AKIDAH AKHLAK KELAS XI F2 ALIRAN KALAM
AKIDAH AKHLAK
ALIRAN ALIRAN KALAM
KELAS XI F2
KELOMPOK 1
ALIRAN KHAWARIJ
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aida Nur Hidayah | IX. F2 | 03 |
2. | Andrean Saputra | IX. F2 | 06 |
3. | Balqis Shiratul Hikmah | IX. F2 | 09 |
4. | Oktaviani Wahyu Ningsih | IX. F2 | 25 |
5. | M.Ridho Ardiansyah | IX. F2 | 36 |
A. Pengertian Khawarij
Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.
Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:
وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاࣖ ١٠٠
Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang
B. Sejarah Terbentuknya Khawarij
Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.
Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.
Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.
Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).
C. Tokoh Pendiri Khawarij
Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:
a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi
Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
b. Nafi' bin al-Azraq
Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.
c. Najdah bin Amir al-Hanafi
Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.
d. Abdullah bin Ibadh
Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.
Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.
D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.
1. Doktrin Politik
Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman
d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.
e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.
f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.
2. Doktrin Teologi
Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.
b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).
c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.
d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).
3. Doktrin Sosial
Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Amar ma'ruf nahi mungkar
b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).
c) Al Qur'an adalah makhluk
d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan
E. Sekte-sekte Aliran Khawarij
Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."
Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:
1. Al-muhakkimah
Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.
2. Az-zariqoh
Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.
3. Najdat
Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.
4. Ajjaridah
Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:
a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.
b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.
c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.
d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.
e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.
Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Maimuniyah
2) Asy-Syu'aibiyauh
Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.
5. Surfiyah
Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.
Pendapat paham Surfiyah:
a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..
b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.
c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh
diperangi adalah daerah kampung pemerintah.
d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.
e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.
Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:
· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.
· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.
6. Ibadiyah
Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.
Ajaran-Ajaran Ibadiyah:
a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.
b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.
c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.
d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.
Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.
F. Madzhab Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit
G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam :
Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah :
Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :
Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
KELOMPOK : 2
ALIRAN KALAM SYIAH
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aisha Nafi'a Fatahunnisa' | XI F2 | 04 |
2. | Habibah Orisa Harmania | XI F2 | 12 |
3. | Qhais Gibran Al Maghfira | XI F2 | 28 |
4. | Saskirana Saika Putri | XI F2 | 30 |
1. Pengertian Aliran Syiah
Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.
2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah
Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.
3. Tokoh Pendiri
Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.
4. Madzhab yang Dianut
Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada
12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap
keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.
5. Pokok Pemikiran
Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.
6. Doktrin Aliran Syiah
Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
7. Sekte Aliran Syiah
Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah
https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah
https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah
KELOMPOK 3
ALIRAN MURJIAH
1. Muhammad Rofi'u Andrea ( 22 )
2. Naisya Gilda A.Ts ( 23 )
3. Nur Sofienada Salsabila ( 24 )
4. Prabu Akbar Hibatullah ( 26 )
5. Sekar Arum Pertiwi ( 32 )
PENGERTIAN MURJI'AH
Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau masalah yang terjadi kepada Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH
Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:
1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.
2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij
· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.
· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.
3. Upaya meredam perpecahan umat
· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.
· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.
4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal
· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?
· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.
C. TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.
Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:
1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).
· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.
2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)
· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.
· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.
3. Jahm bin Shafwan
· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.
4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān
· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.
D. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:
1. Murji’ah Moderat
· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.
· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.
· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.
2. Murji’ah Ekstrem
· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).
· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.
· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.
E. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH
Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:
1. Definisi iman
· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.
2. Sikap terhadap pelaku dosa besar
· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.
· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.
3. Konsep irja’ (menangguhkan)
· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.
· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.
4. Keselamatan orang beriman
· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.
5. Tujuan pemikiran
· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.
· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.
F. DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH
Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Iman terletak di hati dan lisan
· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.
2. Pelaku dosa besar tetap mukmin
· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.
· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.
3. Irja’ (menangguhkan vonis)
· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.
· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.
4. Keselamatan karena rahmat Allah
· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.
5. Persatuan umat
· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.
· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.
G. SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH
Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:
1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat
Ciri utama:
· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.
· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.
· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.
· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.
2. Murji’ah Ekstrem
Ciri utama:
· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).
· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.
· Tokoh: Jahm bin Shafwan.
· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.
3. Murji’ah Qadariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).
· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.
4. Murji’ah Jabariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).
· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah. Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).
https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index
KELOMPOK 4
ALIRAN JABBARIYAH
Almira Salsabila /06 /XI. F2
Azalia Awandini /07 /XI. F2
Kirani Cahya A. /18/ XI. F2
Robby A. M. /29 /XI. F2
Satria Surya Jati /31 /XI. F2
A. Pengertian Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan
pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak
dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada
pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,
telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya
berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas
apa yang terjadi pada dirinya.
Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti
“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa
manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan
B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.
Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin
Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah
kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,
khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"
sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah
(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).
C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama
(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi
Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini
cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan
semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.
D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah
Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran
ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham
lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin
Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh
An-Najjar dan Ad-Dhirar.
1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan
Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,
Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.
5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian
populer di kalangan umat Islam kala itu.
Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak
memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.
Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah
sosok pasif dalam kehidupan dunia.
Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah
kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika
surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha
Kekal.
2. An-Najjar dan Ad-Dhirar
Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa
Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat
manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.
Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut
ini:
“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).
Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang
mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).
Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,
maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau
memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi
perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia
mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala
perbuatannya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah
Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)
yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran
Jabariyah sebagai berikut:
1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.
2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk
neraka.
3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.
5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki
kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.
6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.
F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah
Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih
berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari
paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun
pilihan dalam setiap tindakannya.
Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah
semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena
perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan
siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm
bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :
Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah
antara Jabariyah dan Qadariyah.
Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:
1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh
manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm
bin Shofwan.
2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang
kekal.
3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan
melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat
keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat
kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,
tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.
5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.
6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam
mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori
kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi
seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah
Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia
dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.
Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.
Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh
pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan
kemunculan sekte jabariyah.
Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar
luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.
Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah
ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,
keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun
berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan
jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab
Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,
ilmu kalam, 2009:64").
Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah
pertengahan (moderat).
Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.
Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.
Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di
Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.
Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering
membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan
beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau
berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya
untuk disebarluaskan.
8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat
KELOMPOK 5
ALIRAN QODARIYAH
1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13
2 Lina Hanifah XI-F2 /19
3 Lisna May Utami XI-F2 /20
4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33
1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:
1. Reaksi terhadap Jabariyah:
Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat
bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.
2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:
Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan
ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.
3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari
keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan
kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.
4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:
Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.
5. Upaya mencari keadilan Allah:
Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.
Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.
3. TOKOH PENDIRI ALIRAN
Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.
Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.
4. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.
5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH
Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.
6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH
Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.
7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH
Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;
a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/
https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf
https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah
KELOMPOK 6
ALIRAN MUKTAZILAH
1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08
2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17
3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27
4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35
A. Pengertian Aliran Mu’tazilah
Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan
akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama
Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya
memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang
terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang
banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung
menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung
mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga
mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran
Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah
makhluk.
B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah
Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2
Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan
pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum
kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang
kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.
Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan
menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa
juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara
dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).
Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada
kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’
memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.
Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi
aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer
dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara
pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut
yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),
dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).
C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah
Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang
penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir
di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H
atau 684-705 M).7
Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)
dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang
melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar
dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang
hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan
pengikutnya.
Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan
mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat
khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-
132 H atau 744-750 M).
Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota
Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan
ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka
kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.
Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :
1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap
di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.
Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa
Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12
2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir
di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan
al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.
Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13
3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,
dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.
4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil
di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan
akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia
adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu
Hasan al-Asy’ari.
Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :
1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah
di Bagdad.
2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang
buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.
3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih
dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah
selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang
monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8
4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.
(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih
dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran
Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan
menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat
banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul
al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.
D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang
disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat
dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya
dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah
masalah teologis lainnya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah
1. Tentang status pelaku dosa besar
Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan
ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di
antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu
manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar
adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak tegas dalam nas.
2. Tentang iman dan kufur
Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar
menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika
meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun
siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.
3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.
Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang
bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal
hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil
dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9
Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa
manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah
sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang
menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk
melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan
adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)
: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.
Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di
antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan
mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan
manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada
artinya.
4. Tentang sifat sifat Allah
Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.
Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.
5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan
Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung
memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan
tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan
untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.
Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala
perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada
hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih
dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak
mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan
yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)
yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di
alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.
Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan
memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada
manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya
(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan
surat al-Kahfi (18) : 49. 1710
F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah
Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi
fondasi pemikiran mereka, yaitu:
1. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk
antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat
Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak
memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan
Nya.
2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)
Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.
Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung
jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah
yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)
Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat
pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa
besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.
4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan
tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi
teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.
5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah
Kemungkaran)
Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.
Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak
kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.
G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah
Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi
menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif
ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan
penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11
representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal
pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.
Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al
Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al
Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut
kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte
itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut
Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah
(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan
masih banyak lagi sekte lainnya.
1. Hudzailiyah
Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin
Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada
tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak
mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah
(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).
Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah
berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.
Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena
itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.
2. Nadhdhamiyah
Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin
Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu
pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah
yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk
berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan
dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.
Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila
dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang
dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.
Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak
yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak
menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.
Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah
merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.
3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12
Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i
(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk
kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan
rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.
Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan
keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha
Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka
kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan
fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan
(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.
Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan
terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai
bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi
pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang
sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa
besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang
kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/
https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq
https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan
ajarannya-1677510168
https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama
islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586
https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc
https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101
https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan
Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1
https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh
https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah
https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah
https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1
https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/
KELOMPOK 7
ALIRAN ASYARIYAH
1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2
2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2
3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2
4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2
1. Pengertian aliran asy’ariyah
Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak
dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-
Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah
waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan
Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir
aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi
Muhammad Saw sampai pada para sahabat.
Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan
ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam
berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah
SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang
melakukan dosa.
2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah
Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu
‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam
berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri
dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli
Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak
mempelajari
‘aqidah berdasarkan metode mereka.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari
Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan
nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-
Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya
kelemahan paham Muktazilah.
Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah
yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.
3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah
Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama
besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri
mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah
(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari
sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama
dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.
Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh
Mu’tazilah.
Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian
menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain
meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari
mengalami titik balik.
Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan
Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan
logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku
bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti
sunnah.
Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa
dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian
merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli
(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.
Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia
rintis menjadi
salah
satu tonggak utama dalam
sejarah pemikiran
Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil
membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.
4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah
Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul
Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk
penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-
Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal
Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti
mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.
Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh
mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,
Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.
5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah
Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan
penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat
sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran
aliran Asy’ariyah:
a. Sifat Tuhan
Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat
Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda
dengan manusia yang bisa mendengar.
b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia
Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk
menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.
c. Keadilan Tuhan
Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat
merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-
Nya.
d. Melihat Tuhan di Akhirat
Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah
kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah
menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.
e. Dosa Besar
Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar
layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau
tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.
Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.
Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan
ke dalam surga-Nya
6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah
Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah
a. Sifat-sifat
Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut
sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.
b .Al-Qur’an.
Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
c. Melihat
Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
d. Perbuatan
Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh
manusia itu sendiri.
e. Keadilan Tuhan
Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan
tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab
Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
f. Muslim yang berbuat
Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya
tidaklah kafir dan tetap mukmin.
versi singkatnya:
-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan
mempunyai wujud di luar.
-Al-Qur’an bersifat qadim
-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan
-Tuhan dapat dilihat
-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,
tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban
yang tak dapat dipikul.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-
DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]
https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846
https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah
https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-
maturidiyah
https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU
https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya
KELOMPOK 8
MATURIDIYAH
Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)
2. Dania Rahmawati (11)
3. Ibrahim Nazran Putranto (15)
4. Siva Aulia Qirani Putri (34)
A. Pengertian Aliran Maturidiyah
Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.
Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.
Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.
Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.
B. Sebab Terbentuknya Aliran
Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:
1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.
Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.
2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.
Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.
3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.
Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.
4. Pengaruh Abu Hanifah.
Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.
5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.
Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.
C. Tokoh Pendiri Aliran
1. Al-matudiriyah samarkhan.
Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)
Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.
Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.
Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.
Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.
2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara
Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)
Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah
a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.
b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.
D. Mazhab yang dianut Aliran
1. Golongan
Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.
2. Golongan Buhara
Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.
E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran
Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.
1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam
Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.
2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio
Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.
b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.
c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.
Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.
3. Perbuatan Manusia
Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.
Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)
Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.
4. Janji dan Ancaman
Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.
Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.
F. Doktrin-doktrin Aliran
1. Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.
2. Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4. Sifat Tuhan
Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.
5. Melihat tuhan
Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”
Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.
7. Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8. Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9. Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10. Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14
G. Sekte sekte aliran maturidiyah
a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.
b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.
Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/
https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q
ALIRAN ALIRAN KALAM
KELAS XI F2
KELOMPOK 1
ALIRAN KHAWARIJ
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aida Nur Hidayah | IX. F2 | 03 |
2. | Andrean Saputra | IX. F2 | 06 |
3. | Balqis Shiratul Hikmah | IX. F2 | 09 |
4. | Oktaviani Wahyu Ningsih | IX. F2 | 25 |
5. | M.Ridho Ardiansyah | IX. F2 | 36 |
A. Pengertian Khawarij
Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.
Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:
وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاࣖ ١٠٠
Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang
B. Sejarah Terbentuknya Khawarij
Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.
Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.
Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.
Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).
C. Tokoh Pendiri Khawarij
Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:
a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi
Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
b. Nafi' bin al-Azraq
Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.
c. Najdah bin Amir al-Hanafi
Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.
d. Abdullah bin Ibadh
Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.
Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.
D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.
1. Doktrin Politik
Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman
d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.
e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.
f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.
2. Doktrin Teologi
Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.
b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).
c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.
d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).
3. Doktrin Sosial
Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Amar ma'ruf nahi mungkar
b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).
c) Al Qur'an adalah makhluk
d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan
E. Sekte-sekte Aliran Khawarij
Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."
Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:
1. Al-muhakkimah
Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.
2. Az-zariqoh
Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.
3. Najdat
Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.
4. Ajjaridah
Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:
a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.
b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.
c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.
d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.
e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.
Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Maimuniyah
2) Asy-Syu'aibiyauh
Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.
5. Surfiyah
Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.
Pendapat paham Surfiyah:
a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..
b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.
c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh
diperangi adalah daerah kampung pemerintah.
d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.
e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.
Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:
· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.
· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.
6. Ibadiyah
Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.
Ajaran-Ajaran Ibadiyah:
a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.
b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.
c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.
d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.
Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.
F. Madzhab Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit
G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam :
Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah :
Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :
Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
KELOMPOK : 2
ALIRAN KALAM SYIAH
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aisha Nafi'a Fatahunnisa' | XI F2 | 04 |
2. | Habibah Orisa Harmania | XI F2 | 12 |
3. | Qhais Gibran Al Maghfira | XI F2 | 28 |
4. | Saskirana Saika Putri | XI F2 | 30 |
1. Pengertian Aliran Syiah
Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.
2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah
Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.
3. Tokoh Pendiri
Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.
4. Madzhab yang Dianut
Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada
12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap
keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.
5. Pokok Pemikiran
Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.
6. Doktrin Aliran Syiah
Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
7. Sekte Aliran Syiah
Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah
https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah
https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah
KELOMPOK 3
ALIRAN MURJIAH
1. Muhammad Rofi'u Andrea ( 22 )
2. Naisya Gilda A.Ts ( 23 )
3. Nur Sofienada Salsabila ( 24 )
4. Prabu Akbar Hibatullah ( 26 )
5. Sekar Arum Pertiwi ( 32 )
PENGERTIAN MURJI'AH
Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau masalah yang terjadi kepada Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH
Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:
1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.
2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij
· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.
· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.
3. Upaya meredam perpecahan umat
· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.
· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.
4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal
· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?
· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.
C. TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.
Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:
1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).
· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.
2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)
· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.
· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.
3. Jahm bin Shafwan
· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.
4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān
· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.
D. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:
1. Murji’ah Moderat
· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.
· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.
· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.
2. Murji’ah Ekstrem
· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).
· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.
· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.
E. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH
Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:
1. Definisi iman
· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.
2. Sikap terhadap pelaku dosa besar
· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.
· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.
3. Konsep irja’ (menangguhkan)
· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.
· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.
4. Keselamatan orang beriman
· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.
5. Tujuan pemikiran
· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.
· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.
F. DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH
Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Iman terletak di hati dan lisan
· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.
2. Pelaku dosa besar tetap mukmin
· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.
· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.
3. Irja’ (menangguhkan vonis)
· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.
· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.
4. Keselamatan karena rahmat Allah
· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.
5. Persatuan umat
· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.
· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.
G. SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH
Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:
1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat
Ciri utama:
· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.
· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.
· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.
· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.
2. Murji’ah Ekstrem
Ciri utama:
· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).
· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.
· Tokoh: Jahm bin Shafwan.
· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.
3. Murji’ah Qadariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).
· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.
4. Murji’ah Jabariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).
· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah. Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).
https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index
KELOMPOK 4
ALIRAN JABBARIYAH
Almira Salsabila /06 /XI. F2
Azalia Awandini /07 /XI. F2
Kirani Cahya A. /18/ XI. F2
Robby A. M. /29 /XI. F2
Satria Surya Jati /31 /XI. F2
A. Pengertian Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan
pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak
dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada
pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,
telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya
berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas
apa yang terjadi pada dirinya.
Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti
“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa
manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan
B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.
Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin
Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah
kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,
khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"
sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah
(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).
C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama
(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi
Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini
cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan
semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.
D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah
Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran
ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham
lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin
Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh
An-Najjar dan Ad-Dhirar.
1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan
Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,
Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.
5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian
populer di kalangan umat Islam kala itu.
Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak
memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.
Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah
sosok pasif dalam kehidupan dunia.
Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah
kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika
surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha
Kekal.
2. An-Najjar dan Ad-Dhirar
Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa
Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat
manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.
Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut
ini:
“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).
Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang
mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).
Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,
maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau
memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi
perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia
mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala
perbuatannya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah
Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)
yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran
Jabariyah sebagai berikut:
1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.
2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk
neraka.
3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.
5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki
kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.
6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.
F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah
Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih
berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari
paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun
pilihan dalam setiap tindakannya.
Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah
semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena
perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan
siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm
bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :
Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah
antara Jabariyah dan Qadariyah.
Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:
1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh
manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm
bin Shofwan.
2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang
kekal.
3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan
melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat
keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat
kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,
tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.
5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.
6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam
mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori
kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi
seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah
Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia
dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.
Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.
Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh
pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan
kemunculan sekte jabariyah.
Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar
luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.
Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah
ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,
keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun
berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan
jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab
Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,
ilmu kalam, 2009:64").
Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah
pertengahan (moderat).
Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.
Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.
Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di
Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.
Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering
membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan
beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau
berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya
untuk disebarluaskan.
8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat
KELOMPOK 5
ALIRAN QODARIYAH
1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13
2 Lina Hanifah XI-F2 /19
3 Lisna May Utami XI-F2 /20
4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33
1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:
1. Reaksi terhadap Jabariyah:
Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat
bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.
2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:
Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan
ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.
3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari
keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan
kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.
4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:
Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.
5. Upaya mencari keadilan Allah:
Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.
Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.
3. TOKOH PENDIRI ALIRAN
Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.
Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.
4. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.
5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH
Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.
6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH
Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.
7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH
Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;
a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/
https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf
https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah
KELOMPOK 6
ALIRAN MUKTAZILAH
1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08
2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17
3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27
4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35
A. Pengertian Aliran Mu’tazilah
Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan
akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama
Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya
memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang
terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang
banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung
menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung
mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga
mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran
Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah
makhluk.
B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah
Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2
Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan
pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum
kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang
kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.
Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan
menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa
juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara
dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).
Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada
kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’
memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.
Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi
aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer
dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara
pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut
yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),
dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).
C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah
Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang
penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir
di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H
atau 684-705 M).7
Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)
dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang
melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar
dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang
hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan
pengikutnya.
Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan
mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat
khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-
132 H atau 744-750 M).
Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota
Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan
ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka
kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.
Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :
1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap
di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.
Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa
Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12
2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir
di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan
al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.
Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13
3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,
dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.
4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil
di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan
akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia
adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu
Hasan al-Asy’ari.
Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :
1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah
di Bagdad.
2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang
buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.
3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih
dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah
selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang
monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8
4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.
(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih
dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran
Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan
menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat
banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul
al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.
D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang
disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat
dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya
dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah
masalah teologis lainnya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah
1. Tentang status pelaku dosa besar
Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan
ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di
antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu
manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar
adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak tegas dalam nas.
2. Tentang iman dan kufur
Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar
menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika
meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun
siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.
3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.
Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang
bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal
hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil
dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9
Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa
manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah
sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang
menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk
melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan
adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)
: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.
Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di
antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan
mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan
manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada
artinya.
4. Tentang sifat sifat Allah
Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.
Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.
5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan
Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung
memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan
tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan
untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.
Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala
perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada
hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih
dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak
mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan
yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)
yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di
alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.
Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan
memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada
manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya
(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan
surat al-Kahfi (18) : 49. 1710
F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah
Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi
fondasi pemikiran mereka, yaitu:
1. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk
antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat
Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak
memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan
Nya.
2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)
Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.
Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung
jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah
yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)
Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat
pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa
besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.
4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan
tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi
teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.
5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah
Kemungkaran)
Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.
Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak
kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.
G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah
Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi
menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif
ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan
penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11
representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal
pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.
Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al
Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al
Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut
kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte
itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut
Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah
(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan
masih banyak lagi sekte lainnya.
1. Hudzailiyah
Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin
Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada
tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak
mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah
(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).
Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah
berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.
Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena
itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.
2. Nadhdhamiyah
Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin
Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu
pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah
yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk
berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan
dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.
Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila
dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang
dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.
Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak
yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak
menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.
Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah
merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.
3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12
Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i
(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk
kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan
rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.
Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan
keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha
Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka
kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan
fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan
(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.
Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan
terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai
bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi
pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang
sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa
besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang
kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/
https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq
https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan
ajarannya-1677510168
https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama
islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586
https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc
https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101
https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan
Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1
https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh
https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah
https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah
https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1
https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/
KELOMPOK 7
ALIRAN ASYARIYAH
1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2
2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2
3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2
4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2
1. Pengertian aliran asy’ariyah
Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak
dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-
Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah
waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan
Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir
aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi
Muhammad Saw sampai pada para sahabat.
Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan
ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam
berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah
SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang
melakukan dosa.
2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah
Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu
‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam
berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri
dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli
Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak
mempelajari
‘aqidah berdasarkan metode mereka.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari
Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan
nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-
Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya
kelemahan paham Muktazilah.
Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah
yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.
3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah
Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama
besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri
mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah
(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari
sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama
dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.
Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh
Mu’tazilah.
Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian
menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain
meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari
mengalami titik balik.
Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan
Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan
logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku
bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti
sunnah.
Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa
dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian
merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli
(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.
Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia
rintis menjadi
salah
satu tonggak utama dalam
sejarah pemikiran
Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil
membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.
4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah
Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul
Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk
penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-
Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal
Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti
mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.
Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh
mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,
Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.
5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah
Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan
penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat
sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran
aliran Asy’ariyah:
a. Sifat Tuhan
Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat
Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda
dengan manusia yang bisa mendengar.
b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia
Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk
menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.
c. Keadilan Tuhan
Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat
merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-
Nya.
d. Melihat Tuhan di Akhirat
Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah
kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah
menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.
e. Dosa Besar
Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar
layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau
tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.
Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.
Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan
ke dalam surga-Nya
6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah
Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah
a. Sifat-sifat
Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut
sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.
b .Al-Qur’an.
Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
c. Melihat
Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
d. Perbuatan
Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh
manusia itu sendiri.
e. Keadilan Tuhan
Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan
tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab
Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
f. Muslim yang berbuat
Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya
tidaklah kafir dan tetap mukmin.
versi singkatnya:
-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan
mempunyai wujud di luar.
-Al-Qur’an bersifat qadim
-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan
-Tuhan dapat dilihat
-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,
tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban
yang tak dapat dipikul.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-
DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]
https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846
https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah
https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-
maturidiyah
https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU
https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya
KELOMPOK 8
MATURIDIYAH
Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)
2. Dania Rahmawati (11)
3. Ibrahim Nazran Putranto (15)
4. Siva Aulia Qirani Putri (34)
A. Pengertian Aliran Maturidiyah
Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.
Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.
Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.
Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.
B. Sebab Terbentuknya Aliran
Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:
1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.
Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.
2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.
Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.
3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.
Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.
4. Pengaruh Abu Hanifah.
Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.
5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.
Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.
C. Tokoh Pendiri Aliran
1. Al-matudiriyah samarkhan.
Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)
Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.
Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.
Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.
Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.
2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara
Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)
Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah
a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.
b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.
D. Mazhab yang dianut Aliran
1. Golongan
Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.
2. Golongan Buhara
Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.
E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran
Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.
1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam
Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.
2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio
Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.
b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.
c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.
Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.
3. Perbuatan Manusia
Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.
Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)
Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.
4. Janji dan Ancaman
Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.
Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.
F. Doktrin-doktrin Aliran
1. Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.
2. Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4. Sifat Tuhan
Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.
5. Melihat tuhan
Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”
Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.
7. Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8. Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9. Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10. Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14
G. Sekte sekte aliran maturidiyah
a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.
b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.
Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/
https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q
AKIDAH AKHLAK
ALIRAN ALIRAN KALAM
KELAS XI F2
KELOMPOK 1
ALIRAN KHAWARIJ
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aida Nur Hidayah | IX. F2 | 03 |
2. | Andrean Saputra | IX. F2 | 06 |
3. | Balqis Shiratul Hikmah | IX. F2 | 09 |
4. | Oktaviani Wahyu Ningsih | IX. F2 | 25 |
5. | M.Ridho Ardiansyah | IX. F2 | 36 |
A. Pengertian Khawarij
Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.
Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:
وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاࣖ ١٠٠
Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang
B. Sejarah Terbentuknya Khawarij
Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.
Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.
Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.
Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).
C. Tokoh Pendiri Khawarij
Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:
a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi
Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
b. Nafi' bin al-Azraq
Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.
c. Najdah bin Amir al-Hanafi
Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.
d. Abdullah bin Ibadh
Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.
Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.
D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.
1. Doktrin Politik
Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman
d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.
e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.
f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.
2. Doktrin Teologi
Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.
b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).
c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.
d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).
3. Doktrin Sosial
Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.
Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:
a) Amar ma'ruf nahi mungkar
b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).
c) Al Qur'an adalah makhluk
d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan
E. Sekte-sekte Aliran Khawarij
Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."
Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:
1. Al-muhakkimah
Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.
2. Az-zariqoh
Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.
3. Najdat
Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.
4. Ajjaridah
Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:
a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.
b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.
c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.
d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.
e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.
Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Maimuniyah
2) Asy-Syu'aibiyauh
Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.
5. Surfiyah
Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.
Pendapat paham Surfiyah:
a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..
b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.
c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh
diperangi adalah daerah kampung pemerintah.
d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.
e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.
Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:
· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.
· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.
6. Ibadiyah
Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.
Ajaran-Ajaran Ibadiyah:
a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.
b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.
c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.
d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.
Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.
F. Madzhab Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit
G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij
Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:
· Kesucian dan Kemurnian Islam :
Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
· Ketaatan kepada Allah :
Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.
· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :
Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025
KELOMPOK : 2
ALIRAN KALAM SYIAH
NO | NAMA SISWA | KELAS | NO ABSEN |
1. | Aisha Nafi'a Fatahunnisa' | XI F2 | 04 |
2. | Habibah Orisa Harmania | XI F2 | 12 |
3. | Qhais Gibran Al Maghfira | XI F2 | 28 |
4. | Saskirana Saika Putri | XI F2 | 30 |
1. Pengertian Aliran Syiah
Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.
2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah
Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.
3. Tokoh Pendiri
Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.
4. Madzhab yang Dianut
Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada
12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap
keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.
5. Pokok Pemikiran
Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.
6. Doktrin Aliran Syiah
Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
7. Sekte Aliran Syiah
Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah
https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah
https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah
KELOMPOK 3
ALIRAN MURJIAH
1. Muhammad Rofi'u Andrea ( 22 )
2. Naisya Gilda A.Ts ( 23 )
3. Nur Sofienada Salsabila ( 24 )
4. Prabu Akbar Hibatullah ( 26 )
5. Sekar Arum Pertiwi ( 32 )
PENGERTIAN MURJI'AH
Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau masalah yang terjadi kepada Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH
Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:
1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.
2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij
· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.
· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.
3. Upaya meredam perpecahan umat
· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.
· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.
4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal
· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?
· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.
C. TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.
Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:
1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib
· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).
· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.
2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)
· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.
· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.
3. Jahm bin Shafwan
· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.
4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān
· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.
D. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:
1. Murji’ah Moderat
· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.
· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.
· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.
2. Murji’ah Ekstrem
· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).
· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.
· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.
E. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH
Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:
1. Definisi iman
· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.
2. Sikap terhadap pelaku dosa besar
· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.
· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.
3. Konsep irja’ (menangguhkan)
· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.
· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.
4. Keselamatan orang beriman
· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.
5. Tujuan pemikiran
· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.
· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.
F. DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH
Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Iman terletak di hati dan lisan
· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.
· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.
2. Pelaku dosa besar tetap mukmin
· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.
· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.
3. Irja’ (menangguhkan vonis)
· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.
· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.
4. Keselamatan karena rahmat Allah
· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.
5. Persatuan umat
· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.
· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.
G. SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH
Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:
1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat
Ciri utama:
· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.
· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.
· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.
· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.
2. Murji’ah Ekstrem
Ciri utama:
· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).
· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.
· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.
· Tokoh: Jahm bin Shafwan.
· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.
3. Murji’ah Qadariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).
· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.
4. Murji’ah Jabariyah
Ciri utama:
· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).
· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah. Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).
https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index
KELOMPOK 4
ALIRAN JABBARIYAH
Almira Salsabila /06 /XI. F2
Azalia Awandini /07 /XI. F2
Kirani Cahya A. /18/ XI. F2
Robby A. M. /29 /XI. F2
Satria Surya Jati /31 /XI. F2
A. Pengertian Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan
pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak
dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada
pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,
telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya
berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas
apa yang terjadi pada dirinya.
Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti
“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa
manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan
B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.
Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin
Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah
kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,
khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"
sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah
(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).
C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah
Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama
(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi
Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini
cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan
semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.
D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah
Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran
ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham
lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin
Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh
An-Najjar dan Ad-Dhirar.
1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan
Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,
Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.
5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian
populer di kalangan umat Islam kala itu.
Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak
memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.
Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah
sosok pasif dalam kehidupan dunia.
Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah
kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika
surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha
Kekal.
2. An-Najjar dan Ad-Dhirar
Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa
Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat
manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.
Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut
ini:
“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).
Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang
mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).
Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,
maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau
memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi
perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia
mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala
perbuatannya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah
Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)
yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran
Jabariyah sebagai berikut:
1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.
2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk
neraka.
3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.
5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki
kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.
6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.
F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah
Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih
berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari
paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun
pilihan dalam setiap tindakannya.
Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah
semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena
perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan
siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm
bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :
Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah
antara Jabariyah dan Qadariyah.
Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:
1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan
paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh
manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm
bin Shofwan.
2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang
kekal.
3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya
bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan
melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.
4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat
keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat
kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,
tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.
5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan
mendengar.
6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam
mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori
kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi
seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah
Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia
dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.
Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang
menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.
Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh
pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan
kemunculan sekte jabariyah.
Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar
luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.
Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah
ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,
keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun
berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan
jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab
Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,
ilmu kalam, 2009:64").
Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah
pertengahan (moderat).
Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.
Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.
Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di
Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.
Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering
membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan
beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau
berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya
untuk disebarluaskan.
8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat
KELOMPOK 5
ALIRAN QODARIYAH
1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13
2 Lina Hanifah XI-F2 /19
3 Lisna May Utami XI-F2 /20
4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33
1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH
Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:
1. Reaksi terhadap Jabariyah:
Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat
bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.
2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:
Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan
ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.
3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari
keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan
kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.
4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:
Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.
5. Upaya mencari keadilan Allah:
Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.
Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.
3. TOKOH PENDIRI ALIRAN
Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.
Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.
4. MADZHAB YANG DI ANUT
Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.
5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH
Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.
6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH
Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.
7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH
Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;
a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/
https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf
https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah
KELOMPOK 6
ALIRAN MUKTAZILAH
1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08
2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17
3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27
4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35
A. Pengertian Aliran Mu’tazilah
Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan
akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama
Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya
memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang
terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang
banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung
menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung
mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga
mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran
Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah
makhluk.
B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah
Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2
Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan
pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum
kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang
kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.
Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan
menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa
juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara
dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).
Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada
kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’
memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.
Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi
aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer
dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara
pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut
yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),
dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).
C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah
Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang
penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir
di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H
atau 684-705 M).7
Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)
dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang
melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar
dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang
hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan
pengikutnya.
Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan
mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat
khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-
132 H atau 744-750 M).
Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota
Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan
ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka
kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.
Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :
1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap
di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.
Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa
Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12
2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir
di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan
al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.
Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13
3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,
dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.
4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil
di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan
akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia
adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu
Hasan al-Asy’ari.
Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :
1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah
di Bagdad.
2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang
buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.
3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih
dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah
selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang
monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8
4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.
(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih
dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran
Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan
menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat
banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul
al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.
D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang
disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat
dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya
dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah
masalah teologis lainnya.
E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah
1. Tentang status pelaku dosa besar
Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan
ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di
antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu
manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar
adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak tegas dalam nas.
2. Tentang iman dan kufur
Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar
menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika
meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun
siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.
3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.
Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang
bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal
hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil
dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9
Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa
manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah
sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang
menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk
melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan
adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)
: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.
Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di
antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan
mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan
manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada
artinya.
4. Tentang sifat sifat Allah
Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.
Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.
5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan
Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung
memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan
tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan
untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.
Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala
perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada
hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih
dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak
mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan
yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)
yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di
alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.
Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan
memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada
manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya
(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan
surat al-Kahfi (18) : 49. 1710
F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah
Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi
fondasi pemikiran mereka, yaitu:
1. Tauhid (Keesaan Tuhan)
Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk
antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat
Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak
memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan
Nya.
2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)
Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.
Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung
jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah
yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.
3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)
Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat
pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa
besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.
4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn
Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan
tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi
teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.
5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah
Kemungkaran)
Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.
Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak
kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.
G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah
Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi
menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif
ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan
penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11
representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal
pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.
Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al
Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al
Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut
kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte
itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut
Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah
(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan
masih banyak lagi sekte lainnya.
1. Hudzailiyah
Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin
Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada
tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak
mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah
(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).
Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah
berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.
Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena
itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.
2. Nadhdhamiyah
Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin
Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu
pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah
yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk
berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan
dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.
Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila
dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang
dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.
Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak
yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak
menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.
Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah
merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.
3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12
Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i
(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk
kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan
rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.
Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan
keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha
Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka
kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan
fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan
(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.
Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan
terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai
bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi
pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang
sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa
besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang
kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/
https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq
https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan
ajarannya-1677510168
https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama
islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586
https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc
https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101
https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan
Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1
https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh
https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah
https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah
https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1
https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/
KELOMPOK 7
ALIRAN ASYARIYAH
1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2
2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2
3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2
4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2
1. Pengertian aliran asy’ariyah
Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak
dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-
Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah
waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan
Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir
aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi
Muhammad Saw sampai pada para sahabat.
Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan
ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam
berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah
SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang
melakukan dosa.
2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah
Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu
‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam
berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri
dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli
Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak
mempelajari
‘aqidah berdasarkan metode mereka.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari
Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan
nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-
Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya
kelemahan paham Muktazilah.
Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah
yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.
3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah
Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama
besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri
mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah
(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari
sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama
dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.
Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh
Mu’tazilah.
Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian
menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain
meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari
mengalami titik balik.
Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan
Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan
logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku
bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti
sunnah.
Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa
dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian
merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli
(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.
Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia
rintis menjadi
salah
satu tonggak utama dalam
sejarah pemikiran
Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil
membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.
4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah
Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul
Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk
penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-
Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal
Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti
mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.
Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh
mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,
Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.
5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah
Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan
penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat
sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran
aliran Asy’ariyah:
a. Sifat Tuhan
Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat
Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda
dengan manusia yang bisa mendengar.
b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia
Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk
menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.
c. Keadilan Tuhan
Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat
merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-
Nya.
d. Melihat Tuhan di Akhirat
Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah
kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah
menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.
e. Dosa Besar
Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar
layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau
tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.
Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.
Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan
ke dalam surga-Nya
6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah
Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah
a. Sifat-sifat
Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut
sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.
b .Al-Qur’an.
Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
c. Melihat
Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
d. Perbuatan
Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh
manusia itu sendiri.
e. Keadilan Tuhan
Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan
tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab
Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.
f. Muslim yang berbuat
Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya
tidaklah kafir dan tetap mukmin.
versi singkatnya:
-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan
mempunyai wujud di luar.
-Al-Qur’an bersifat qadim
-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan
-Tuhan dapat dilihat
-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,
tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban
yang tak dapat dipikul.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-
DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]
https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846
https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah
https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-
maturidiyah
https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU
https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya
KELOMPOK 8
MATURIDIYAH
Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)
2. Dania Rahmawati (11)
3. Ibrahim Nazran Putranto (15)
4. Siva Aulia Qirani Putri (34)
A. Pengertian Aliran Maturidiyah
Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.
Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.
Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.
Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut “berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah”. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.
B. Sebab Terbentuknya Aliran
Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:
1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.
Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.
2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.
Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.
3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.
Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.
4. Pengaruh Abu Hanifah.
Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.
5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.
Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.
Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.
C. Tokoh Pendiri Aliran
1. Al-matudiriyah samarkhan.
Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)
Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.
Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.
Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.
Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.
2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara
Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)
Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah
a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.
b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.
D. Mazhab yang dianut Aliran
1. Golongan
Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.
2. Golongan Buhara
Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.
E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran
Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.
1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam
Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.
2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio
Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.
b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.
c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.
Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.
3. Perbuatan Manusia
Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.
Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)
Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.
4. Janji dan Ancaman
Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.
Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.
F. Doktrin-doktrin Aliran
1. Akal dan Wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.
2. Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.
3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
4. Sifat Tuhan
Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.
5. Melihat tuhan
Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”
Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.
6. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.
7. Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.
Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
8. Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.
9. Pelaku Dosa Besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.
10. Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14
G. Sekte sekte aliran maturidiyah
a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.
b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.
Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/
https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q
Komentar
Posting Komentar