

  1. Al-'Adl (اَلْعَدْل) - Keadilan Allah

Prinsip ini menegaskan bahwa Allah adalah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim. Keadilan ini menuntut bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak (freewill) penuh atas tindakannya. Manusia Mencipta Perbuatannya, mu'tazilah meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri, baik yang baik maupun yang buruk, dan bertanggung jawab penuh atasnya. Allah tidak menciptakan perbuatan buruk manusia, karena hal itu akan bertentangan dengan keadilan-Nya. Allah hanya menciptakan kemampuan (daya) bagi manusia untuk bertindak. Tanggung Jawab Penuh, dengan kebebasan ini, Allah berhak memberikan pahala atau siksa. Jika Allah yang menciptakan perbuatan manusia, maka tidak adil jika manusia dihukum atas perbuatan yang bukan kehendaknya.

  1. Al-Wa'd wa Al-Wa'id (اَلْوَعْدُوَالْوَعِيْد) - Janji dan Ancaman

Prinsip ini merupakan konsekuensi logis dari prinsip keadilan Allah. Mu'tazilah meyakini bahwa Allah pasti akan menepati janji-Nya untuk memberikan pahala dan ancaman-Nya untuk memberikan siksa. Janji dan Ancaman Pasti, Allah tidak mungkin mengingkari janji-Nya (surga bagi orang saleh) dan ancaman-Nya (neraka bagi pelaku maksiat). Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa mengingkari janji adalah perbuatan tidak adil dan tidak pantas bagi Tuhan. Keabadian Siksa, seseorang yang meninggal dalam keadaan berbuat dosa besar tanpa bertaubat akan kekal di dalam neraka.

  1. Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (اَلْمَنْزِلَةُبَيْنَالْمَنْزِلَتَيْن) - Posisi di Antara Dua Posisi

Prinsip ini adalah solusi Mu'tazilah terhadap perdebatan tentang status pelaku dosa besar yang menjadi pemicu awal terbentuknya aliran ini. Status Fasik, seorang mukmin yang melakukan dosa besar (seperti mencuri atau berzina) tidak lagi disebut mukmin secara sempurna, tetapi juga tidak bisa disebut kafir. Ia berada di "posisi perantara," yaitu fasik. Konsekuensi Akhirat, seseorang yang meninggal dalam keadaan fasik dan tidak bertaubat akan kekal di neraka, namun siksanya lebih ringan dibandingkan siksa bagi orang kafir.

  1. Al-Amr bi Al-Ma'ruf wa An-Nahy 'an Al-Munkar (اَلْأَمْرُبِالْمَعْرُوْفِوَالنَّهْيُعَنِالْمُنْكَر) - Menyuruh Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran.

Prinsip ini mewajibkan setiap muslim untuk menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan. Kewajiban Sosial, kewajiban ini tidak hanya bersifat personal, tetapi juga merupakan tanggung jawab sosial. Melawan Penguasa Zalim, dalam pandangan Mu'tazilah, prinsip ini bisa diimplementasikan bahkan dengan melawan penguasa yang dianggap zalim, meskipun mereka mengakui bahwa tindakan tersebut harus dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan sesuai dengan kemampuan.

  1. Sekte – Sekte Aliran Mu’tazilah

Mu'tazilah bukanlah aliran tunggal yang seragam. Seiring berjalannya waktu dan penyebaran pemikirannya, muncul perbedaan pandangan di antara para pengikutnya, yang kemudian melahirkan berbagai sekte. Perpecahan ini umumnya terjadi karena perbedaan interpretasi terhadap lima prinsip dasar (Al-Usul Al-Khamsah) atau isu-isu teologis lainnya. Berikut adalah beberapa sekte utama dalam aliran Mu'tazilah:

  1. Sekte Al-Washiliyah

Sekte ini adalah sekte paling awal dan merupakan pengikut langsung dari Washil bin Atha', pendiri Mu'tazilah. Mereka adalah kelompok pertama yang merumuskan konsep Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (posisi di antara dua posisi) dan mengawali pendekatan rasional dalam teologi.

  1. Sekte Al-Hudaliyah

Didirikan oleh Abu Al-Hudail Al-Allaf, sekte ini memiliki pandangan yang lebih ekstrem dalam beberapa hal. Al-Hudail adalah salah satu tokoh Mu'tazilah yang paling menonjol. Ia dikenal karena mempopulerkan teori atom dalam kalam, yang digunakan untuk menjelaskan keberadaan dan kehendak Allah.

  1.  Sekte An-Nazzamiyah

Sekte ini didirikan oleh Ibrahim bin Sayyar An-Nazzam, yang merupakan murid dari Al-Hudail. An-Nazzam dikenal dengan pemikirannya yang unik dan sering kali berseberangan dengan pandangan mayoritas Mu'tazilah.

v  Beberapa pandangan khasnya:

Ø  Ia menolak teori atom dan berpendapat bahwa materi tersusun dari bagian-bagian yang tidak dapat dibagi lagi.

Ø  Ia juga memiliki pandangan yang berbeda tentang mukjizat, menafsirkan sebagian mukjizat Nabi Muhammad secara rasional.Sekte Al-Jahiziyah

Sekte ini didirikan oleh Abu Utsman Amr bin Bahr Al-Jahiz, seorang penulis dan ahli sastra terkemuka dari Basrah. Pemikiran Al-Jahiziyah tidak jauh berbeda dari Mu'tazilah pada umumnya, tetapi ia memiliki beberapa pandangan khusus, terutama tentang konsep 'iradah' (kehendak) Allah.

  1. Sekte Al-Juba'iyah

Sekte ini dipimpin oleh Abu Ali Muhammad Al-Jubba'i dan putranya, Abu Hasyim. Sekte ini merupakan sekte Mu'tazilah yang dominan di akhir masa kejayaannya. Mereka mengembangkan pemikiran Mu'tazilah ke arah yang lebih sistematis dan filosofis.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.researchgate.net/publication/377067231_Kontruksi_Madzhab_Hadis_Mu'tazilah_Studi_Analisis_aliran_Mu'tazilah_dalam_memahami_Hadis

https://alhikmah.ac.id/sejarah-munculnya-mutazilah/

https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq

https://an-nur.ac.id/pokok-ajaran-mutazilah/

 

 

 

KELOMPOK 7

ALIRAN ASYARIYAH

  1. Afitaneza Kuncoro/02
  2. Naufal Hanafi A.F./26
  3. Regita Ardha F./28
  4. Sallama Heaven/32

 

•ARTI ALIRAN

Asy’ariyyah adalah kelompok yang menisbahkan diri mereka kepada imam Abu Hasan Al Asy’ari –rahimahullah-, Abu Hasan al Asy’ari ini telah melewati beberapa fase (dalam kehidupannya). Pada tahap pertama beliau sebagai mu’tazilah sekitar selama 40 tahun, kemudian beliau kembali dan mengikuti pendapat Abdullah bin Sa’id bin Kullab dan terpengaruh olehnya, inilah fase kedua beliau. Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah- termasuk orang yang paling keras (menentang) Abdullah bin Sa’id bin Kullab dan kepada pengikutnya seperti Harits dan yang lainnya, sebagaimana yang dikabarkan oleh Ibnu Khuzaimah akan hal itu”.

 

•SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN

Aliran Asy Ariyah yang mendapatkan dukungan dari berbagai pemerintah Islam. Salah satunya Dinasti Gaznawi (India) pada abad ke 11-12 M. Karena itu, paham Asy Ariyah menyebar di India. Sejarah aliran Asy Ariyah tidak bisa dilepaskan dari tokoh pendirinya yaitu Abu Hasan Ali bin Isma'il Al Asy'ari. Sebutan aliran ini diambil dari nama kabilah yang melahirkan Abu Hasan.

    Abu Hasan mulai belajar tentang ilmu kalam kepada ayah tirinya, yaitu seorang tokoh Mu'tazilah bernama Abu 'Ali Al-Jubbai. Maka, dapat dipastikan Abu Hasan pada awalnya beraliran Mu'tazilah. Meski berstatus anak tiri, ia menjadi murid kesayangan Abu 'Ali Al-Jubbai. Dalam hal kemampuan berbicara dan berdebat, Abu Hasan juga tidak kalah hebat dari gurunya. Namun, dalam perkembangannya, Abu Hasan memilih meninggalkan aliran Mu'tazilah sekalipun ia sempat mempelajari paham ini secara mendalam dan bersungguh-sungguh. Ihwal keputusan Abu Hasan itu bermula dari perdebatan serius antara ia dengan gurunya, Abu Ali Al-Jubbai. Diakhir perdebatan, Abu Ali Al-Jubbai tidak dapat menjawab pertanyaan Abu Hasan. Hal tersebut membuat Abu Hasan mulai meragukan paham Mu'tazilah.

 

•TOKOH PENDIRINYA

Tokoh utama pendiri aliran Asy'ariyah adalah Abu Hasan al-Asy'ari. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Basrah pada tahun 260 H/874 M dan meninggal di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Aliran Asy'ariyah dinamakan sesuai dengan namanya, dan ia menjadi tokoh sentral dalam pengembangan pemikiran ini.

 

MAHZAB YANG DIANUT ALIRAN

Adapun pengertian dari ayariyah sendiri adalah madzhab teologi yang di sandarkan kepada imam abul hasan al-asy'ari (w. 324H/936M). Asy'ariyah mengambil dasar keyakinan dari kullabiyah, yaitu pemikiran dari abu muhammad bin kullab dalam menyakini sifat-sifat allah. Kemudian mengedepankan akal(rasional) diatas tekstur ayat(nash) dalam memahami al-quran dan hadis

 

•POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN

a. Sifat Tuhan

Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat Allah SWT berbeda dari makhluk. Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda dengan manusia yang bisa mendengar.

b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.

c. Keadilan Tuhan

Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-Nya.

d. Melihat Tuhan di Akhirat

Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak. Perihal bagaimana manusia bisa melihat Zat Tuhan ketika di akhirat kelak, aliran Asy’ariyah menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.

e. Dosa Besar

Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.

Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka. Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan ke dalam surga-Nya.

 

• DOKTRIN ALIRAN

1. Allah dan Sifat-Sifat-Nya

Dalam pandangan teologi Asy’ariyah Allah mempunyai sifat melihat (bashir). Allah mempunyai sifat mendengar (sami’). Allah mempunyai sifat mengetahui (alim) .

2.Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Dalam paham teologi Asy’ariyah tentang kebebasan dalam berkehendak (free will), Kehendak manusia itu timbul dari perbuatan Allah, sedangkan manusia tidak ada daya untuk berkehendak bebas atas dirinya sendiri.

3.Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk.

Teologi Asy’ariyah memandang akal memiliki batasan-batasan yang tidak dapat dijangkau oleh aspek iman, karena iman berkenaan dengan hal-hal yang non-materi atau adikodrati.

4.Bantahan tentang Qadimnya Al-Qur’an

Bantahan tentang Qadimnya Al-Qur’an dalam teologi Asy’ariyah dipengaruhi oleh pandangan mu’tazilah yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk (diciptakan). Maka Asy’ariyah membantah bahwa Al-Qur’an itu bukan makhluk (diciptakan) namun posisinya sebagai kalamullah (firman Allah).

5.Melihat Allah

Teologi Asy’ariyah menyatakan bahwa Allah dapat dilihat manusia kelak di hari kiamat, namun karena sifat Allah yang lebih luas daripada pemahaman manusia, maka kelak di akhirat akal manusia tidak mampu menjabarkan secara detail dari pemahaman tentang wujud Allah.

6.Keadilan

Keadilan Allah dalam pandangan teologi Asy’ariyah berarti Allah mempunyai kehendak mutlak dalam setiap makhluknya, tidak ada yang dapat mengintervensi. Allah dapat berkehendak bebas, entah itu memasuk orang ke surga ataupun ke neraka.

7.Kedudukan Orang yang Berdosa

Asy’ariyah menolak pandangan dari Mu’tazilah tentang “al-Manzilah baina al-manzilatain” (berada di posisi antara dua posisi). Bagi mereka iman itu merupakan lawan dari kufur, tentunya segala sesuatu harus berada disalah satu bagian tersebut. Namun seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak layak dikatakan kufur, namun statusnya hanyalah fasik atau pelaku maksiat. Keimanan seseorang hanya bisa hilang tatkala ia melakukan hal yang kufur.

 

•SEKTE-SEKTE ALIRAN

 

Tidak terdapat sekte dari aliran asy'ariyah

 

•REFERENSI:

 https://almanhaj.or.id/14109-siapakah-asyariyyah-itu-apakah-termasuk-ahlus-sunnah.html

https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU

https://ibtimes.id/inilah-tujuh-doktrin-pokok-teologi-asyariyah/

https://www.kompasiana.com/sriwuci8750/5bac7286ab12ae78ce7bbc05/manhaj-pemikiran-sekte-asyariyah

 

 

KELOMPOK 8

ALIRAN MATURIDIYAH

1.Ahmad tri prasetya A. (3)

2.Anisa novita sari (9)

3.Arina rusdza (12)

4.Mega ayu niswandari (23)

 

 

~ Arti Aliran

Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.

Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

 

~ Sebab Terbentuknya Aliran

Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pe- mikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipenga- ruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Muk- tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan ten-gah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

 

~ Tokoh Pendiri Aliran

TOKOH PENDIRI MATURIDIYAH adalah Abu Mansur Al Maturidi. Beliau adalah seorang ulama Persia, ahli fikih Hanafi, pembaharu, dan teolog skolastik. Aliran Maturidiyah yang didirikannya merupakan salah satu dari dua mazhab akidah dalam Islam Sunni, selain Asy'ariyah.

Abu Mansur Al Maturidi lahir di Maturid (atau Maturit) sekitar tahun 238 H/852 M dan wafat pada tahun 333 H/944 M di Samarkand. Beliau dikenal karena pemikirannya yang menekankan penggunaan akal pikiran (rasionalisme teologis) dalam menafsirkan Al-Qur'an dan hadis, serta dalam mempertahankan akidah Islam.

Aliran Maturidiyah yang didirikan oleh Al Maturidi menjadi mazhab akidah yang dominan di kalangan Muslim Sunni di Transoksiana (Asia Tengah) dan kemudian menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Kesultanan Utsmaniyah dan Mughal India.

 

~ Madzhab yang Dianut Aliran

Madzhab Aliran Maturidiyah

Golongan

Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

Golongan Buhara

Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr

Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.

 

~ Pokok Pokok Pemikiran Aliran

Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

 

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengerti- annya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjuk- kan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pen- dirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pe- mikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipenga- ruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Muk- tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan ten-gah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

 

~ Doktrin Aliran

•Akal dan Wahyu

Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.

 

•Perbuatan Manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.

•Sifat Tuhan

Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.

•Melihat Tuhan

Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.

•Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.

•Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

•Pengutusan Rasul

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

•Pelaku Dosa Besar

Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.

•Iman

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:

 

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 1 : ISLAM WASATHIYAH - AKIDAH AKHLAK KELAS X (SMT GENAP)

BAB 4 : KISAH TELADAN NABI LUTH KELAS X (SMT GENAP)

NILAI ASAT BAHASA JAWA KELAS XI F1-F7