AKIDAH AKHLAK KELAS XI F2 ALIRAN KALAM

 AKIDAH AKHLAK

ALIRAN ALIRAN KALAM

KELAS XI F2

 

KELOMPOK 1

ALIRAN KHAWARIJ

NO

NAMA SISWA

KELAS

NO ABSEN

1.

Aida Nur Hidayah

IX. F2

03

2.

Andrean Saputra

IX. F2

06

3.

Balqis Shiratul Hikmah

IX. F2

09

4.

Oktaviani Wahyu Ningsih

IX. F2

25

5.

M.Ridho Ardiansyah

IX. F2

36

 

A. Pengertian Khawarij

     Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.

     Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.

    Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:

وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا۝١٠٠

Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang 

 

B. Sejarah Terbentuknya Khawarij

      Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.  

      Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.

      Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.

      Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).

 

C. Tokoh Pendiri Khawarij

Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:

a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi

      Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.

b. Nafi' bin al-Azraq

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.

c. Najdah bin Amir al-Hanafi

Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.

d. Abdullah bin Ibadh

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.

Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.

 

D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij

      Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.

1. Doktrin Politik

Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.

b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.

c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman

d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.

e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.

f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.

 

2. Doktrin Teologi

    Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.

    Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.

b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).

c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.

d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).

 

3. Doktrin Sosial

    Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Amar ma'ruf nahi mungkar

b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).

c) Al Qur'an adalah makhluk

d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan

 

E. Sekte-sekte Aliran Khawarij

    Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."

Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:

1. Al-muhakkimah

      Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.

 

2. Az-zariqoh

      Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.

3. Najdat

      Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.

4. Ajjaridah

      Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:

a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.

b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.

c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.

d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.

e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.

Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Maimuniyah

2) Asy-Syu'aibiyauh

      Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.

5. Surfiyah

      Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.

Pendapat paham Surfiyah:

a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..

b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.

c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh

diperangi adalah daerah kampung pemerintah.

d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.

e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.

 

Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:

· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.

· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.

 

6. Ibadiyah

      Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.

Ajaran-Ajaran Ibadiyah:

a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.

b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.

c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.

 d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.

      Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.

 

F. Madzhab Aliran Khawarij

Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit

 

 

 

 

G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij

     Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam :

Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah :

Khawarij  percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :

Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7736088/apa-itu-khawarij-ini-pengertian-dan-sejarahnya#:~:text=Ahlussunnah%20Wal%20Jamaah-,Pengertian%20Khawarij,karena%20telah%20berkompromi%20dengan%20pemberontak.&text=Artinya:%20Siapa%20yang%20berhijrah%20di,Maha%20Pengampun%20lagi%20Maha%20Penyayang

Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/26/110000579/golongan-khawarij--sejarah-ajaran-dan-sekte?page=all#page2

Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/tokoh-tokoh-khawarij-dan-doktrin-ajarannya-untuk-tambahan-pengetahuan-21qmGlNWzLq

 

 

KELOMPOK : 2

ALIRAN KALAM SYIAH

NO

NAMA SISWA

          KELAS

NO ABSEN

1.

Aisha Nafi'a Fatahunnisa'

XI F2

04

2.

Habibah Orisa Harmania

XI F2

12

3.

Qhais Gibran Al Maghfira

XI F2

28

4.

Saskirana Saika Putri

XI F2

30

 

1. Pengertian Aliran Syiah

        Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.

2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah

Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.

3. Tokoh Pendiri

Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.

4. Madzhab yang Dianut

Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada

12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap

keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.

5. Pokok Pemikiran

Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.

6. Doktrin Aliran Syiah

Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.

7. Sekte Aliran Syiah

Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah 

https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah 

https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah 

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah 

 

 

KELOMPOK 3

ALIRAN MURJIAH

1. Muhammad Rofi'u Andrea    ( 22 )

2. Naisya Gilda A.Ts                   ( 23 )

3. Nur Sofienada Salsabila       ( 24 )

4. Prabu Akbar Hibatullah         ( 26 )

5. Sekar Arum Pertiwi                ( 32 )

 

PENGERTIAN MURJI'AH

Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau  masalah yang terjadi  kepada  Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

 

B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH

Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:

1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.

2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij

· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.

· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.

3. Upaya meredam perpecahan umat

· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.

· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.

4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal

· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?

· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.

 

C.  TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH

Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.

Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:

1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib

· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).

· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.

2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)

· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.

· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.

3. Jahm bin Shafwan

· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.

4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān

· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.

 

D.  MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:

1. Murji’ah Moderat

· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.

· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.

· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.

 

 

 

2. Murji’ah Ekstrem

· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).

· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.

· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.

 

E.  POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH

Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:

1. Definisi iman

· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.

2. Sikap terhadap pelaku dosa besar

· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.

· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.

3. Konsep irja’ (menangguhkan)

· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.

· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.

4. Keselamatan orang beriman

· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.

5. Tujuan pemikiran

· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.

· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.

 

F.  DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH

Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Iman terletak di hati dan lisan

· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.

2. Pelaku dosa besar tetap mukmin

· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.

· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.

 

3. Irja’ (menangguhkan vonis)

· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.

· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.

4. Keselamatan karena rahmat Allah

· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.

5. Persatuan umat

· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.

· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.

 

G.  SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH

Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:

1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat

Ciri utama:

· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.

· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.

· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.

· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.

2. Murji’ah Ekstrem

Ciri utama:

· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).

· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.

· Tokoh: Jahm bin Shafwan.

· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.

3. Murji’ah Qadariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).

· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.

4. Murji’ah Jabariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).

· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.

 

DAFTAR PUSTAKA

   Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah.  Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).

https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index 

 

 

 

 

 

 



KELOMPOK 4

ALIRAN JABBARIYAH

Almira Salsabila /06 /XI. F2

Azalia Awandini /07 /XI. F2

Kirani Cahya A. /18/ XI. F2

Robby A. M. /29 /XI. F2

Satria Surya Jati /31 /XI. F2

 

A. Pengertian Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan

pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak

dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada

pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,

telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya

berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas

apa yang terjadi pada dirinya.

Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti

“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa

manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan

 

B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.

Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin

Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah

kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,

khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"

sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah

(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).

 

C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama

(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi

Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini

cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan

semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.

 

D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah

Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran

ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham

lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin

Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh

An-Najjar dan Ad-Dhirar.

1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan

Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,

Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.

5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian

populer di kalangan umat Islam kala itu.

Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak

memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.

Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah

sosok pasif dalam kehidupan dunia.

Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah

kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika

surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha

Kekal.

2. An-Najjar dan Ad-Dhirar

Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa

Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat

manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.

Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut

ini:

“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).

Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan

kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang

mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).

Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,

maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau

memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi

perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia

mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala

perbuatannya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah

Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)

yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran

Jabariyah sebagai berikut:

1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.

2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk

neraka.

3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.

5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki

kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.

6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah

Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih

berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari

paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun

pilihan dalam setiap tindakannya.

Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah

semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena

perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan

manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan

siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm

bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :

Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah

antara Jabariyah dan Qadariyah.

Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:

1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan

paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh

manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm

bin Shofwan.

2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang

kekal.

3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya

bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan

melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.

4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat

keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat

kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,

tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.

5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan

mendengar.

6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam

mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori

kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi

seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri

manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah

Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia

dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia

mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.

Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang

menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.

Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh

pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan

kemunculan sekte jabariyah.

Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar

luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.

Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah

ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,

keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun

berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan

jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab

Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,

ilmu kalam, 2009:64").

Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah

pertengahan (moderat).

Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai

kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.

Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.

Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di

Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.

Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering

membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan

beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau

berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya

untuk disebarluaskan.

8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat

 

 

 

 

 

KELOMPOK 5

ALIRAN QODARIYAH

1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13

2 Lina Hanifah XI-F2 /19

3 Lisna May Utami XI-F2 /20

4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33

 

1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

 

2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam  mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:

1. Reaksi terhadap Jabariyah:

Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat

bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.

2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:

Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan

ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.

3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari

keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan

kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.

4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:

Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.

5. Upaya mencari keadilan Allah:

Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.

Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.

3. TOKOH PENDIRI ALIRAN

Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.

Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.

4. MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.

5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH

Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.

 

6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH

Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.

 

7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH

Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;

a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.

b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.

c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/

https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf

https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah

 

KELOMPOK 6

ALIRAN MUKTAZILAH

1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08

2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17

3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27

4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35

 

 A. Pengertian Aliran Mu’tazilah

Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan

akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama

Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya

memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang

terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang

banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung

menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung

mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga

mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran

Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah

makhluk.

 

B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah

Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2

Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan

pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum

kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang

kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.

Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan

menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa

juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara

dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).

Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada

kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’

memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.

Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi

aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer

dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara

pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut

yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),

dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).

 

C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah

Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang

penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir

di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H

atau 684-705 M).7

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)

dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang

melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar

dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang

hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan

pengikutnya.

Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan

mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat

khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-

132 H atau 744-750 M).

Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota

Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan

ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka

kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.

Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :

1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap

di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.

Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa

Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12

2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir

di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan

al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.

Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13

3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,

dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.

4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil

di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan

akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia

adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu

Hasan al-Asy’ari.

Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :

1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah

di Bagdad.

2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang

buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.

3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih

dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah

selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang

monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8

4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.

(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih

dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran

Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan

menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat

banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul

al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.

 

D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang

disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat

dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya

dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah

masalah teologis lainnya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah

1. Tentang status pelaku dosa besar

Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan

ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di

antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu

manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar

adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,

sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang

ancamannya tidak tegas dalam nas.

2. Tentang iman dan kufur

Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku

dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang

sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar

menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika

meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun

siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.

3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang

bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal

hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan

perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan

mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil

dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9

Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa

manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah

sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang

menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk

melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan

adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)

: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang

dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.

Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di

antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan

mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan

manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada

artinya.

4. Tentang sifat sifat Allah

Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.

Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.

5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan

Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung

memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan

tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan

untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.

Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala

perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada

hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih

dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak

mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan

yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)

yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan

kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di

alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.

Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan

memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada

manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya

(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan

surat al-Kahfi (18) : 49. 1710

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah

Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi

fondasi pemikiran mereka, yaitu:

1. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk

antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat

Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak

memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan

Nya.

2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)

Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.

Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung

jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah

yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)

Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat

pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa

besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.

4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan

tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi

teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.

5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah

Kemungkaran)

Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.

Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak

kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah

Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi

menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif

ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan

penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11

representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal

pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.

Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al

Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al

Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut

kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte

itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut

Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah

(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan

masih banyak lagi sekte lainnya.

1. Hudzailiyah

Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin

Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada

tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak

mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah

(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).

Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah

berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.

Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena

itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.

2. Nadhdhamiyah

Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin

Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu

pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah

yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk

berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan

dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.

Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila

dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang

dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.

Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak

yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak

menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.

Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah

merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.

3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12

Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i

(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk

kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan

rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.

Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan

keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha

Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka

kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan

fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan

(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.

Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan

terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai

bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi

pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang

sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa

besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang

kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13

 

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/

https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq

https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan

ajarannya-1677510168

https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama

islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586

https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah

https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc

https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101

https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan

Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1

https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh

https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah

https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah

https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1

https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/

 

 

KELOMPOK 7

ALIRAN ASYARIYAH

1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2

2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2

3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2

4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2

 

1. Pengertian aliran asy’ariyah

Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak

dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-

Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah

waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan

Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir

aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi

Muhammad Saw sampai pada para sahabat.

Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan

ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam

berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah

SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang

melakukan dosa.

 

2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah

Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu

‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam

berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri

dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli

Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak

mempelajari

‘aqidah berdasarkan metode mereka.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari

Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan

nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-

Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya

kelemahan paham Muktazilah.

Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah

yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.

 

3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah

Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama

besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri

mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah

(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.

Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari

sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama

dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.

Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh

Mu’tazilah.

Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian

menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain

meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari

mengalami titik balik.

Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan

Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan

logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku

bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti

sunnah.

Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa

dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian

merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli

(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.

Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia

rintis menjadi

salah

satu tonggak utama dalam

sejarah pemikiran

Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil

membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.

 

4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah

Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul

Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk

penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-

Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu

al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal

Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti

mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.

Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh

mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,

Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.

 

5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah

Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan

penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat

sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran

aliran Asy’ariyah:

a. Sifat Tuhan

Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat

Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda

dengan manusia yang bisa mendengar.

b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk

menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.

c. Keadilan Tuhan

Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat

merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-

Nya.

d. Melihat Tuhan di Akhirat

Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah

kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah

menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.

e. Dosa Besar

Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar

layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau

tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.

Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.

Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan

ke dalam surga-Nya

 

6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah

Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah

a. Sifat-sifat

Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut

sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.

b .Al-Qur’an.

Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.

c. Melihat

Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.

d. Perbuatan

Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh

manusia itu sendiri.

e. Keadilan Tuhan

Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan

tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab

Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.

f. Muslim yang berbuat

Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya

tidaklah kafir dan tetap mukmin.

versi singkatnya:

-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan

mempunyai wujud di luar.

-Al-Qur’an bersifat qadim

-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan

-Tuhan dapat dilihat

-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,

tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban

yang tak dapat dipikul.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-

DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]

https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846

https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah

https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-

maturidiyah

https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU

https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya

 

 

KELOMPOK 8

MATURIDIYAH

Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)

2. Dania Rahmawati (11)

3. Ibrahim Nazran Putranto (15)

4. Siva Aulia Qirani Putri (34)

 

A. Pengertian Aliran Maturidiyah 

Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk mentawilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

B. Sebab Terbentuknya Aliran 

Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:

1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.

     Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.

2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.

     Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.

3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.

     Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.

4. Pengaruh Abu Hanifah.

     Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.

5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.

     Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.

Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.

C. Tokoh Pendiri Aliran

1. Al-matudiriyah samarkhan.

Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)

Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.

Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.

Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.

Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.

 

2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara

Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)

Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah

a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.

b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.

D. Mazhab yang dianut Aliran

1. Golongan

Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

2. Golongan Buhara

Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.

E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran 

Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.

1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam

Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.

2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio

Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.

b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.

c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.

Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.

3. Perbuatan Manusia

Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.

Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)

Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.

4. Janji dan Ancaman

Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.

Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.

F. Doktrin-doktrin Aliran 

1. Akal dan Wahyu

Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.

2. Perbuatan Manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.

3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4. Sifat Tuhan

Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.

5. Melihat tuhan

Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”

Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.

6. Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.

7. Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.

Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

8. Pengutusan Rasul

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

9. Pelaku Dosa Besar

Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.

10. Iman

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14

G. Sekte sekte aliran maturidiyah

a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.

b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.

Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/ 

https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q 

https://www.kompasiana.com/ritaulfatun64755/5bb494946ddcae1abe4d2d93/tokoh-tokoh-matudiriyah-dan-pokok-ajarannya 

 

 

 

 

 

                                                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 AKIDAH AKHLAK

ALIRAN ALIRAN KALAM

KELAS XI F2

 

KELOMPOK 1

ALIRAN KHAWARIJ

NO

NAMA SISWA

KELAS

NO ABSEN

1.

Aida Nur Hidayah

IX. F2

03

2.

Andrean Saputra

IX. F2

06

3.

Balqis Shiratul Hikmah

IX. F2

09

4.

Oktaviani Wahyu Ningsih

IX. F2

25

5.

M.Ridho Ardiansyah

IX. F2

36

 

A. Pengertian Khawarij

     Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.

     Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.

    Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:

وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا۝١٠٠

Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang 

 

B. Sejarah Terbentuknya Khawarij

      Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.  

      Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.

      Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.

      Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).

 

C. Tokoh Pendiri Khawarij

Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:

a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi

      Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.

b. Nafi' bin al-Azraq

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.

c. Najdah bin Amir al-Hanafi

Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.

d. Abdullah bin Ibadh

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.

Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.

 

D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij

      Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.

1. Doktrin Politik

Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.

b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.

c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman

d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.

e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.

f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.

 

2. Doktrin Teologi

    Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.

    Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.

b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).

c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.

d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).

 

3. Doktrin Sosial

    Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Amar ma'ruf nahi mungkar

b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).

c) Al Qur'an adalah makhluk

d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan

 

E. Sekte-sekte Aliran Khawarij

    Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."

Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:

1. Al-muhakkimah

      Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.

 

2. Az-zariqoh

      Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.

3. Najdat

      Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.

4. Ajjaridah

      Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:

a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.

b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.

c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.

d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.

e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.

Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Maimuniyah

2) Asy-Syu'aibiyauh

      Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.

5. Surfiyah

      Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.

Pendapat paham Surfiyah:

a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..

b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.

c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh

diperangi adalah daerah kampung pemerintah.

d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.

e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.

 

Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:

· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.

· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.

 

6. Ibadiyah

      Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.

Ajaran-Ajaran Ibadiyah:

a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.

b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.

c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.

 d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.

      Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.

 

F. Madzhab Aliran Khawarij

Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit

 

 

 

 

G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij

     Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam :

Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah :

Khawarij  percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :

Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7736088/apa-itu-khawarij-ini-pengertian-dan-sejarahnya#:~:text=Ahlussunnah%20Wal%20Jamaah-,Pengertian%20Khawarij,karena%20telah%20berkompromi%20dengan%20pemberontak.&text=Artinya:%20Siapa%20yang%20berhijrah%20di,Maha%20Pengampun%20lagi%20Maha%20Penyayang

Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/26/110000579/golongan-khawarij--sejarah-ajaran-dan-sekte?page=all#page2

Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/tokoh-tokoh-khawarij-dan-doktrin-ajarannya-untuk-tambahan-pengetahuan-21qmGlNWzLq

 

 

KELOMPOK : 2

ALIRAN KALAM SYIAH

NO

NAMA SISWA

          KELAS

NO ABSEN

1.

Aisha Nafi'a Fatahunnisa'

XI F2

04

2.

Habibah Orisa Harmania

XI F2

12

3.

Qhais Gibran Al Maghfira

XI F2

28

4.

Saskirana Saika Putri

XI F2

30

 

1. Pengertian Aliran Syiah

        Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.

2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah

Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.

3. Tokoh Pendiri

Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.

4. Madzhab yang Dianut

Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada

12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap

keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.

5. Pokok Pemikiran

Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.

6. Doktrin Aliran Syiah

Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.

7. Sekte Aliran Syiah

Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah 

https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah 

https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah 

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah 

 

 

KELOMPOK 3

ALIRAN MURJIAH

1. Muhammad Rofi'u Andrea    ( 22 )

2. Naisya Gilda A.Ts                   ( 23 )

3. Nur Sofienada Salsabila       ( 24 )

4. Prabu Akbar Hibatullah         ( 26 )

5. Sekar Arum Pertiwi                ( 32 )

 

PENGERTIAN MURJI'AH

Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau  masalah yang terjadi  kepada  Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

 

B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH

Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:

1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.

2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij

· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.

· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.

3. Upaya meredam perpecahan umat

· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.

· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.

4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal

· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?

· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.

 

C.  TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH

Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.

Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:

1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib

· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).

· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.

2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)

· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.

· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.

3. Jahm bin Shafwan

· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.

4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān

· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.

 

D.  MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:

1. Murji’ah Moderat

· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.

· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.

· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.

 

 

 

2. Murji’ah Ekstrem

· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).

· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.

· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.

 

E.  POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH

Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:

1. Definisi iman

· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.

2. Sikap terhadap pelaku dosa besar

· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.

· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.

3. Konsep irja’ (menangguhkan)

· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.

· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.

4. Keselamatan orang beriman

· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.

5. Tujuan pemikiran

· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.

· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.

 

F.  DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH

Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Iman terletak di hati dan lisan

· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.

2. Pelaku dosa besar tetap mukmin

· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.

· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.

 

3. Irja’ (menangguhkan vonis)

· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.

· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.

4. Keselamatan karena rahmat Allah

· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.

5. Persatuan umat

· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.

· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.

 

G.  SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH

Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:

1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat

Ciri utama:

· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.

· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.

· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.

· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.

2. Murji’ah Ekstrem

Ciri utama:

· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).

· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.

· Tokoh: Jahm bin Shafwan.

· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.

3. Murji’ah Qadariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).

· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.

4. Murji’ah Jabariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).

· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.

 

DAFTAR PUSTAKA

   Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah.  Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).

https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index 

 

 

 

 

 

 



KELOMPOK 4

ALIRAN JABBARIYAH

Almira Salsabila /06 /XI. F2

Azalia Awandini /07 /XI. F2

Kirani Cahya A. /18/ XI. F2

Robby A. M. /29 /XI. F2

Satria Surya Jati /31 /XI. F2

 

A. Pengertian Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan

pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak

dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada

pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,

telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya

berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas

apa yang terjadi pada dirinya.

Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti

“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa

manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan

 

B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.

Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin

Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah

kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,

khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"

sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah

(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).

 

C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama

(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi

Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini

cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan

semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.

 

D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah

Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran

ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham

lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin

Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh

An-Najjar dan Ad-Dhirar.

1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan

Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,

Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.

5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian

populer di kalangan umat Islam kala itu.

Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak

memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.

Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah

sosok pasif dalam kehidupan dunia.

Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah

kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika

surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha

Kekal.

2. An-Najjar dan Ad-Dhirar

Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa

Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat

manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.

Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut

ini:

“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).

Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan

kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang

mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).

Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,

maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau

memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi

perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia

mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala

perbuatannya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah

Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)

yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran

Jabariyah sebagai berikut:

1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.

2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk

neraka.

3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.

5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki

kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.

6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah

Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih

berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari

paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun

pilihan dalam setiap tindakannya.

Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah

semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena

perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan

manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan

siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm

bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :

Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah

antara Jabariyah dan Qadariyah.

Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:

1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan

paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh

manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm

bin Shofwan.

2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang

kekal.

3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya

bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan

melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.

4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat

keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat

kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,

tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.

5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan

mendengar.

6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam

mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori

kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi

seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri

manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah

Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia

dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia

mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.

Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang

menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.

Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh

pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan

kemunculan sekte jabariyah.

Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar

luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.

Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah

ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,

keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun

berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan

jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab

Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,

ilmu kalam, 2009:64").

Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah

pertengahan (moderat).

Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai

kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.

Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.

Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di

Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.

Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering

membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan

beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau

berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya

untuk disebarluaskan.

8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat

 

 

 

 

 

KELOMPOK 5

ALIRAN QODARIYAH

1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13

2 Lina Hanifah XI-F2 /19

3 Lisna May Utami XI-F2 /20

4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33

 

1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

 

2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam  mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:

1. Reaksi terhadap Jabariyah:

Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat

bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.

2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:

Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan

ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.

3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari

keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan

kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.

4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:

Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.

5. Upaya mencari keadilan Allah:

Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.

Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.

3. TOKOH PENDIRI ALIRAN

Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.

Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.

4. MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.

5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH

Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.

 

6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH

Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.

 

7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH

Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;

a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.

b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.

c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/

https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf

https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah

 

KELOMPOK 6

ALIRAN MUKTAZILAH

1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08

2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17

3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27

4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35

 

 A. Pengertian Aliran Mu’tazilah

Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan

akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama

Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya

memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang

terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang

banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung

menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung

mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga

mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran

Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah

makhluk.

 

B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah

Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2

Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan

pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum

kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang

kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.

Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan

menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa

juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara

dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).

Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada

kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’

memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.

Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi

aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer

dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara

pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut

yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),

dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).

 

C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah

Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang

penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir

di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H

atau 684-705 M).7

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)

dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang

melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar

dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang

hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan

pengikutnya.

Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan

mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat

khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-

132 H atau 744-750 M).

Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota

Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan

ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka

kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.

Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :

1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap

di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.

Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa

Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12

2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir

di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan

al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.

Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13

3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,

dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.

4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil

di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan

akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia

adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu

Hasan al-Asy’ari.

Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :

1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah

di Bagdad.

2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang

buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.

3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih

dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah

selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang

monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8

4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.

(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih

dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran

Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan

menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat

banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul

al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.

 

D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang

disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat

dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya

dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah

masalah teologis lainnya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah

1. Tentang status pelaku dosa besar

Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan

ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di

antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu

manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar

adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,

sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang

ancamannya tidak tegas dalam nas.

2. Tentang iman dan kufur

Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku

dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang

sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar

menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika

meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun

siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.

3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang

bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal

hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan

perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan

mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil

dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9

Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa

manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah

sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang

menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk

melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan

adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)

: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang

dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.

Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di

antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan

mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan

manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada

artinya.

4. Tentang sifat sifat Allah

Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.

Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.

5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan

Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung

memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan

tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan

untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.

Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala

perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada

hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih

dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak

mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan

yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)

yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan

kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di

alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.

Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan

memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada

manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya

(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan

surat al-Kahfi (18) : 49. 1710

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah

Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi

fondasi pemikiran mereka, yaitu:

1. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk

antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat

Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak

memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan

Nya.

2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)

Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.

Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung

jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah

yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)

Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat

pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa

besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.

4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan

tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi

teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.

5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah

Kemungkaran)

Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.

Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak

kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah

Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi

menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif

ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan

penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11

representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal

pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.

Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al

Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al

Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut

kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte

itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut

Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah

(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan

masih banyak lagi sekte lainnya.

1. Hudzailiyah

Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin

Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada

tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak

mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah

(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).

Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah

berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.

Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena

itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.

2. Nadhdhamiyah

Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin

Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu

pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah

yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk

berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan

dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.

Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila

dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang

dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.

Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak

yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak

menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.

Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah

merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.

3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12

Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i

(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk

kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan

rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.

Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan

keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha

Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka

kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan

fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan

(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.

Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan

terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai

bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi

pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang

sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa

besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang

kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13

 

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/

https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq

https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan

ajarannya-1677510168

https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama

islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586

https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah

https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc

https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101

https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan

Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1

https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh

https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah

https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah

https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1

https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/

 

 

KELOMPOK 7

ALIRAN ASYARIYAH

1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2

2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2

3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2

4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2

 

1. Pengertian aliran asy’ariyah

Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak

dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-

Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah

waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan

Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir

aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi

Muhammad Saw sampai pada para sahabat.

Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan

ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam

berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah

SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang

melakukan dosa.

 

2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah

Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu

‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam

berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri

dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli

Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak

mempelajari

‘aqidah berdasarkan metode mereka.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari

Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan

nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-

Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya

kelemahan paham Muktazilah.

Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah

yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.

 

3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah

Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama

besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri

mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah

(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.

Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari

sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama

dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.

Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh

Mu’tazilah.

Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian

menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain

meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari

mengalami titik balik.

Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan

Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan

logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku

bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti

sunnah.

Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa

dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian

merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli

(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.

Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia

rintis menjadi

salah

satu tonggak utama dalam

sejarah pemikiran

Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil

membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.

 

4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah

Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul

Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk

penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-

Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu

al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal

Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti

mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.

Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh

mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,

Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.

 

5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah

Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan

penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat

sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran

aliran Asy’ariyah:

a. Sifat Tuhan

Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat

Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda

dengan manusia yang bisa mendengar.

b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk

menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.

c. Keadilan Tuhan

Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat

merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-

Nya.

d. Melihat Tuhan di Akhirat

Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah

kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah

menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.

e. Dosa Besar

Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar

layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau

tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.

Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.

Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan

ke dalam surga-Nya

 

6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah

Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah

a. Sifat-sifat

Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut

sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.

b .Al-Qur’an.

Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.

c. Melihat

Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.

d. Perbuatan

Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh

manusia itu sendiri.

e. Keadilan Tuhan

Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan

tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab

Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.

f. Muslim yang berbuat

Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya

tidaklah kafir dan tetap mukmin.

versi singkatnya:

-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan

mempunyai wujud di luar.

-Al-Qur’an bersifat qadim

-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan

-Tuhan dapat dilihat

-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,

tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban

yang tak dapat dipikul.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-

DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]

https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846

https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah

https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-

maturidiyah

https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU

https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya

 

 

KELOMPOK 8

MATURIDIYAH

Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)

2. Dania Rahmawati (11)

3. Ibrahim Nazran Putranto (15)

4. Siva Aulia Qirani Putri (34)

 

A. Pengertian Aliran Maturidiyah 

Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk mentawilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

B. Sebab Terbentuknya Aliran 

Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:

1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.

     Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.

2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.

     Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.

3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.

     Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.

4. Pengaruh Abu Hanifah.

     Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.

5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.

     Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.

Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.

C. Tokoh Pendiri Aliran

1. Al-matudiriyah samarkhan.

Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)

Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.

Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.

Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.

Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.

 

2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara

Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)

Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah

a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.

b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.

D. Mazhab yang dianut Aliran

1. Golongan

Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

2. Golongan Buhara

Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.

E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran 

Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.

1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam

Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.

2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio

Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.

b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.

c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.

Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.

3. Perbuatan Manusia

Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.

Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)

Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.

4. Janji dan Ancaman

Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.

Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.

F. Doktrin-doktrin Aliran 

1. Akal dan Wahyu

Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.

2. Perbuatan Manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.

3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4. Sifat Tuhan

Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.

5. Melihat tuhan

Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”

Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.

6. Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.

7. Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.

Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

8. Pengutusan Rasul

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

9. Pelaku Dosa Besar

Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.

10. Iman

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14

G. Sekte sekte aliran maturidiyah

a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.

b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.

Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/ 

https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q 

https://www.kompasiana.com/ritaulfatun64755/5bb494946ddcae1abe4d2d93/tokoh-tokoh-matudiriyah-dan-pokok-ajarannya 

 

 

 

 

 

                                                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

AKIDAH AKHLAK

ALIRAN ALIRAN KALAM

KELAS XI F2

 

KELOMPOK 1

ALIRAN KHAWARIJ

NO

NAMA SISWA

KELAS

NO ABSEN

1.

Aida Nur Hidayah

IX. F2

03

2.

Andrean Saputra

IX. F2

06

3.

Balqis Shiratul Hikmah

IX. F2

09

4.

Oktaviani Wahyu Ningsih

IX. F2

25

5.

M.Ridho Ardiansyah

IX. F2

36

 

A. Pengertian Khawarij

     Menukil buku Kamus Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus, secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti ke luar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologis itu pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.

     Sedangkan secara terminologi teologi sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak karya Rosihon Anwar, khawarij adalah sekte/kelompok/aliran pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan keputusan khalifah yang menerima arbitrase (tahkim) dari Mua'wiyah ibn Abu Sufyan sang pemberontak dalam peristiwa Perang shiffin yang terjadi pada tahun 37 H yang bertepatan dengan tahun 657 M. Dalam kasus tahkim ini, kelompok khawarij menyalahkan Khalifah Ali karena telah berkompromi dengan pemberontak.

    Dalam buku I'tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah karya Sirajuddin Abbas, mereka menamakan diri mereka khawarij tetapi dengan makna yang lain, yaitu orang-orang yang keluar menegakkan kebenaran. Hal ini menurut mereka sesuai dengan firman Allah dalam surat An-nisa ayat 100:

وَّسَعَةًۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا۝١٠٠

Artinya: Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyaang 

 

B. Sejarah Terbentuknya Khawarij

      Mengutip Buku Ajaran Islam dan Kebhinekaan karya Heri Effendi, S.Pd.I, dkk, khawarij adalah sebuah sekte yang muncul sebagai penentang kelompok Ali dan Mu'awiyah sebagai akibat arbitrase yang berlangsung menjelang akhirPerang Shiffin (657 M).Semula khawarij berpihak pada Ali, tetapi ketika terjadi kesepakatan bahwa masalah suksesi khalifah hendaknya diselesaikan melalui meja perundingan, mereka tidak setuju dan melepaskan dari pihak Ali.  

      Karena sikap mereka itulah lalu mereka dikenal seboagai khawarij. Khawarij berpendapat bahwa masalah Ali dan Mu'awiyah tidak dapat menyelesaikan dengan cara arbitrase, mereka meneriaki slogan la hukma illa lillah, jalan satu-satunya adalah dengan berperang.

      Hal ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantahkan, walaupun pembunuhan terhadap khalifah telah terjadi ketika Khalifah Umar berkuasa. Namun, gerakan radikalisme yang sistematis dan terorganisir baru dimulai setelah terjadinya Perang Shiffin di masa kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Hal ini ditandai dengan munculnya gerakan teologis radikal yang disebut dengan khawarij. Adapun kisah lain dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam oleh Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi, khawarij adalah salah satu kelompok atau aliran kepercayaan tertua dalam Islam. Kelompok ini menentang Ali bin Abi Thalib dan berhasil membunuhnya yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam.

      Kelompok ini berdiri atas prinsip dan pokok-pokok pemikiran yang menyatakan pentakwilan teks-teks Kitab Suci dan Sunnah Nabi. Pokok pikiran semacam inilah yang membuat mereka mudah mencampur adukkan teks-teks yang diturunkan untuk orang kafir dan teks-teks yang diturunkan berkaitan dengan umat Islam.Akibatnya, mereka menghalalkan darah para sahabat terkemuka yang menerima penghakiman (arbitrase).

 

C. Tokoh Pendiri Khawarij

Tokoh-tokoh pendiri aliran Khawarij yang terkenal antara lain Abdullah bin Wahab ar Rasibi, Nafi' bin al-Azraq, Najdah bin Amir al-Hanafi, dan Abdullah bin Ibadh.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa tokoh tersebut:

a. Abdullah bin Wahab ar-Rasibi

      Beliau adalah salah satu pemimpin awal Khawarij dan dikenal sebagai tokoh yang memimpin kelompok ini setelah memisahkan diri dari pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib.

b. Nafi' bin al-Azraq

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Azariqah, salah satu sekte Khawarij yang dikenal karena sikapnya yang ekstrem. Sekte ini berpusat di daerah perbatasan Irak dan Iran.

c. Najdah bin Amir al-Hanafi

Beliau adalah pemimpin sekte Al-Nadjat, yang juga merupakan salah satu sekte Khawarij. Sekte ini muncul setelah perpecahan dalam sekte Al-Azariqah.

d. Abdullah bin Ibadh

      Beliau adalah pendiri sekte Al-Ibadiyah, yang dikenal sebagai salah satu sekte Khawarij yang lebih moderat dibandingkan dengan sekte lainnya. Sekte ini muncul setelah Abdullah bin Ibadh memisahkan diri dari sekte Al-Azariqah.

Selain tokoh-tokoh di atas, ada juga beberapa tokoh lain yang terkait dengan Khawarij, seperti Abu Bakr al Ahwal dan Abu Bilal Mirdas, namun peranan mereka mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya.

 

D. Doktrin – Doktrin Aliran Khawarij

      Bila dianalisis secara mendalam, doktrin-doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu: doktrin politik, teologi, dan social.

1. Doktrin Politik

Melihat pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Diantara Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.

b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.

c) Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau kezaliman

d) Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh kekhalifahannya, Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng.

e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, in di anggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al Asy'ari juga di anggap menyeleweng dan teleh menjadi kafir.

f) Pasukan perang Jamal yang melewati Ali juga kafir.

 

2. Doktrin Teologi

    Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar. Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplistis, berpengetahuan sederhana, melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsitensi logis, bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan, mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain, mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya, dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.

    Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij ini menggunakan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peran penting.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula.

b) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb (negara musuh). sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam (negara islam).

c) Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.

d) Adanya wa'ad dan wa'id (orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).

 

3. Doktrin Sosial

    Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mutazilah, meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut dikaji mendalam. Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan orang-Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis ka aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang sin telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij:

a) Amar ma'ruf nahi mungkar

b) Memalingkan ayat-ayat Al Qur'an yang tampak mutasyabihat (samar).

c) Al Qur'an adalah makhluk

d) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan

 

E. Sekte-sekte Aliran Khawarij

    Perkembangan khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu adanya doktrin-doktrin teologis. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan kelompok mereka sangat rentan akan terjadinya perpecahan-perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya."

Sekte-Sekte Yang Muncul Yaitu:

1. Al-muhakkimah

      Terdiri dari pengikut Ali, kaum khawarij asli. Prinsip utamanya adalah soal arbitrase. Ali, Muawiyah, Amru Bin Ash Abu Musa Al Asy'ary dan semua yang menyetujui adanya arbitrase adalah dianggap dosa besar dan kafir.

 

2. Az-zariqoh

      Yaitu generasi khawarij yang terbesar setelah Muhakkimah mengalami kahancuran. Golongan ini dipimpin oleh Ibnu Al Azraq. Maka nama pemimpin itu kemudian dijadikan sebutan golongan ini yaitu Azzariqoh.

3. Najdat

      Paham Azzariqoh berkembang, tetapi karena pendapatnya yang terlalu ekstrem, maka timbullah golongan lain, yaitu Najdat. Golongan ini tidak setuju atas faham Azzariqoh yang menyatakan bahwa orang-orang azraqi yang tidak mau berhijrah masuk lingkungannya adalah kafir. Golongan ini dipimpin oleh Najdah Ibnu Amir Al Hanafi dari Yamarnah.

4. Ajjaridah

      Didirikan oleh Abdul Karim bin Ajrad. Menurut syahrasti ia adalah teman dari Atiyah al Hanafi. Beberapa pemikirannya:

a). Berhijrah bukan suatu kewajiban, tetapi suatu kebajikan.

b). Kaum Ajjaridah tidak wajib hidup di lingkungannya.

c). Harta rampasan yang boleh diambil adalah harta orang yang mati terbunuh.

d). Tidak ada dosa turun remurun dari seorang ayah yang musyrik kepada seorang anak.

e). Surat Yusuf bukan bagian dari Al Qur'an, karena berisi membawakan masalah percintaaan. Dan menurutnya Al-Qur'an tidak mungkin membawakannya.

Ajjaridah pecah menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Maimuniyah

2) Asy-Syu'aibiyauh

      Mereka berpendapat bahwa Allah adalah sumber dari segala perbuatan manusia. Dengan demikian, manusia hanya menjalankan kehendak Allah saja, dan mereka tidak bisa menolak sama sekali.

5. Surfiyah

      Dipimpin oleh Ziad Ibnu Al-Asfar. Golongan ini mirip dengan golongan Azzariqoh yang terkenal dengan ke-ekstriman-nya. Namun mereka tidak se-ekstrim Azzariqoh.

Pendapat paham Surfiyah:

a). Tidak setuju bila anak-anak kaum musyrik dibunuh..

b). Kaum mu'min yang tidak hijrah tidaklah digolongkan kafir.

c). Daerah islam di luar Surfiyah bukan daerah yang harus diperangi. Namun yang boleh

diperangi adalah daerah kampung pemerintah.

d). Dalam peperangan, anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.

e). Orang yang berdosa besar tidak musyrik.

 

Dosa besar dibagi menjadi 2 bagian:

· Dengan sangsi di dunia dan tidak ada sanksinya seperti zina, mencuri,membunuh.

· Dengan sanksi di akhirat seperti puasa, zakat, shalat.

 

6. Ibadiyah

      Dipimpin oleh Abdullah ibnu Ibad dan termasuk aliran paling moderat dibanding golongan khawarij lainnya. Golongan ini muncul setelah memisahkan diri dari Azzariqoh. Abdullah Ibnu Ibad tidak mau membantu memerangi pemerintah bani Umayyah atas ajakan Azzariqoh. Bahkan hubungannya dengan Umayyah (Khalifah Abdul Mlik Bin Marwan) sangat baik. Kelanjutan dari hubungan baik ini sampai generasi Ibadiyah berikutnya.

Ajaran-Ajaran Ibadiyah:

a).Muslim yang tidak sepaham tidak mukmin dan tidak pula musyrik, tetapi kafir. Membunuhnya haram dan syahadatnya dapat diterima.

b). Daerah tauhid yaitu daerah yang mengesakan Allah tidak boleh diperangi, walaupun daerah itu ditempati oleh muslim yang tidak sepaham. Daerah kafir yang harus diperangi yaitu daerah pemerintah.

c). Muslim yang berdosa besar dan masih mengesakan Allah bukan mukmin. Bila kafir maka hanya kafir ni'mah, bukan kafir millah(Agama) maka tidak keluar dari islam.

 d). Harta rampasan perang hanyalah kuda dan senjata.

      Paham ibadiyah di atas menunjukkan kemoderatannya dibanding lainnya. Sifat inilah yang membuatnya mampu bertahan lebih lama. Sampai sekarang masih mampu dibuktikan /ditemukan di daerah Afrika Utara, Arabia Selatan dan sebagainya.

 

F. Madzhab Aliran Khawarij

Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam: Khawarij menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah: Khawarij percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur’an yang Keras: Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur’an yang keras dan sempit

 

 

 

 

G. Pokok Pemikiran Aliran Khawarij

     Berikut adalah beberapa poin penting tentang madzhab yang dianut aliran Khawarij:

· Kesucian dan Kemurnian Islam :

Khawarij percaya bahwa Islam harus dijaga kesucian dan kemurniannya. Mereka menolak segala bentuk inovasi dan penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.

· Ketaatan kepada Allah :

Khawarij  percaya bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menentang pemerintah atau masyarakat.

· Penafsiran Al-Qur'an yang Keras :

Khawarij dikenal dengan penafsiran Al-Qur'an yang keras dan sempit, yang seringkali menyebabkan mereka mengkafirkan Muslim lain yang tidak sejalan dengan pandangan mereka.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hawari Hanif, Apa Itu Khawarij? Ini Pengertian dan Sejarahnya, detik.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-7736088/apa-itu-khawarij-ini-pengertian-dan-sejarahnya#:~:text=Ahlussunnah%20Wal%20Jamaah-,Pengertian%20Khawarij,karena%20telah%20berkompromi%20dengan%20pemberontak.&text=Artinya:%20Siapa%20yang%20berhijrah%20di,Maha%20Pengampun%20lagi%20Maha%20Penyayang

Hadi Subroto Lukman & Lestari Ningsih Widya, Golongan Khawarij: Sejarah, Ajaran, dan Sekte, kompas.com. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/26/110000579/golongan-khawarij--sejarah-ajaran-dan-sekte?page=all#page2

Kumparan.com, Tokoh-Tokoh Khawarij dan Doktrin Ajarannya untuk Tambahan Pengetahuan. Diakses pada kamis 7 Agustus 2025

https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/tokoh-tokoh-khawarij-dan-doktrin-ajarannya-untuk-tambahan-pengetahuan-21qmGlNWzLq

 

 

KELOMPOK : 2

ALIRAN KALAM SYIAH

NO

NAMA SISWA

          KELAS

NO ABSEN

1.

Aisha Nafi'a Fatahunnisa'

XI F2

04

2.

Habibah Orisa Harmania

XI F2

12

3.

Qhais Gibran Al Maghfira

XI F2

28

4.

Saskirana Saika Putri

XI F2

30

 

1. Pengertian Aliran Syiah

        Aliran Syiah adalah sebuah kelompok yang meyakinibahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannyaadalah penerus kepemimpinan Nabi Muhammad Saw yg sah,khususnya dalam hal kekhalifahan.Secara bahasa, syiah berarti pengikut/pendukung. Dalam perkembangannya, syiah menjadi sebuah aliran yang memilikiajaran,keyakinan, dan praktik keagamaan yang khas,berbeda dengan aliran islam lainnya seperti Sunni.

2. Sebab Terbentuknya Aliran Syiah

Aliran Syiah terbentuk setelah pembunuhan Khalifah Utsman bin 'Affan. Pada masa Khalifah abu Bakar, Umar, masa-masaawal Khalifah Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mangakibatkan timbulnya perpecahan, muncul lah kelompok pembuat fitnah dan kezaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat Islam pun berpecah belah.

3. Tokoh Pendiri

Salah satu pendiri utama mazhab Syiah adalah Abdullah bin Saba'al Himyari. Ia adalah tokoh yang muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, yang dikenal karna memperkenalkan ajaran ajaran yang dianggap ekstrem dalam memuliakan Alibin Abi Thalib, serta menganggap nyasebagai imam yang berhak atas kepemimpinan setelah Nabi Muhammad Saw.

4. Madzhab yang Dianut

Mazhab Ja'fari (Imamiyah) aliran syiah yang paling banyak di ikuti dan menjadi mayoritas dikalangan syiah. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad,ada

12imam yang menjadi pemimpin umat, dimulai dari Alibin Abi Thalib hingga Muhammad al-Mahdi. MazhabIsmailiyah aliran ini menerimaimam-imam dari garis keturunan imam Ja'far Shadiq hingga imam keenam, tetapi mereka memiliki keyakinan berbeda mengenai imam setelahnya. Mereka meyakini Ismailbin Ja'far dan Muhammad bin Ismail sebagai imam, dan percaya bahwa salah satunya adalah imam Mahdi Mazhab Zaidiyah aliran ini tidak membatasi jumlah imam dan meyakini bahwa setiap

keturunan Sayyidah Fatimah yang memiliki sifat ilmu, zuhud,berani, dan dermawan, serta melakukan kebangkitan adalah seorang imam.

5. Pokok Pemikiran

Aliran Syiah adalah salah satu cabang utama dalam agama Islam selain Sunni. Meyakini bahwa Alibin Abi Thalib dan keturunannya adalah penerus sah kepemimpinan (imamah) Nabi Muhammad Saw.

6. Doktrin Aliran Syiah

Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. Al ‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil. An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia. Al Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian. Al Ma’ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.

7. Sekte Aliran Syiah

Aliran Syiah terdiri dari beberapa sekte, terdiri dari,al Bayâniyyah, al Janâhiyyah, al Mughîriyyah, al Manshuriyah, al Khitâbiyyah, al Ma'mâriyyah, al Buzaighiyyah, al 'Umairiyyah, al Mufadldlaliyyah, asy Syarîiyyah, an Numairiyyah, as Sabaiyyah, dan tiga sekte lainnya yang menuhankan Nabi, 'Ali dan keturunannya.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/449429203/makalah-aliran-syiah 

https://www.scribd.com/document/394077910/Aliran-Syi-Ah 

https://www.scribd.com/document/610328593/Makalah-Mu-Tazilah-Syiah 

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Syiah 

 

 

KELOMPOK 3

ALIRAN MURJIAH

1. Muhammad Rofi'u Andrea    ( 22 )

2. Naisya Gilda A.Ts                   ( 23 )

3. Nur Sofienada Salsabila       ( 24 )

4. Prabu Akbar Hibatullah         ( 26 )

5. Sekar Arum Pertiwi                ( 32 )

 

PENGERTIAN MURJI'AH

Asal kata murji’ah adalah dari kata irja’ yang artinya menangguhkan ,mengakhiri, dan memberi pengharapan. Kaum murji’ah lahir pada permulaan abad ke-1 hijriyah. Pada dasarnya kaum murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan yang terjadi di antara mereka dan justru mengambil sikap menyerahkan semua pertentangan atau  masalah yang terjadi  kepada  Allah SWT. Kaum murji’ah sangat membenci hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kekhalifahan. Makanya kaum murji’ah ini di kenal sebagai the queietists ( kelompok bungkam), di karnakan sikap inilah yang membuat kaum murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

 

B. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN MURJI'AH

Sebab terbentuknya aliran Murji’ah berhubungan erat dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa awal sejarah Islam, terutama setelah terjadinya perpecahan umat. Berikut sebab-sebab utamanya:

1. Pertentangan politik pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

· Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan, muncul konflik besar antara pendukung Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

· Perang-perang seperti Perang Jamal dan Perang Shiffin membuat umat terbelah, bahkan saling mengkafirkan.

2. Reaksi terhadap kelompok Khawarij

· Khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar kafir dan keluar dari Islam.

· Murji’ah muncul sebagai reaksi yang berlawanan: mereka menangguhkan (irja’) penilaian kafir atau beriman kepada Allah di akhirat, bukan di dunia.

3. Upaya meredam perpecahan umat

· Murji’ah berusaha menciptakan sikap moderat dengan tidak cepat mengkafirkan sesama Muslim hanya karena dosa besar.

· Mereka ingin mempersatukan umat yang terpecah akibat konflik politik dan teologis.

4. Pengaruh pemikiran tentang iman dan amal

· Muncul perdebatan: apakah iman itu harus selalu disertai amal?

· Murji’ah berpendapat bahwa iman cukup diyakini di hati dan diucapkan dengan lisan, sedangkan amal hanyalah pelengkap, bukan penentu iman.

 

C.  TOKOH PENDIRI ALIRAN MURJI'AH

Tokoh yang dianggap sebagai pendiri atau perintis awal aliran Murji’ah adalah Abu Hasan al-Hanafī (al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib), cucu dari Ali bin Abi Thalib.

Namun, dalam sejarah perkembangan pemikiran Murji’ah, ada beberapa tokoh penting lain yang ikut menyebarkan atau menguatkan ajaran ini, di antaranya:

1. Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib

· Disebut sebagai pelopor ide irja’ (menangguhkan penilaian iman/kafir).

· Memperkenalkan gagasan bahwa dosa besar tidak otomatis membuat seseorang keluar dari Islam.

2. Abu Hanifah an-Nu‘man (Imam Hanafi)

· Meskipun bukan Murji’ah ekstrem, beliau dikenal sebagai Murji’ah moderat.

· Menekankan bahwa iman adalah keyakinan di hati dan ucapan, sedangkan amal memperkuat iman.

3. Jahm bin Shafwan

· Tokoh Murji’ah ekstrem yang berpendapat bahwa iman cukup berupa pengetahuan di hati, tanpa amal sama sekali.

4. Ghailan ad-Dimasyqi dan Abu Shalih al-Samān

· Tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan pemikiran Murji’ah pada abad ke-1 dan ke-2 H.

 

D.  MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Murji’ah dalam sejarah terbagi menjadi dua corak besar, dan masing-masing punya pandangan madzhab (pemikiran) yang berbeda:

1. Murji’ah Moderat

· Banyak diikuti oleh Ahlus Sunnah di kalangan fuqaha.

· Contoh tokohnya: Imam Abu Hanifah dan para ulama Hanafiyah awal.

· Pandangannya: Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan, amal adalah pelengkap iman tetapi bukan penentu sahnya iman.

 

 

 

2. Murji’ah Ekstrem

· Lebih dekat dengan pemikiran Jahmiyah (pengaruh Jahm bin Shafwan).

· Pandangannya: Iman cukup pengetahuan dalam hati saja, amal tidak memengaruhi iman sama sekali.

· Madzhab ini cenderung ditolak oleh mayoritas ulama karena terlalu longgar dalam memandang dosa besar.

 

E.  POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN MURJI'AH

Pokok-pokok pemikiran aliran Murji’ah bisa dirangkum seperti ini:

1. Definisi iman

· Iman adalah keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan bagian inti dari iman, tetapi hanya pelengkap atau buah iman.

2. Sikap terhadap pelaku dosa besar

· Pelaku dosa besar tetap dianggap Muslim, selama ia masih meyakini Allah dan Rasul-Nya.

· Urusan dosa besar diserahkan sepenuhnya kepada Allah pada hari kiamat.

3. Konsep irja’ (menangguhkan)

· Menangguhkan penilaian kafir atau tidaknya seseorang sampai nanti di akhirat.

· Tidak terburu-buru mengkafirkan atau memvonis sesat sesama Muslim.

4. Keselamatan orang beriman

· Setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul akan selamat di akhirat, meskipun banyak dosa, karena rahmat Allah lebih besar dari dosanya.

5. Tujuan pemikiran

· Menjaga persatuan umat Islam yang terpecah karena konflik politik dan perbedaan pandangan.

· Menghindari sikap ekstrem seperti Khawarij yang mudah mengkafirkan.

 

F.  DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN MURJI'AH

Doktrin utama aliran Murji’ah pada dasarnya adalah ajaran pokok yang menjadi dasar seluruh pemikirannya. Secara ringkas, doktrin mereka bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Iman terletak di hati dan lisan

· Iman cukup dengan keyakinan di hati dan pengakuan dengan lisan.

· Amal perbuatan bukan penentu sahnya iman.

2. Pelaku dosa besar tetap mukmin

· Dosa besar tidak mengeluarkan seseorang dari Islam selama ia masih beriman.

· Penentuan nasib pelaku dosa besar sepenuhnya hak Allah di akhirat.

 

3. Irja’ (menangguhkan vonis)

· Menunda penilaian kafir/beriman seseorang hingga hari kiamat.

· Menghindari penghakiman manusia atas iman orang lain.

4. Keselamatan karena rahmat Allah

· Orang beriman, meski banyak dosa, akan mendapatkan keselamatan karena rahmat dan ampunan Allah.

5. Persatuan umat

· Menolak perpecahan karena perbedaan politik dan teologis.

· Mengedepankan persaudaraan sesama Muslim.

 

G.  SEKTE-SEKTE ALIRAN MURJI'AH

Aliran Murji’ah dalam perkembangannya terbagi menjadi beberapa sekte, yang berbeda pandangan terutama soal iman dan amal. Secara umum, pembagian sektenya seperti ini:

1. Murji’ah Ahlus Sunnah / Moderat

Ciri utama:

· Iman = keyakinan di hati + pengakuan dengan lisan.

· Amal adalah pelengkap iman, bukan penentu sahnya iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Tetap dianggap Muslim selama tidak mengingkari pokok-pokok agama.

· Tokoh: Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani.

· Pandangan ulama: Paham ini masih bisa diterima, karena tidak memisahkan iman dari amal sepenuhnya.

2. Murji’ah Ekstrem

Ciri utama:

· Iman = cukup pengetahuan dalam hati saja (tidak perlu ucapan dan amal).

· Amal, bahkan ibadah wajib, tidak memengaruhi iman.

· Sikap terhadap pelaku dosa besar: Sama sekali tidak mengurangi iman, bahkan jika banyak maksiat.

· Tokoh: Jahm bin Shafwan.

· Pandangan ulama: Dikecam karena terlalu longgar dan berpotensi membuat orang meremehkan kewajiban agama.

3. Murji’ah Qadariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ (menangguhkan vonis) dengan paham Qadariyah (manusia punya kebebasan penuh untuk menentukan perbuatannya).

· Pengaruh: Lebih menekankan tanggung jawab pribadi, tapi tetap menunda vonis iman/kafir.

4. Murji’ah Jabariyah

Ciri utama:

· Menggabungkan irja’ dengan paham Jabariyah (segala perbuatan manusia sudah ditentukan Allah).

· Pengaruh: Menjadikan manusia pasif, karena merasa semua sudah takdir Allah, termasuk dosa.

 

DAFTAR PUSTAKA

   Rozak, Abdul. Maman Abdul Djaliel. Rosihin Anwar. 2016. ILMU KALAM. Bandung : CV PUSTAKA SETIA. Yusuf, Muhammad. Faridah Faridah.  Laessaach M. Pakatuwo. 2021. AL-KHWARIJ DAN ALI-MURI’AH (SEJARAH MUNCULNYA DAN POKO AJARANYA) : Jurnal Tekhnologi Pendidikan Islam Volume 01 Nomor 02 (hlm. 10-13).

https://e-journal.iai-al-azhaar.ac.id/index.php/teknoaulama/index 

 

 

 

 

 

 



KELOMPOK 4

ALIRAN JABBARIYAH

Almira Salsabila /06 /XI. F2

Azalia Awandini /07 /XI. F2

Kirani Cahya A. /18/ XI. F2

Robby A. M. /29 /XI. F2

Satria Surya Jati /31 /XI. F2

 

A. Pengertian Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah dalam Islam adalah sebuah aliran dalam ilmu kalam yang menekankan

pandangan fatalistik, di mana manusia dianggap tidak memiliki kebebasan atau kehendak

dalam memilih atau melakukan perbuatannya. Konsep dasar dari Jabariyah berakar pada

pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk perbuatan manusia,

telah ditentukan sepenuhnya oleh takdir Allah. Dengan kata lain, manusia hanya

berfungsi sebagai objek pasif dalam menjalani hidupnya, dan tidak memiliki kontrol atas

apa yang terjadi pada dirinya.

Kata “Jabariyah” sendiri berasal dari bahasa Arab الجبریة (al-Jabariyah), yang berarti

“terpaksa” atau “dipaksa.” Dalam konteks ini, Jabariyah merujuk pada keyakinan bahwa

manusia dipaksa atau ditentukan oleh takdir dalam segala hal yang mereka lakukan

 

B. Sebab-Sebab Terbentuk nya Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah lahir di Khurasan, Persia, dengan tokohnya bernama Jaham bin Shafwan.

Nama lain dari Jabariyah adalah Jahmiyah yang dinisbahkan kepada nama Jaham bin

Shafwan. Sebenarnya, aliran ini dicetuskan pertama kali oleh Ja'ad bin Dirham, barulah

kemudian diteruskan oleh Jaham bin Shafwan. Karena pahamnya yang serba pasrah,

khalifah pertama dari dinasti Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan "mempolitisasinya"

sehingga Jabariyah jadi aliran yang memperoleh dukungan pemerintah Daulah Umayyah

(Siswanto, dalam Akidah Akhlak, 2020).

 

C. Madzhab Yang Dianut Oleh Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah tidak menganut mazhab dalam fikih seperti empat mazhab utama

(Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Jabariyah adalah aliran dalam ilmu kalam (teologi

Islam) yang fokus pada pembahasan tentang takdir dan perbuatan manusia. Aliran ini

cenderung berpandangan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan berkehendak, dan

semua perbuatan mereka telah ditentukan oleh Allah.

 

D. Tokoh Pendiri Aliran Jabariyah

Terdapat sejumlah tokoh aliran Jabariyah yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran

ilmu kalam. Dari pemikiran tokoh-tokoh itu, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua paham

lagi. Pertama, Jabariyah ekstrem yang dipelopori Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin

Shofwan. Sementara yang kedua adalah Jabariyah moderat yang dipengaruhi oleh

An-Najjar dan Ad-Dhirar.

1. Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan

Ja'ad bin Dirham adalah pencetus awal aliran Jabariyah. Setelah diusir dari Damaskus,

Ja'ad pindah ke Kufah dan meneruskan ajarannya.

5Salah satu muridnya adalah Jaham bin Shafwan yang menjadikan aliran Jabariyah kian

populer di kalangan umat Islam kala itu.

Menurut Ja'ad bin Dirham dan Jaham bin Shafwan, manusia adalah makhluk yang tak

memiliki kehendak apa pun. Allah yang mengendalikan segala perbuatan manusia.

Aliran Jabariyah ekstrem dari kedua tokoh ini meyakini fatalisme dan manusia adalah

sosok pasif dalam kehidupan dunia.

Selain itu, aliran Jabariyah ekstrem juga berpandangan bahwa surga dan neraka tidaklah

kekal. Menurut pendapat mereka, yang kekal di alam semesta ini adalah Allah SWT. Jika

surga dan nerakajuga kekal, maka keduanya akan menyaingi sifat Allah yang Maha

Kekal.

2. An-Najjar dan Ad-Dhirar

Husain bin Muhammad An-Najjar dan Dhirar bin Amr sebenarnya juga meyakini bahwa

Allah SWT memang mengendalikan semua perbuatan manusia. Namun, ia berpendapat

manusia pun memiliki peran dalam mewujudkan perbuatan tersebut.

Pendapat kedua tokoh tersebut berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran berikut

ini:

“Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96).

Dalam surah Al-Balad ayat 10, Dia SWT juga berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan

kepadanya dua jalan [jalan kebaikan dan keburukan. Manusia bebas memilih jalan yang

mana]," (QS. Al-Balad [90]: 10).

Menurut pendapat mereka, jika manusia tidak memiliki kehendak bebas sama sekali,

maka akan sangat tidak adil jika manusia diganjar dosa atas perbuatan buruknya atau

memperoleh pahala atas amalan baiknya. Pemikiran An-Najjar dan Ad-Dhirar melandasi

perkembangan kelompok Jabariyah moderat yang tidak serta-merta menganggap manusia

mutlak tunduk pada takdir, melainkan juga berpartisipasi dalam memutuskan segala

perbuatannya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Jabariyah

Dalam jurnal "Aliran Jabariyah dan Qodariyah: (sejarah dan pokok pemikiran)" (2024)

yang ditulis Syukri Kurniawan Nasution dkk, dijelaskan, ada lima ajaran pokok aliran

Jabariyah sebagai berikut:

1. Tuhan Allah tidak sifat. Ia berkuasa, berkata, dan mendengar dengan Zatnya.

2. Mukmin yang mengerjakan dosa besar kemudian mati sebelum taubat, pasti masuk

neraka.

3. Tuhan tidak dapat dilihat manusia dengan mata kepala meskipun telah berada di surga.

5. Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Namun, manusia sendiri yang memiliki

kebahagiaan ketika melakukan perbuatannya.

6. Tuhan yang menciptakan perbuatan positif dan negatif.

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Jabariyah

Dokrin (asas/dasar suatu aliran politik, keagamaan) Jabariyah disaat ini masih

berkembang dalam bentuk pemahaman individu. Pemahaman ini bertolak belakang dari

paham Qadariyah bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya kehendak maupun

pilihan dalam setiap tindakannya.

Segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada hakikatnya adalah dari Allah

semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau siksa karena

perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan

manusia adalah sebenarnya perbuatan Allah SWT tidak menafikan adanya pahala dan

siksa. Para penganut paham ini ada yang ekstrim, ada pula yang bersikap moderat. Jahm

bin Shafwan termasuk orang yang ekstrim, sedangkan yang moderat antara lain adalah :

Husain bin Najjar, Dhirar bin Amru, dan Hafaz al Fardi yang mengambil jalan tengah

antara Jabariyah dan Qadariyah.

Berikut beberapa paham yang dikembangkan para ulama Jabariyah diantaranya:

1. Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Bahwa segala perbuatan manusia merupakan

paksaan dari Allah SWT dan merupakan kehendakNya yang tidak bisa ditolak oleh

manusia. Manusia tidak punya kehendak dan pilihan. Ajaran ini dikemukakan oleh Jahm

bin Shofwan.

2. Surga dan neraka tidak kekal, begitu pun dengan yang lainnya, hanya Allah SWT yang

kekal.

3. Iman adalah ma’rifat dalam hati dengan hanya membenarkan dalam hati. Artinya

bahwa manusia tetap dikatakan beriman meskipun ia meninggalkan fardhu dan

melakukan dosa besar. Tetap dikatakan beriman walaupun tanpa amal.

4. Kalam Allah (Al Qur’an) adalah makhluk. Allah SWT Mahasuci dari segala sifat

keserupaan dengan makhluk-Nya, maka Allah tidak dapat dilihat meskipun di akhirat

kelak, oleh karena itu Al-Qur’an sebagai makhluk adalah baru dan terpisah dari Allah,

tidak dapat disifatkan kepada Allah SWT.

5. Allah SWT tidak mempunyai sifat serupa makhluk seperti berbicara, melihat, dan

mendengar.

6. Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia berperan dalam

mewujudkan perbuatan itu. Teori ini dikemukakan oleh Al-Asy’ari yang disebut teori

kasab, sementara An-Najjar mengaplikasikannya dengan ide bahwa manusia tidak lagi

seperti wayang yang digerakkan, sebab tenaga yang diciptakan Allah SWT dalam diri

manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah

Contoh sekte atau aliran itu adalah sekte jabariyah, didalam sekte jabariyah manusia

dianggap tidak memiliki hak atas dirinya sendiri atau bisa diartikan jika manusia

mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa sesuai kehendak tuhan.

Dalam bahasa inggris jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang

menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semua oleh qada dan qadar.

Sebelum mengetahui lebih jauh mengenai sekte jabariah perlu dijelaskan siapa tokoh

pertama kali yang memperkenalkan aliran ini dan apa alasan yang menyebabkan

kemunculan sekte jabariyah.

Faham jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Ja'd bin Dirham kemudian disebar

luaskan oleh Jaham bin Shafwan, al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja'd bin Dirar.

Seorang ahli sejarah bernama Ahmad Amin berpendapat jika kemunculan sekte jabariyah

ini disebabkan oleh kehidupan bangsa Arab yang berada ditengah kerasnya gurun sahara,

keadaan lingkungan sekitar yang sulit membawa mereka kepada sikap fatalism. Namun

berkaitan dengan kemunculan faham jabariyah ada beberapa pendapat yang mengatakan

jika faham ini dipengaruhi oleh asing, yaitu pengaruh agama Yahudi yang bermadzhab

Qurra dan agama kristen yang bermadzhab Yacobit. ("Abdul Razak dan Rosihon Anwar,

ilmu kalam, 2009:64").

Aliran jabariyah dibagi menjadi 2, yaitu jabariyah murni (ekstrim) dan jabariyah

pertengahan (moderat).

Jabariyah murni (ekstrim), aliran ini berpendapat jika manusia tidak mempunyai

kemampuan untuk berbuat apapun. Segala perbuatan disandarkan kepada Allah SWT.

Para pemuka dari aliran jabariyah ekstrim antara lain.

Jahm bin Shofwan (124H), beliau berasal dari Khurasan namun bertempat tinggal di

Khufah. Beliau menyebarkan faham jabriyah murni kedaerah Tirmiz.

Ja'd bin Dirham, beliau dibesarkan dilingkungan orang kristen yang sering

membicarakan Teologi, semula beliau adalah pengajar terpercaya namun dikarenakan

beberapa pemikirannya yang kontroversial sehingga beliau dipencat. Kemudian beliau

berlari ke Kuffah guna menemui Jahm bin Shofwan serta mentransfer pemikirannya

untuk disebarluaskan.

8Adapun dari aliran jabariyah pertengahan (moderat) berpendapat

 

 

 

 

 

KELOMPOK 5

ALIRAN QODARIYAH

1 Hafidz Al Farisy Nur Hidayat XI-F2 /13

2 Lina Hanifah XI-F2 /19

3 Lisna May Utami XI-F2 /20

4 Selvia Dhira Raehanah XI-F2 /33

 

1. PENGERTIAN ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah merupakan salah satu aliran teologi tertua dalam Islam. Kemunculan aliran qadariyah sendiri tidak semata-mata hanya karena dinamika pemikiran dalam Islam saja, akan tetapi juga disebabkan oleh gejolak politik yang ada pada masa Dinasti Umayyah I yaitu pada tahun 661 hingga 750 M. Beberapa pemikiran dari aliran qadariyah seperti manusia memiliki kehendak bebas atau free will membuat aliran tersebut bertentangan dengan aliran jabariyah. Di mana pokok pemikiran tersebut pula yang menyebabkan aliran qadariyah sebagai ideologi serta sekte bidah. Lebih lanjut mengenai aliran qadariyah, simak artikel ini hingga akhir. Kata qadariyah, berasal dari kata qadara yang memiliki dua pengertian yaitu adalah berani untuk memutuskan serta berani untuk memiliki kekuatan maupun kemauan. Sedangkan kata qadariyah yang dimaksudkan oleh aliran ini ialah suatu paham, bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak serta memiliki kemampuan untuk berbuat. Orang-orang yang menganut aliran qadariyah, merupakan sebuah kelompok yang meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia terwujud, karena ada kehendak serta kemampuan manusia itu sendiri. Dalam aliran qadariyah pula, para penganut percaya bahwa manusia dapat melakukan sendiri seluruh perbuatan, sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

 

2. SEBAB TERBENTUKNYA ALIRAN QADARIYAH

Aliran Qadariyah muncul sebagai akibat dari adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam  mengenai hubungan antara perbuatan manusia dengan takdir Allah. Secara khusus, aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Jabariyah yang menyatakan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh takdir Allah. Berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kemunculan aliran Qadariyah:

1. Reaksi terhadap Jabariyah:

Paham Qadariyah muncul sebagai antitesa dari Jabariyah yang cenderung fatalistik, yang berpendapat

bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas dan semua perbuatannya telah ditentukan oleh Allah.

2. Pengaruh pemikiran Yunani dan Kristen:

Beberapa tokoh Qadariyah, seperti Ma'bad al-Juhani, terpengaruh oleh pemikiran rasional. Yunani dan

ajaran Kristen Nestorian, yang menekankan kebebasan manusia dalam bertindak.

3. Kondisi politik pada masa Bani Umayyah:

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang dikenal otoriter, muncul keinginan untuk mencari

keadilan dan kebebasan, yang kemudian diterjemahkan dalam paham Qadariyah yang menekankan

kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya.

4. Perbedaan pemahaman tentang ayat-ayat Al-Quran:

Terdapat perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang takdir dan perbuatan manusia, yang menjadi dasar perbedaan antara Qadariyah dan Jabariyah.

5. Upaya mencari keadilan Allah:

Paham Qadariyah juga muncul sebagai upaya untuk membersihkan citra Allah dari ketidakadilan. Jika segala perbuatan manusia sudah ditentukan, maka hukuman Allah atas dosa-dosa manusia dianggap tidak adil.

Dengan demikian, aliran Qadariyah muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor-faktor tersebut, yang kemudian berkembang menjadi salah satu aliran penting dalam teologi Islam.

3. TOKOH PENDIRI ALIRAN

Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua. Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.

Aliran qadariyah, dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di Dinasti Umayyah. Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.

4. MADZHAB YANG DI ANUT

Aliran Qadariyah tidak menganut mazhab tertentu dalam fikih atau hukum Islam. Mereka adalah aliran dalam teologi Islam yang lebih menekankan pada kebebasan kehendak manusia dan tanggung jawab atas 4perbuatannya. Meskipun demikian, mereka memiliki pandangan yang berbeda dengan aliran lain dalam memahami konsep takdir dan kehendak Allah.

5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN ALIRAN QADARIYAH

Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali, serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut. Dalam sebuah riwayat dari Al Lalikai dari Imam Syafii, dijelaskan bahwa qadar merupakan orang yang menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan apapun. Sementara itu, Imam Abu Tsaur menjawab bahwa qadariyah merupakan orang yang menyatakan, bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan dari para hamba- Nya, menurut penganut aliran qadariyah pula, Allah tidak menentukan serta menciptakan perbuatan maksiat pada hamba-Nya. Sedangkan ketika, Imam Ahmad ditanya mengenai qadariyah, ia menjawab bahwa mereka kafir. Abu Bakar Al Marudzi pun berkata bahwa, ‘saya bertanya pada Abu Abdullah tentang qadari, maka beliau menjawab bahwa ia tidak mengkafirkan qadari yang menetapkan ilmu Allah atas perbuatan dari hambaNya sebelum terjadi. Begitu pula dengan Ibnu Taimiyah, ia mengkafirkan qadari yang menafikan tulisantulisan serta ilmu Allah dan tidak mengkafirkan aliran qadari yang menetapkan ilmu Allah. Ibnu Rajab Al Hambali pun menyatakan, bahwa aliran qadariyah yang mengingkari ilmu Allah adalah kafir. (Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili, 2002, 83-85). Aliran ini disebut sebagai aliran qadariyah, sebab para pengikutnya mengingkari takdir serta mereka menganggap bahwa manusia telah melakukan usahanya sendiri, seperti bagaimana yang telah dituturkan oleh Imam An Nawawi.

 

6.DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN QADARIYAH

Pada Prinsipnya dasarpikiran ajaran aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini, bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksaNya, karena memakai qadrat tidak pada tempatnya.

 

7. SEKTE-SEKTE ALIRAN QADARIYAH

Sesungguhnya alıran Qadarıyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Seperti Berikut;

a. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan kami tidak mengharamkan apapun.

b. Qadariyah majustah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaanNya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya. sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.

c. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis. tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).

DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/aliran-qadariyah/

https://mynida.stainidaeladabi.ac.id/asset/file_pertemuan/5b413-qadariyah.pdf

https://id.scribd.com/document/536610001/Sekte-Jabariyah-Dan-Qadariyah

 

KELOMPOK 6

ALIRAN MUKTAZILAH

1 Azhima Lailatul Azizah XI-F2 /08

2 Khoirul Fajri Al Mujahir XI-F2 /17

3 Pratiwi Nur Rohmah XI-F2 /27

4 Zahra Aulia Bilqiz XI-F2 /35

 

 A. Pengertian Aliran Mu’tazilah

Muktazilah merupakan salah satu cabang aliran Islam yang mengedepankan

akal atau rasionalistik. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah pada masa ulama

Tabiin Imam Hasan Al-Bashri. Muktazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya

memisahkan diri, merujuk pada sikap netral kelompok ini dalam peristiwa politik yang

terjadi setelah pembunuhan Khalifah Utsman. Muktazilah merupakan aliran yang

banyak terpengaruh oleh pemikiran filsafat barat, sehingga aliran ini cenderung

menggunakan rasio (akal) sebagai dasar pemahamannya. Aliran Mu’tazilah cenderung

mengedepankan otoritas akal (nalar/Aqli) daripada Naqal (dalil syar’i). Sehingga

mayoritas Muslim memandang paham ini sangat berbahaya. Salah satu ajaran

Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah adalah

makhluk.

 

B. Sebab Terbentuknya Aliran Mu’tazilah

Lahirnya aliran Muktazilah pertama kali muncul di Basrah, Irak, pada Abad 2

Hijriyah. Sejarah mu’tazilah muncul yakni saat suatu kali Hasan Al-Bashri menjelaskan

pokok-pokok ajaran Khawarij yang memfatwakan bahwa pelaku dosa besar dihukum

kafir. Ia mengomentari bahwa pelaku dosa besar tidak bisa digolongkan sebagai orang

kafir, tetapi masih berstatus mukmin sepanjang ia beriman.

Lantas, Washil bin Atha’ berkomentar atas pendapat Hasan Al-Bashri dengan

menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak dapat dikategorikan mukmin, tidak bisa

juga dianggap kafir. Kedudukan pelaku dosa besar, menurut Washil bin Atha’, di antara

dua posisi (al-manzilatu baina manzilatain).

Dalam bahasa Arab, “Mu’tazilah” artinya (keadaan) memisahkan diri. Pada

kasus ini, penyematan nama Mu’tazilah berasal dari kejadian ketika Washil bin Atha’

memisahkan diri dari golongan Hasan Al-Bashri.

Lambat laun, Washil bin Atha’ mengajarkan pemikirannya hingga menjadi

aliran yang berpengaruh luas dan populer pada masa Dinasti Abbasiyah. Saking populer

dan kuatnya pengaruh aliran Mu’tazilah, ia menjadi mazhab dan aliran resmi negara

pada masa pemerintahan empat khalifah Abbasiyah. Empat masa pemerintahan tersebut

yakni Al-Makmun (198-218 H), Al-Mu’tashim (218-227 H), Al-Watsiq (227-232 H),

dan berakhir pada masa Al-Mutawakil (234 H).

 

C. Tokoh Pendiri Aliran Mu’tazilah

Aliran Muktazilah ini pertama kali dipelopori oleh Washil bin Atha’, seorang

penuntut ilmu yang juga murid Imam Hasan Al-Bashri di Irak. Washil bin Atha’ lahir

di Madinah pada masa khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan (65-86 H

atau 684-705 M).7

Imam Hasan Al-Bashri mengatakan Washil telah i’tizal (mengasingkan diri)

dari majelisnya karena pemikirannya. Ketika Washil melontarkan pendapatnya yang

melawan arus tadi, dengan nada menyesal Imam Hasan berkomentar: “Ia telah keluar

dari kita. I’tazala’anna!” Kata i’tazala (hengkang) yang jadi sebutan Mu’tazilah (yang

hengkang dari arus umum) itu pun kemudian ditempelkan kepada Washil bin Atha’ dan

pengikutnya.

Setelah memisahkan diri, pemikiran Washil bin Atha’ kian berkembang dan

mendapat dukungan banyak orang. Aliran Muktazilah ini sempat mempengaruhi empat

khalifah di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Washil bin Atha’ meninggal dunia pada masa pemerintahan Marwan II (127-

132 H atau 744-750 M).

Dalam perkembangannya, aliran Mu’tazilah tidak hanya berpusat di kota

Basrah sebagai kota kelahirannya, tetapi juga berpusat di kota Bagdad, yang merupakan

ibu kota pemerintahan. Karena itu, jika berbicara tentang tokoh pendukungnya maka

kita harus melihatnya dari kedua kota tersebut.

Tokoh-tokoh yang ada di Bashrah :

1. Washil ibn Atha’ (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap

di Bashrah. Ia merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu’tazilah.

Karenanya, ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu’tazilah wa

Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu’tazilah 12

2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhul al-Allaf. Ia lahir

di Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan

al-Allaf karena rumahnya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak.

Gurunya bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.13

3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannya tidak diketahui,

dan wafat tahun 231 H . Ia lebih populer dengan sebutan Al-Nazhzham.

4. Abu Ali Muhammad ibn Ali al-Jubba’i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil

di propinsi Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan

akrabnya ialah Al-Jubba’i dinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia

adalah ayah tiri dan juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu

Hasan al-Asy’ari.

Tokoh-tokoh yang berdomisili di Bagdad adalah :

1. Bisyir ibn al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M). Ia merupakan pendiri Mu’tazilah

di Bagdad.

2. Abu al-Husain al-Khayyat (wafat 300 H/912 M). Ia pemuka yang mengarang

buku Al-Intishar yang berisi pembelaan terhadap serangan ibn Al-Rawandy.

3. Jarullah Abul Qasim Muhammad ibn Umar (467-538 H/1075- 1144 M). Ia lebih

dikenal dengan panggilan al-Zamakhsyari. Ia lahir di Khawarazm (sebelah

selatan lautan Qazwen), Iran. Ia tokoh yang telah menelorkan karya tulis yang

monumental yaitu Tafsir Al-Kasysyaf.8

4. Abul Hasan Abdul Jabbar ibn Ahmad ibn Abdullah al- Hamazani al-Asadi.

(325-425 H). Ia lahir di Hamazan Khurasan dan wafat di Ray Teheran. Ia lebih

dikenal dengan sebutan Al- Qadi Abdul Jabbar. Ia hidup pada masa kemunduran

Mu’tazilah. Kendati demikian ia tetap berusaha mengembangkan dan

menghidupkan paham-paham Mu’tazilah melalui karya tulisnya yang sangat

banyak. Di antaranya yang cukup populer dan berpengaruh adalah Syarah Ushul

al-Khamsah dan Al-Mughni fi Ahwali Wa al-Tauhid.

 

D. Madzhab yang Dianut Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah tidak memiliki madzhab fikih seperti empat madzhab yang

disebutkan di atas. Pemikiran Mu’tazilah lebih berfokus pada aspek teologis dan filsafat

dalam Islam, dan mereka seringkali berbeda pendapat dengan aliran teologi lainnya

dalam hal pemahaman tentang sifat-sifat Tuhan, kehendak bebas manusia, dan masalah

masalah teologis lainnya.

 

E. Pokok-Pokok Pemikiran Aliran Mu’tazilah

1. Tentang status pelaku dosa besar

Orang ini dikatakan tidak mukmin dan tidak kafir tetapi fasik, dan

ditempatkan tidak di surga dan tidak di neraka tetapi menempati satu tempat di

antara dua tempat yang terkenal dengan satu dasar dari ajaran Mu’tazilah yaitu

manzila bain al-manzilatain. Menurut Mu’tazilah yang termasuk dosa besar

adalah segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,

sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya yaitu segala ketidakpatuhan yang

ancamannya tidak tegas dalam nas.

2. Tentang iman dan kufur

Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku

dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, kecuali dengan sebutan yang

sangat terkenal dengan manzila bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar

menduduki posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika

meninggal dunia sebelum bertobat maka ia dimasukkan ke dalam neraka namun

siksaannya lebih ringan dari pada siksaan orang orang kafir.

3. Tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Perbuatan Tuhan menurut aliran Mu’tazilah sebagai aliran kalam yang

bercorak rasional, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal

hal yang dikatakan baik. Namun bukan berarti Tuhan tidak mampu melakukan

perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan

mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Mu’tazilah mengambil dalil

dengan surat Al-Anbiya (21) :23.dan surat Ar-Rum (30) : 8.9

Perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah memandang bahwa

manusia mempunyai daya yang besar dan bebas oleh karena itu Mu’tazilah

sepaham dengan aliran Qadariyah tentang perbuatan manusia. Manusialah yang

menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri yang berkuasan untuk

melakukan yang baik dan yang buruk. Kepatuhan dan ketaatan kepada Tuhan

adalah kehendak manusia sendiri. Mu’tazilah .enggunakan dalil As-Sajdah (32)

: 7 “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik baiknya.” Yang

dimaksud dalam ayat tersebut adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik.

Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan. Karena di

antara perbuatan manusia ada perbuatan jahat. Maka manusia akan

mendapatkan balas jika melakukan perbuatan jahat. Sekiranya perbuatan

manusia adalah perbuatan Tuhan maka balasan dari Tuhan tidak akan ada

artinya.

4. Tentang sifat sifat Allah

Menurut Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat yang ada hanya zat-Nya.

Semua sifat yang dikatakan itu melekat pada zat-Nya.

5. Tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan

Aliran kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cendrung

memahami keadilan Tuhan. Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu adil dan

tidak mungkin berbuat zalim. Dengan demikian manusia diberi kebebasan

untuk melakukan perbuatannya tanpa ada paksaan sedikitpun dari Tuhan.

Dengan kebebasan itulah manusia dapat bertanggungjawab atas segala

perbuatannya. Tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada

hamba-Nya tanpa mengiringinya dengan memberikan kebebasan terlebih

dahulu. Maka hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak

mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan

yang diberikan Tuhan kepada manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah)

yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah. Oleh sebab itu kekuasaan dan

kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum hukum yang tersebar di

alam. Oleh sebab itu Mu’tazilah menggunakan dalil Al-Ahzab (33) : 62.

Keadilan Tuhan menurut Mu’tazilah bahwa Tuhan tidak berbuat dan

memilih yang buruk. Tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada

manusia dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Dalilnya dalah surat Al-Anbiya

(21) : 47, surat Yasin (36) : 54, surat Fushilat (41) : 46, An-Nisa’ (4) : 40 dan

surat al-Kahfi (18) : 49. 1710

 

F. Doktrin-Doktrin Aliran Mu’tazilah

Ajaran inti Mu’tazilah dirumuskan dalam lima prinsip dasar yang menjadi

fondasi pemikiran mereka, yaitu:

1. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Mu’tazilah menekankan tauhid secara mutlak. Mereka menolak segala bentuk

antropomorfisme (penyerupaan Allah dengan makhluk), termasuk sifat-sifat

Tuhan yang dianggap berdiri sendiri dari zat-Nya. Bagi mereka, Allah tidak

memiliki sifat yang berdiri terpisah, karena hal itu akan mengancam keesaan

Nya.

2. Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)

Mu’tazilah percaya bahwa Allah Maha Adil dan tidak mungkin berbuat zalim.

Oleh karena itu, manusia memiliki kehendak bebas (free will) dan bertanggung

jawab atas perbuatannya. Pandangan ini bertentangan dengan aliran Jabariyah

yang menganggap manusia tidak memiliki pilihan dalam kehendaknya.

3. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman Allah)

Mereka meyakini bahwa janji surga dan ancaman neraka dari Allah bersifat

pasti dan tidak dapat dibatalkan. Allah tidak akan mengampuni pelaku dosa

besar tanpa taubat yang sungguh-sungguh.

4. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku dosa besar tidak termasuk mukmin dan

tidak pula kafir, melainkan berada di posisi tengah. Posisi ini merupakan solusi

teologis yang berupaya menjaga keadilan dan tanggung jawab moral manusia.

5. Amr Ma’ruf Nahi Munkar (Menegakkan Kebenaran dan Mencegah

Kemungkaran)

Mu’tazilah mendorong keterlibatan aktif dalam urusan sosial dan politik.

Menekankan bahwa umat Islam harus menegakkan keadilan dan menolak

kezaliman, bahkan jika itu melibatkan perlawanan terhadap penguasa zalim.

 

G. Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah

Pemikiran teologi Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode berpikir terbagi

menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif

ditokohi oleh Washil bin Atha dan Amr bin Ubaid, pada fase ini semasa dengan

penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan, yang secara 11

representatif adalah Abu Hudzail dan al-Nadhdham. Fase ini sezaman dengan awal

pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya.

Kemudian fase penghujung, yang secara representatif ditokohi oleh Ali al

Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan pemerintahan al

Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah. Dari ketiga fase tersebut

kemudian muncullah sekte-sekte dalam aliran Mu’tazilah yang masing-masing sekte

itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti sekte Washiliyah (pengikut

Washil bin Atha), Hudzailiyah (pengikut Abu Huzail al-Allaf), Nadhdhamiyah

(pengikut al-Nadhdham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan

masih banyak lagi sekte lainnya.

1. Hudzailiyah

Hudzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan bin

Hudzail al-Allaf (135-226 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada

tempatnya, Allah hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak

mempunyai tempat seperti amar, nahi, berita dan sebagainya. Menurutnya perintah

(amar) menciptakan bukan amar taklifi (pembebanan).

Selain itu, menurutnya orang yang kekal di dalam neraka adalah

berdasarkan takdir Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengelaknya.

Lantaran semuanya adalah ciptaan Allah bukan akibat dari usaha manusia, karena

itu kalau termasuk usaha manusia dapat menghindarinya.

2. Nadhdhamiyah

Nadhdhamiyah merupakan mereka para pengikut Ibrahim bin Yasar bin

Hani al-Nadhdham. Ia banyak mempelajari buku-buku filsafat, karena itu

pendapatnya mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya terdapat beberapa masalah

yang ada perbedaan. Pendapatnya di antaranya ketentuan (qadar) baik dan buruk

berasal dari manusia. Menurutnya Allah tidak kuasa untuk menciptakan keburukan

dan kemaksiatan karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.

Iradat Allah pada dasarnya Allah tidak mempunyai sifat iradat. Apabila

dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat Iradat, namun yang

dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu Allah.

Kemudian perbuatan manusia semua terdiri dari gerak, sedang diam adalah gerak

yang terhenti. Pengetahuan dan keinginan adalah gerak hati, namun ia tidak

menyebut perpindahan, sedang gerak menurutnya awal semua perubahan.

Pendapat tersebut mirip dengan pendapat para filosof yang mengakui gerak adalah

merupakan jawaban bagaimana letak, di mana, dan kapan.

3. Juba’iyah dan al-Bahsyaniyah12

Pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i

(295 H) dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk

kelompok Mu’tazilah Basrah. Mereka berdua berbeda pendapat dengan rekan

rekannya dalam beberapa masalah, di antaranya sebagai berikut.

Mereka berdua mengakui adanya keinginan (Iradah) dari makhluk ini dan

keinginan ini tidak mempunyai tempat (mahal). Karena itu, Allah dikatakan Maha

Berkehendak untuk mengagungkan-Nya. Demi mengagungkan zat-Nya, maka

kehendaknya tidak mempunyai tempat. Setiap yang tidak mempunyai tempat akan

fana apabila menginginkan. Kemudian Allah Maha Berkata-kata dan perkataan

(kalam) Allah adalah ciptaan-Nya yang ditempatkan pada suara dan huruf.

Karena itu, hekekat kalam itu terdiri dari suara yang terputus-putus dan

terdiri dari huruf. Karena itu, dikatakan “mutakallim” ialah orang yang pandai

bicara bukan orang yang sedang bicara. Selain itu, iman menurut mereka nama bagi

pujian merupakan semua sifat yang dianggap baik, yang ada pada diri seseorang

sehingga ia berhak dinamakan mukmin dan setiap orang yang melakukan dosa

besar dinamakan fasik yang bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula orang

kafir, serta apabila ia meninggal sebelum bertobat, ia kekal di dalam neraka.13

 

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/aliran-mutazilah-pengertian-dan-doktrin-ajaran/

https://tirto.id/sejarah-mutazilah-tokoh-aliran-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gixq

https://kalam.sindonews.com/read/1033953/70/sejarah-lahirnya-aliran-muktazilah-tokoh-dan

ajarannya-1677510168

https://www.studocu.id/id/document/universitas-mulawarman/pendidikan-agama

islam/tokoh-tokoh-aliran-mutazilah/48446586

https://www.indonesiana.id/read/144164/mengenal-aliran-mutazilah

https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-sanggahannya-4biQc

https://jurnal.maziyatulilmi.com/index.php/jippi/article/view/68/101

https://www.kepoinhikmah.com/2025/04/Aliran-Mutazilah-Sejarah-Doktrin-Kontroversi-dan

Warisan-Intelektual-dalam-Islam.html?m=1

https://id.scribd.com/document/562065675/IK-Kel-6-Sekte-Mu-tazilahh

https://id.scribd.com/doc/177117011/Makalah-Aliran-Mu-Tazilah

https://id.scribd.com/document/636810170/Kelompok-3-Makalah-Mu-tazilah-dan-Asyariyah

https://www.fikriamiruddin.com/2020/08/sekte-teologi-mutazilah.html?m=1

https://www.pesantrenkhairunnas.sch.id/pengertian-akidah-akhlak/

 

 

KELOMPOK 7

ALIRAN ASYARIYAH

1. Adinda Mayang Putri Taliya / 01 /XI F2

2. Bryan Farma Saputra /10 /XI F2

3. Khanza Afiqoh Zahirah /16 /XI F2

4. Livia Ezra Islami /22 /XI F2

 

1. Pengertian aliran asy’ariyah

Aliran Asy'ariyah merupakan salah satu aliran ilmu kalam yang banyak

dilakukan studi oleh para pengajar. Aliran Asy'ariyah Didirikan oleh Abu Hasan Al-

Asy'ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya aliran ASWAJA atau ahlu sunnah

waljama'ah. Selain itu, aliran asy'ariyah memiliki banyak pengikut dari kalangan

Islam di Indonesia. aliran asy'ariyah menjadi sebuah aliran yang menjadi embrio lahir

aliran ahlu Al-Sunnah Waljama'ah yang menjadi suatu aliran para sejak Nabi

Muhammad Saw sampai pada para sahabat.

Aliran Asy'ariyah merupakan suatu reaksi terhadap aliran muktazilah dan

ajaran pokok dalam aliran ini terdiri dari zat dan sifat-sifat Tuhan, kebebesan dalam

berkehendak, akal dan wahyu, kebaikan dan keburukan serta qadimnya kalam Allah

SWT, Wujud Allah, keadilan, dan kebaruan alam dan kedudukan orang yang

melakukan dosa.

 

2. Sebab terbentuknya aliran asy’ariyah

Al-Asy’ari mempelajari ilmu Kalam dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu

‘Ali al-Jubbâi. Karena kemahirannya ia selalu mewakili gurunya dalam

berdiskusi.Meskipun demikian pada perkembangan selanjutnya ia menjauhkan diri

dari pemikiran Muktazilah dan condong kepada pemikiran para Fuqaha dan ahli

Hadis, padahal ia sama sekali tidak pernah mengikuti majlis mereka dan tidak

mempelajari

‘aqidah berdasarkan metode mereka.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari

Muktazilah sekaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan

nama al-Asy’ari karena adanya perdebatan-perdebatan dengan gurunya Abu ‘Ali al-

Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir dengan terlihatnya

kelemahan paham Muktazilah.

Aliran asy’ariyah muncul sebagai bentuk kritik terhadap paham muktazilah

yang dianggap terlalu rasional dalam memahami sifat sifat Allah dan kehendaknya.

 

3. Tokoh-Tokoh pendiri aliran asy’ariyah

Pada abad keempat hijriyah,Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama

besar yang lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H (873 M). Ia dikenal sebagai pendiri

mazhab teologi Asy’ariyah, salah satu manhaj akidah Ahlussunnah wal Jamaah

(Aswaja) yang hingga kini menjadi rujukan mayoritas umat Islam.

Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, keturunan dari

sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari.Sejak kecil, al-Asy’ari telah menimba ilmu agama

dari para ulama besar, termasuk Syekh Zakariya as-Saji, seorang faqih mazhab Syafi’i.

Ia juga sempat hidup bersama ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, seorang tokoh

Mu’tazilah.

Pengaruh keluarga ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan.Sebagian

menyebut ia bahkan pernah menjadi pengajar Mu’tazilah, namun sebagian lain

meragukannya karena minimnya bukti historis. Pada usia 40 tahun, al-Asy’ari

mengalami titik balik.

Ia mulai meragukan ajaran Mu’tazilah, terutama dalam hal konsep keadilan

Tuhan. Perdebatan teologis dengan ayah tirinya menyadarkannya akan kelemahan

logika Mu’tazilah. Dalam periode pencarian spiritualnya, al-Asy’ari bahkan mengaku

bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang menyuruhnya untuk tetap mengikuti

sunnah.

Setelah menyepi selama dua pekan, ia pun menyatakan secara terbuka bahwa

dirinya meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan memilih jalan Aswaja.Ia kemudian

merumuskan dasar-dasar teologi yang berusaha menyeimbangkan antara dalil naqli

(wahyu) dan akal, serta membela keyakinan umat dari paham-paham ekstrem.

Pemikirannya dituangkan dalam banyak karya, dan aliran Asy’ariyah yang ia

rintis menjadi

salah

satu tonggak utama dalam

sejarah pemikiran

Islam.ajarannya.dialah Imam Abu Hasan Al-asy’ari.Manhaj yang dibentuknya tampil

membela ahlussunnah wal jamaah dengan kalam.

 

4. Madzhab yang dianut aliran asy’ariyah

Asy’ariyah merupakan sebuah paham teologis yang dibangun oleh Abul

Hasan bin Ismail, yang dikenal dengan nama Asy’ari. Asy’ariyah sebagai bentuk

penjabaran doktrin akidah Islam yang sangat dikenal pada masa itu. Mazhab al-

Asy’ari adalah mazhab teologis yang dinisbatkan terhadap pendirinya, al-Imam Abu

al-Hasan al-Asy’ari. Mazhab ini diikuti mayoritas kaum muslim Ahlussunnah wal

Jama’ah dari dulu hingga kini.Golongan Ahlussunnah itu adalah mereka yang secara akidah mengikuti

mazhab Abul Hasan al-Asy’ari dan dalam fikih mengikuti mazhab yang empat.

Mazhab akidah yang kemudian dikenal dengan akidah Asy’ariyah diikuti oleh

mayoritas ulama hadits ternama dan ulama fikih utama seperti Imam al-Baihaqi,

Imam al-Ghazali, Imam Fakhrudin, dan beberapa imam lain.

 

5. Pokok-Pokok pemikiran aliran Asy’ariyah

Abu Hasan mengembangkan aliran Asy’ariyah yang lebih mengutamakan

penggunaan dalil naqli dan mengurangi atau membatasi penggunaan logika filsafat

sebagai fondasi pemikiran teologis.berikut ini pokok-pokok pemikiran dalam ajaran

aliran Asy’ariyah:

a. Sifat Tuhan

Pandangan aliran Asy’ariyah mengenai sifat ketuhanan ialah mengakui Zat

Allah SWT berbeda dari makhluk.Contoh, Allah Maha Mendengar. Sifat itu berbeda

dengan manusia yang bisa mendengar.

b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Aliran Asy’ariyah meyakini manusia tidak memiliki kekuasaan untuk

menciptakan sesuatu, kecuali dengan adanya daya dan upaya dari Allah SWT.

c. Keadilan Tuhan

Aliran Asy’ariyah berpandangan bahwa penentuan nasib manusia di akhirat

merupakan hak mutlak Allah SWT untuk menentukan hal itu dengan segala kuasa-

Nya.

d. Melihat Tuhan di Akhirat

Paham aliran Asy’ariyah memuat keyakinan bahwa melihat Zat Tuhan adalah

kegembiraan paling tinggi bagi manusia di akhirat kelak.aliran Asy’ariyah

menganggap itu menjadi hak Allah SWT untuk menentukannya.

e. Dosa Besar

Aliran Asy’ariyah meyakini bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar

layak disebut fasik, dan soal kemungkinan ia masih mungkin menerima ampunan atau

tidak, tergantung kepada kehendak Allah SWT.

Jika seorang muslim masuk golongan orang fasik maka ia akan dimasukkan ke neraka.

Sedangkan jika ia mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, ia akan dimasukkan

ke dalam surga-Nya

 

6. Doktrin-Doktrin aliran Asy’ariyah

Doktrin Ajaran Aliran Asy’ariyah

a. Sifat-sifat

Tuhan memiliki sifat sebagaiman disebut di dalam Al-Qur’an, yang di sebut

sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat Tuhan.

b .Al-Qur’an.

Menurutnya, Al-Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.

c. Melihat

Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.

d. Perbuatan

Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh

manusia itu sendiri.

e. Keadilan Tuhan

Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan

tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab

Tuhan Maha Kuasa atas segalanya.

f. Muslim yang berbuat

Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya

tidaklah kafir dan tetap mukmin.

versi singkatnya:

-Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan dan

mempunyai wujud di luar.

-Al-Qur’an bersifat qadim

-Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan

-Tuhan dapat dilihat

-Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,

tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban

yang tak dapat dipikul.

 

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/477995249/MAKALAH-ALIRAN-ALIRAN-

DALAM-ILMU-KALAM [Referensi Makalah]

https://id.scribd.com/document/541436687/Makalah-Asy-ariyah

https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/Innovative/article/view/4846

https://www.republika.id/posts/18336/mengenal-pendiri-asy%E2%80%99ariyah

https://www.mahadalyjakarta.com/mengenal-secara-singkat-mazhab-asyariyah-dan-

maturidiyah

https://tirto.id/sejarah-aliran-asyariyah-pokok-pemikiran-dan-tokoh-pendirinya-gidU

https://an-nur.ac.id/aliran-asyariya

 

 

KELOMPOK 8

MATURIDIYAH

Anggota : 1. Afifahtuz Azmi (02)

2. Dania Rahmawati (11)

3. Ibrahim Nazran Putranto (15)

4. Siva Aulia Qirani Putri (34)

 

A. Pengertian Aliran Maturidiyah 

Maturidiyah adalah aliran pemikiran kalam yang berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya   fiqh-ul Akbar dan fiqh-ul Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah.

Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menafsirkan Al-Qur’an Al Maturidi membawa ayat-ayat yang mu- tasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mukmin tidak mempunyai kemampuan untuk mentawilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.

Aliran Maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Al Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-Maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa. Dan timbul- nya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.

Dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve, disebutkan, pada pertengahan abad ke-3 H terjadi pertentangan yang hebat antara golongan Mu’tazilah dan para ulama. Sebab, pendapat Muktazilah dianggap menyesatkan umat Islam. Al-Maturidi yang hidup pada masa itu melibatkan diri dalam pertentangan tersebut dengan mengajukan pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dini- lai bertujuan untuk membendung tidak hanya paham Muktazilah, tetapi juga aliran Asy’ariyah. Banyak kalangan yang menilai, pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran Muktazilah dan Asy’ariyah. Karena itu, aliran Maturidiyah sering disebut berada antara teolog Muktazilah dan Asy’ariyah. Namun, keduanya (Ma- turidi dan Asy’ari) secara tegas menentang aliran Muktazilah.

B. Sebab Terbentuknya Aliran 

Aliran Maturidiyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah dan sebagai upaya untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dalam teologi Islam. Aliran ini dipelopori oleh Abu Manshur Al Maturidi yang tidak puas dengan beberapa pandangan Mu’tazilah, terutama dalam hal penggunaan akal dan peran wahyu dalam memahami ajaran agama.

Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya aliran Maturidiyah:

1. Reaksi terhadap Pandangan Mu’tazilah.

     Aliran Maturidiyah muncul sebagai bentuk penentangan terhadap beberapa pandangan Mu’tazilah yang dianggap terlalu mengagungkan akal dan merendahkan peran wahyu dalam memahami aspek-aspek teologis.

2. Ketidakpuasan terhadap Pandangan Mu’tazilah tentang Perbuatan Manusia.

     Maturidiyah menolak pandangan Mu’tazilah tentang “kebebasan kehendak” (free will) yang mutlak pada manusia. Mereka meyakini bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari interaksi antara kehendak Allah dan kehendak manusia itu sendiri.

3. Upaya Menemukan Jalan Tengah.

     Aliran Maturidiyah berusaha menawarkan jalan tengah antara pandangan Mu’tazilah yang terlalu mengandalkan akal dan pandangan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang cenderung tekstualis. Mereka mengakui peran akal dalam memahami beberapa aspek agama, tetapi juga menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber utama ajaran.

4. Pengaruh Abu Hanifah.

     Abu Manshur Al Maturidi, pendiri aliran ini, adalah pengikut mazhab Hanafi dalam fikih, yang juga dikenal menekankan penggunaan akal dalam berijtihad. Hal ini mungkin mempengaruhi pemikiran teologisnya yang moderat.

5. Kebutuhan Akan Kerangka Teologis yang Kokoh.

     Seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan pemikiran, muncul kebutuhan akan kerangka teologis yang lebih komprehensif dan mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.

Dengan demikian, aliran Maturidiyah muncul sebagai hasil dari pergulatan pemikiran teologis dalam Islam, dengan tujuan utama untuk menawarkan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam memahami ajaran agama.

C. Tokoh Pendiri Aliran

1. Al-matudiriyah samarkhan.

Nama aslinya Muhammad ibn muhammad ibn muhammad abu mansur al-maturidi yang berasal dari daerah yang di samarkhan, sehingga namanya sering di ambil dari kata samarkhan dan biasadi pangil Abu mansur Muhammad ibn Muhammad ibn mahmud Al-maturidi as-samarkhan. Beliau di lahirkan tepatnya di maturid. Uzbekistan pada paruh ke dua abad ke 9M. Kelahiran beliau sebenarnya tidak di ketahui dengan pasti namun muhammad abu zahrah menuliskan perkirakan pada abad ke 3 hijriyah.(Hasbi,2015:93)

Abu mansur al-maturidi adalah seorang teologian (mutakallimin) pembentuk ilmu kalam dari nasr ibn yahya al-balkhi yang wafat pada tahun 268 H. Pada masa hidupnya Al-maturidi banyak menerima ilmu dari berbagai guru, di antaranya adalah Abu nashr Ahmad ibn al-abbas Al-bayadi, Ahmad ibn ishak, dan jurjani dan Nashr ibn yahya al-balkhi yang termasuk ulama terkemuka dalam mazhab hanafiah.

Al- maturidi dalam bidang yang di kajinya menyusun beberapa kita yang cukup banyak yaitu : kitab ta’wil al-qur’an, kitab al-ma’khuz al-syara’I, kitab al-jadal, kitab al-usul fi usul al-din, kitab al-maqalat fi al-kalam,kitab radd tahdzib al-jadal li al-ka’bi, kitab radd al-usul al-khamsah li abi muhammad al-babili, rad kitab al-imamah li bha’di al-rawafid dan al-radd ‘ala al-qaramitah.

Al-Maturidiyyah merujuk kepada sekumpulan pengikut yang menuruti pemikiran al-Maturidi. Kebanyakan ulama al-Maturidiyyah pula terdiri daripada para pengikut aliran fiqh al-Hanafiyyah. Ini kerana pada umumnya, aliran pemikiran alMaturidiyyah berkembang di kawasan aliran al-Hanafiyyah. Mereka tidaklah sekuat para pengikut aliran al-Asy’ariyyah.

Di antara mereka ialah: Abu al-Qasim Ishaq, Muhammad al-Hakim al-Samarqandi (m.340/951), Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-493/1030-1100), Abu Hafs Umar bin Muhammad al-Nasafi (460-537/1068-1143), Sad al-Din al-Taftazani (m.790/1388), Kamal al-Din Ahmad al-Bayadi, Abu al-Hasan Ali bin Sa’id al-Rastagfani, Abu al-Laith al-Bukhara.

 

2. Tokoh al-Maturidiyah Bukhara

Al-bazdawi lahir di hudud sebuah negeri di bazdah pada akhir 400 H/1010 M. Nama lengkapnya Ali bin Abi Muhammad ibn al-husaein ibn abd Al-karim ibn Musa ibn isa ibn Mujasih al-bazdawi ialah seorang tokoh besar yang sangat berpengaruh pada zaman itu. Beliau dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah. Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat ayahnya. Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu pada ulama-ulama secara tidak terikat.(rozak,2012:174)

Selain itu al-bazdawi mempunyai beberapa gelar di antaranya al-mujtahid fi al masail, huffadz al-mazhab al-hanafi, keberhasilan itu dapat ia capai dengan berbagai pemikiran sesuai dengan bidang ilmu di antaranya adalah

a. Ilmu terbagi menjadi dua bagian ialah tauhid dan sifat,ilmu ini berpegang teguh pada al-qur’an dan hadist, menghindari hawa nafsu dan bid’ah umat islam harus mengikuti cara cara yang di tempuh sunnah atau jannah yang di lalui oleh para sahabat tabi’in beserta orang orang soleh seperti yang di ajarkan oleh para ulama. Ilmu syariat dan hukum.

b. Bidang fiqih, fikih berasal dari tiga sumber yaitu kitab,sunnah, dan ijma’. Sedang kiyas di isbatan dari tiga sumber tersebut. Hukum syra’ hanya dapat di ketahui dengan mengetahui peraturan dan pengertian yang terdiri dari empat bagian. Pertama dalam bentuk bagian peraturan ialah sighat, dan bahasa kedua penjelasan peraturan, ketiga mempergunakan peraturan dalam bayan, dan ke empat mengetahui batas makna karena banyaknya kemungkinan. Di bidang fiqih al-bazdawi menempatkan mazdhab hanafi di posisi tertinggi kerena imam hanafi berani menaskh al-qur’an dengan hadist.

D. Mazhab yang dianut Aliran

1. Golongan

Golongan ini adalah pengikut Al Maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan pandangan. Menurut maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

2. Golongan Buhara

Golongan Maturidiyah Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi dalam aliran Al Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al Asy’ary. Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Al Bazdawi dapat menerima ajaran Al Maturidi dari orang tuanya. Al Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan Al Maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang bermazhab Hanafi. Pemikiran-pemikiran Maturidiyah sampai sekarang masih hidup dan berkembang di kalangan umat Islam.

E. Pokok-pokok Pemikiran Aliran 

Berikut ini pokok-pokok doktrin ajaran Maturidiyah sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2020) yang ditulis oleh Siswanto.

1. Kewajiban Mengenal Allah SWT dan Syariat Islam

Menurut aliran Maturidiyah, meski akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan secara objektif, tetapi pemikiran manusia tidak dapat mencapai pengetahuan agama (perintah Allah SWT) secara sempurna. Dengan demikian, akal manusia tetap membutuhkan syariat Islam untuk mengetahui kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada hambanya. Doktrin utama Maturidiyah ini berbeda dengan pemikiran dari aliran Mu’tazilah yang menyatakan bahwa Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia yang bisa digunakan secara penuh buat mengetahui kebenaran perintah-perintahNYA. Menurut Maturidiyah, akal adalah media untuk memahami perintah Allah. Sementara, kewajiban itu datang langsung dari Tuhan. Artinya, manusia berkewajiban untuk mengenal Allah SWT dan mempelajari syariat-syariatnya.

2. Kebaikan dan Keburukan Menurut Rasio

Maturidiyah membagi kemampuan akal dalam mengetahui kebaikan dan keburukan dalam tiga hal. Adapun tiga doktrin aliran Maturidiyah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pertama, ada kebenaran objektif yang bisa diketahui akal. Misalnya, mencuri adalah perbuatan yang salah, bahkan tanpa harus ada larangan mencuri dari syariat Islam.

b. Kedua, kebenaran dan keburukan yang tidak mungkin diakses oleh akal dan hanya Allah SWT yang mengetahui hal tersebut.

c. Ketiga, kebenaran dan keburukan yang tidak sanggup diketahui oleh akal. Karena itu, manusia harus mempelajari syariat Islam untuk mengetahui hal tersebut.

Kendati akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan yang objektif, tetapi perintah dan larangan hanya dibebankan setelah adanya syariat Islam, demikian kesimpulan dari doktrin Maturidiyah.

3. Perbuatan Manusia

Aliran Maturidiyah memandang bahwasanya perwujudan perbuatan itu terdiri dari Ldua hal, yaitu perbuatan Allah SWT dan perbuatan manusia.

Artinya, Allah menciptakan perbuatan manusia sebagaimana firman-Nya dalam surah As-Shaffat ayat 96: “Allah-lah yang menciptakan kamu apa yang kamu kerjakan” (Q.S. As-Shaffat [37]: 96)

Kendati demikian, manusia memiliki daya dan kehendak untuk menentukan perbuatan tersebut. Manusia akan melakukan perbuatan yang sudah diciptakan Tuhan. Aliran Maturidiyah menyangkal pendapat yang menyebut bahwasanya manusia memiliki kehendak bebas (free will). Namun, Maturidiyah juga tidak menyetujui fatalisme. Maturidiyah berada di posisi tengah-tengah: bahwasanya perwujudan perbuatan adalah gabungan dari penciptaan Allah SWT dan partisipasi manusia di dalamnya.

4. Janji dan Ancaman

Allah SWT memberikan ancaman neraka kepada pendosa dan menjanjikan surga bagi orang-orang yang beramal baik. Kendati demikian, Allah SWT berkehendak sesuai kebijakannya. Apabila Allah SWT ingin memberi ampun kepada pendosa maka Sang Maha Kuasa akan memasukkan hambanya itu ke surga. Demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan aliran Khawarij, aliran Maturidiyah memandang bahwa pelaku dosa besar masih dikategorikan mukmin (muslim) sepanjang masih ada keimanan dalam hatinya.

Pendosa besar tidak bisa dicap telah kafir, menurut aliran Maturidiyah. Sementara jika pelaku dosa besar meninggal sebelum bertaubat maka nasibnya diserahkan kepada kehendak Allah SWT.

F. Doktrin-doktrin Aliran 

1. Akal dan Wahyu

Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al-Qur’an dan akal, akal banyak digunakan di antaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Allah dan kewajiban mengetahui Allah dapat diketahui dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti ia telah meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah.

2. Perbuatan Manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. Allah mencipta daya (kasb) dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat Allah dan ikhtiar manusia.

3. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat dengan sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

4. Sifat Tuhan

Sifat-sifat Allah itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzāt wa lā hiya ghairuhū). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya Dzat Allah.

5. Melihat tuhan

Menurut Al-Maturidi, manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana firman Allah QS. Al-Qiyamah: 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tu- hannyalah mereka melihat.”

Beliau mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun ia immaterial. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia.

6. Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalām nafsī (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. Maturidiyah menerima pendapat Mu’tazilah mengenai Al-Qur’an sebagai makhluk Allah, tapi Al-Maturidi lebih suka menyebutnya hadis sebagai pengganti makhluk untuk sebutan Al-Qur’an.

7. Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya.

Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

8. Pengutusan Rasul

Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

9. Pelaku Dosa Besar

Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang musyrik. Menurut Al Maturidi, iman itu cukup dengan membenarkan (tashdiq) dan dinyatakan (iqrar), sedangkan amal adalah penyempurnaan iman. Oleh karena itu amal tidak menambah atau mengurangi esensi iman, hanya menambah atau mengurangi sifatnya.

10. Iman

Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.:

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‹kami telah tunduk›, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.» (QS. Al Hujurat [49]: 14

G. Sekte sekte aliran maturidiyah

a. Sekte Samarkand: Pengikut Al-Maturidi sendiri yang cenderung ke arah paham Mu'tazilah. Mereka memiliki pandangan yang lebih rasional dalam memahami ajaran Islam.

b. Sekte Bukhara: Dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi, sekte ini memiliki pendapat yang lebih dekat dengan pendapat-pendapat Al-Asy'ari. Mereka memiliki pandangan yang lebih menekankan pada keseimbangan antara akal dan wahyu dalam memahami ajaran Islam.

Kedua sekte ini memiliki peran penting dalam perkembangan Aliran Maturidiyah dan mempengaruhi pemahaman umat Islam tentang ajaran agama.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://an-nur.ac.id/aliran-maturidiyah-pengertian-doktrin-ajaran-dan-aliran/ 

https://tirto.id/sejarah-aliran-maturidiyah-tokoh-pemikiran-dan-doktrin-ajarannya-gh2q 

https://www.kompasiana.com/ritaulfatun64755/5bb494946ddcae1abe4d2d93/tokoh-tokoh-matudiriyah-dan-pokok-ajarannya 

 

 

 

 

 

                                                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAB 1 : ISLAM WASATHIYAH - AKIDAH AKHLAK KELAS X (SMT GENAP)

BAB 4 : KISAH TELADAN NABI LUTH KELAS X (SMT GENAP)

NILAI ASAT BAHASA JAWA KELAS XI F1-F7